Delete Scene #2

8.5K 1K 41
                                    

How We Met

Beberapa hari ini Anna sudah mulai menerima kalau dia bertransmigrasi. Ia sempat ke psikiater menuruti kemauan pak Beka. Dan hasilnya 91% mengatakan kalau dia masih waras.

Pertanyaan terbesar. Apakah Anna tidak sekolah? Jawabannya belum karena ini libur semester akhir. Besok ia mengulang kelas 9. Haduhhh.

Masih ingatkah kalian chapter pengamen kantin. Dimana Pak Beka berkata bahwa orang tua Anna meninggal saat Anna wisuda. Dia berbohong, faktanya orang tua Anna meninggal saat Anna kelas 8. Tapi kenapa pak Beka berbohong? Ck terlalu banyak keanehan. (Padahal murni kesalahan aing LOL)

Tok tok tok

Suara ketukan pintu terdengar. Anna segera membukakan pintu untuk mengecek siapa orang tersebut. Di depannya kini sudah ada pria paruh baya, yang jelas sudah terlihat cukup tua. Dengan pakaian formal ala-ala pengacara. Berjas rapih dengan membawa satu koper ditangan kiri. Memakai jam tangan di tangan kanan.

"Siapa?" Tanya Anna kebingungan.

Pria tersebut memberikan sebuah kartu nama. Disana tertera bahwa ia bernama Hakim Purnama, salah satu pengacara dari firma hukum 'Fairy'.

Anna mengerutkan keningnya mengetahui nama firma hukum tersebut. Seperti kekanak-kanakan, batinnya.

"Saya adalah pengacara orang tua anda," ucap Hakim.

Anna mengangguk-anggukkan kepalanya sok paham. Padahal, kenal saja tidak. Wujudan orang tua pemilik tubuh ini saja Anna juga belum tau.

Anna mempersilahkan pria tersebut untuk duduk di ruang tamu.

"Saya sempat mendengar bahwa sempat melakukan percobaan bunuh diri," ucap Pak Hakim lagi.

Anna hanya mengangguk saja, ia juga tidak tau. Tapi sepertinya begitu. Ahhh bodoamat yang penting ngangguk, batin Anna.

"Saya harap kamu sabar. Pasti sangat berat rasanya ditinggalkan kedua orang tua bersamaan disaat usia masih belia. Jangan melakukan bunuh diri lagi ya? Mereka justru akan sedih karena tindakan anda tersebut."

Lagi-lagi Anna hanya mengangguk.

"Mungkin anda masih berduka dan saya turut berduka cita. Maaf jika menyinggung dan tidak tepat, tapi saya ingin memberitau kebenaran tentang orang tua anda."

"Ya?"

"Sebenarnya mereka bukan orang tua kandung kamu?"

"MWOYA?" Teriak Anna kaget.

Pak Wijaya juga sama kagetnya, sekaligus bingung, bahasa apa yang digunakan oleh anak kliennya tersebut.

"Lalu orang tua kandung saya dimana?" Tanya Anna berusaha menahan diri agar tidak menimbulkan kecurigaan.

"Orang tua mu sudah meninggal. Dan mereka meminta Pak Wijaya dan Ibu Suratmi untuk merawatmu. Karena hanya merekalah yang tersisa. Orang tua mu tidak memiliki keluarga maupun kerabat lain."

Entahlah, Anna merasa sedih mendengar hal itu. Ia tak tau mengapa.

"Anda pasti penasaran darimana uang orang tuamu (pak Wijaya dan ibu Suratmi) terus mengalir padahal mereka tidak bekerja sama sekali. Bahkan sakit-sakitan."

Anna mengangguk, jujur saja ia penasaran. Karena jika dilihat lebih detail, rumah yang ditempatinnya cukup aneh. Semua barang terlihat biasa saja, tapi ada beberapa baranh yang tergolong mewah. Selain itu, pekarangan rumah terlalu luas untuk ukuran kota Jakarta. Apalagi setelah mendengar pernyataan Pak Hakim tersebut, ia jadi tambah penasaran.

FIGURAN (SOK) SIBUK ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang