Suasana mencekam serta aura yang kelam menyelimuti kediaman bapak Zeen Arya Naraya, Laki laki yang paruh baya yang sayangnya masih tampan dalam usianya yang sudah menginjak kepala empat itu memegang satu buah penggaris kayu panjang untuk menyidang Altarel sore ini. Mereka bertiga duduk dimeja makan dengan Altarel yang dipaksa untuk duduk ditempatnya.
"Taruh hp nya!" bentak papanya.
Altarel berdecak, ia menjauhkan ponselnya. Laki laki itu menatap papanya yang mondar mandir membawa penggaris kayu dipundaknya. Mama Hanin sudah menatap was was, takut takut jika Altarel dimarahi lagi.
Brukk...
Papa Arya memukul meja menggunakan penggaris kayu ditangannya. Hal tersebut membuat Mama Hanin terlonjak terkejut lalu melotot pada suaminya. Altarel hanya bergumam kecil sambil menatap papanya.
"Santai kali..." gumam Altarel.
"Ngomong apa kamu?!" Om Arya menunjuk Altarel dengan penggaris kayu yang dipegangnya. Laki laki paruh baya itu mmilin kumisnya.
"Enggak Pa.." balas Altarel.
"Kamu udah buat masalah terus terusan Altarel! Dalam sebulan ini papa udah 15 kali dipanggil sekolah! Ini lagi sampe bikin orang celaka! Anak siapa sih?!" tanya papa Altarel dengan berapi-api.
"Anak kang cilok!" celetuk Altarel. Altarel tak ada takut takutnya walaupun dirinya sudah mendapatkan tamparan dari papanya tadi.
Mama Hanin memelototi anaknya, ia mencubit tangan Altarel yang duduk disebelah kirinya. Beliau menarik tangan papa Altarel untuk kembali duduk dimeja makan. Altarel dan mamanya saling pandang, Altarel mengkoode mamanya agar tak lagi menyidangnya disini.
"Pa," panggil Altarel.
"APA?!" sahut papanya ngegas dengan kekuatan full.
"PAPA! Jangan gitu dong!" mama Hanin mengusap punggung Altarel. Perempuan itu selalu saja menyayangi Altarel dengan kasih sayang anak balita. Beliau masih menganggap Altarel dewasa masih sama dengan Altarel kecil yang mereka rawat belasan tahun lalu.
"Yaudah, kenapa?" tanya Om Arya, ia menurunkan nada suaranya. Beliau meletakkan tangannya di pinggiran meja untuk menyangga tubuhnya.
"Mau latian futsal," ujar Altarel lalu ngacir hendak pergi dari duduknya. Belum sempat ia menaiki tangga untuk menuju kamarnya, baju belakangnya lebih dulu ditarik oleh papanya. Jadilah Altarel terlihat seperti anak kucing yang ditarik.
"Ck! Mau latian Pa," keluh Altarel.
"Gak ada! Kamu papa hukum!" bentak papanya. Ia kembali menarik Altarel agar duduk ditempatnya.
"Hp kamu siniin, papa sita!"
"Gak mau," ujar Altarel dengan mendongak menatap papanya.
"Altarel! Kamu papa hukum gak boleh keluar rumah malam ini! Mobil motor handphone papa sita!" ujar papanya namun dengan nada yang lebih tenang.
Altarel mengeluh, ia mengusap wajah hingga rambutnya dengan raut wajah depresi. Sementara ini ponselnya masih aman didalam saku celananya.
"Siniin hp kamu," Om Arya mengadahkan tangannya pada Altarel menangih ponsel anaknya.
Altarel menggeleng, ia malah mengambil tangan papanya lalu membawa pada dahinya untuk disalami. Laki laki itu tetap diam dengan raut wajah santai namun sebenarnya Altarel sudah frustasi menghadapi kehidupannya yang akan diancam oleh papanya.
"Cepat Altarel!" sentak papanya.
"Mama..." Altarel berbisik pada mamanya yang ada disebelahnya.
"Gak usah ngadu!" cibir papanya sedikit membentak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAREL versi 2
Teen FictionALTAREL versi 2. Tokoh, latar, alur, tema, serta garis besar cerita sama. Hanya beberapa bagian cerita yang ditambah dan yang kurang berguna dikurangi. happy reading!