13. Gedung Olahraga

62.7K 8.5K 2.8K
                                    

Sinar matahari menerpa spanduk spanduk besar yang merupakan hasil karya masing masing kelompok untuk memeriahkan acara final yang diselenggarakan sekolah. Hari ini adalah tanding untuk menentukan siapa yang terbaik antara Team Altarel dengan Tim lawannya. Memasuki Liga kedua sekaligus liga penentuan, akan banyak acara hiburan yang ditampilkan di penghujung acara.

Altarel berjalan santai keluar dari mobilnya. Laki laki itu nampak keren seperti biasanya. Pesonanya bahkan mampu menghipnotis satu angkatan ditambah beberapa adik kelas yang sengaja keluar dari gor ketika mendengar kabar bahwa Altarel baru saja tiba di lokasi. Altarel melepas jaket jeans hitam yang dikenakannya lalu memasukkannya ke dalam mobilnya. Ia masih mengenakan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya untuk menghindari silau matahari.

Desas desus para wanita di seberang mengalihkan pikirannya. Altarel melepas kaca mata hitamnya lalu menggantungnya di kerah baju futsal yang ia kenakan. Belum ada lima menit ia berdiri disini, tangannya sudah lebih dulu ditarik oleh seseorang.

"Apa sih lo?!" bentak Altarel.

"Kak! Jangan gitu dong. Diliatin tuh sama mereka!" Rachel memeluk lengannya lalu menempelkan pipinya di lengan Altarel.

"Apasih?! Gue diem ya daritadi," Altarel terlihat risih. Ia berusaha melepaskan ikatan tangan Rachel yang masih bermanja dengannya.

Altarel menjauhkan dirinya dari Rachel. Ia bahkan tak diberikan izin bergerak oleh manusia cantik disebelahnya ini. Begitu akan beranjak pergi, tangannya kembali ditarik mendekat pada Rachel.

"Aduh! Lo ada masalah hidup apa sih?!" keluh Altarel.

"Kan kita pacaran kak, jadi aku harus nemenin kakak sampe masuk dalem gor," ujar Rachel dengan tingkat kepedean tinggi. Gadis cantik ini tersenyum bahagia karena merasa apa yang telah diimpikan selama ini telah tercapai. "Biar gak ada yang genit atau ngelirik ngelirik kakak," ujar Rachel.

"Apasih lo?! Beban tau gak?!" Altarel memaksa melepaskan pelukan tangan Rachel pada lengannya.

"Kita pacaran depan papa gue doang. Ngerti bahasa manusia gak lo?!" sentak Altarel.

"Tetep aja kita pacaran."

"Kalo papa gue gak naksir sama lo, ogah gue sumpah dah!" Altarel berlari meninggalkan Rachel ditempat awal mereka berdiri. Laki laki itu menyibak rambutnya yang lumayan panjang itu kebelakang, ia menggunakan tangannya sebagai sisir. Altarel berjalan santai, ia menunduk karena sedang mengetikkan pesan pada ponselnya. Dengan instingnya dan ekor matanya, ia menyampingkan badannya ketika ada seseorang yang lewat.

"Halo? Dimana, njing?" Altarel menekan tombol speaker pada panggilan ponselnya.

"Di dalem, cepet kesini anjing lambat lo!" suara Dion diseberang sana.

"Y"

Altarel mematikan sambungan teleponnya sepihak. Ia berjalan dengan langkah santai dengan pandangan fokus kedepan. Postur tubuhnya yang tegap, pesona tuan muda Altarel tak bisa ditawar dengan obat manapun. Ia bersiul kecil ketika melewati beberapa gerombolan adik kelas yang masih sibuk memilih tempat duduk mereka.

"Kiw!" sapanya lalu tertawa kecil ketika salah satu dari mereka malah membalas sapaannya.

"Kak Danan," sapa salah satu adik kelas itu.

Altarel kembali berbalik badan saat mendengar bahwa salah satu dari mereka salah memanggil namanya. "Lah kok Danan?" tanya Altarel.

"Hehe. Keinget mantan waktu liat muka kakak," ujar gadis itu.

"Denger ya. Muka gue limited edition, seenak jidat lo bilang gue mirip mantan lo! Gak terima gue," ujar Altarel. Suasana sedikit memanas.

"Eh? Maaf kak, bukan maksud gitu. Tapi...anu, posturnya mirip," ujar gadis itu dengan terbata bata.

ALTAREL versi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang