Altarel berjalan dibelakang Aeris, ia mengikuti gadis itu yang berjalan di halaman rumahnya dengan wajah yang ditekuk. Akibat paksaan orang tua mereka yang menyuruh mereka berdua untuk membeli rujak didepan rumah Aeris, kini Altarel harus ikut menemani Aeris walaupun ia sangat malas bergerak.
"Tujuan lo pake celana sependek itu mau ngapain? Jual diri?" tanya Altarel dengan nada ketus dan mengintimidasi.
Aeris langsung memberhentikan langkahnya dan berbalik badan. Ia menyatukan alisnya dan mencebikkan bibirnya menyahuti pernyataan Altarel. Menurutnya bahasa yang digunakan Altarel terlalu ceplas ceplos.
"Apa? Kenapa lo liatin gue kaya gitu?" tanya Altarel lagi.
"Heh! Mata lo jual diri?! Kan gue ngikutin saran lo!" semprotnya.
Altarel tersenyum miring tanda mengejek. "Heh! Cantik, gue gak ada nyuruh lo pake celana pendek kaya gini. Kapan gue nyuruh lo?" balasnya.
"Yaa...lo suruh gue jangan dandan. Ini baju rumahan gue, Altarel. Gak dandan ini!" sahutnya tak mau kalah.
"Gak gini juga oon!" Altarel menyentil dahi Aeris cukup keras sampai sampai Aeris langsung mengusap dahinya dan memejamkan matanya karena sakit. "Lo mau ketemu cowok dan lo pake baju kaya gini?! Caper tau gak?!" omel Altarel.
"Gimana kalo ternyata cowoknya bukan gue?"
Aeris mengusap dahinya dengan air mata yang berlinang. Bukan menangis karena dimarahi namun karena rasa sakit akibat sentilan di dahinya membuat air matanya keluar. "Aww...." gumamnya masih mengusap usap dahinya.
"SAKIT REL!" teriaknya dengan refleks dan menghentak hentakkan kakinya.
Altarel yang tadinya memanas kembali melunak. Tangannya menarik tangan Aeris yang masih mengusap dahinya. Terlihat dahi Aeris yang memerah akibat terkena kuku Altarel saat menyentilnya tadi. "Yaa sorry gak sengaja. Kemarin gue antem lengennya Dion aja dia gak apa apa, lo disentil doang nangis," ujar Altarel. Ia mengusap usap dahi Aeris dengan tangan besarnya.
"BEDA REL BEDA!" teriak Aeris.
"Gak usah teriak. Gue gak budeg," sentaknya galak.
"Lo banting Dion juga dia gak bakal kenapa napa. Coba lo banting gue, remuk Rel," gumam Aeris. Ia mengusap air matanya. Aeris menyingkirkan tangan Altarel dari dahinya dan memasang wajah kesal.
"Kalo bantingnya di kasur gimana Ris?" tanya nya dengan jahil. Altarel tertawa kecil setelah mengatakan itu, ia kembali mengusap usap dahi Aeris dan sedikit merapikan rambut Aeris yang terlihat berantakan. Tak dapat dipungkiri Altarel menyukai wangi rambut gadis dihadapannya ini.
Aeris mendorong dada Altarel dengan dorongan yang lumayan keras. "Sama aja Rel! Mau dibanting dimana aja, kalo udah dibanting, ya sakit!" ujarnya dengan suara keras.
"Ribut anjir! Malu Ris! Pelan pelan aja ngomongnya," Altarel menarik rambut Aeris lalu merangkul pundaknya dan menyeretnya pergi beberapa meter untuk menemukan makanan yang akan mereka beli, tak jauh dari rumah Aeris.
"Gue gak suka sama lo pokoknya!" Aeris yang cantik rupanya sedang merajuk akibat Altarel yang selalu mengganggunya.
"Gue gak nanya lo suka sama gue apa enggak. Kalo gue sama cewek lain, lo jangan ngambek ya?" Altarel merendahkan kepalanya untuk menengok Aeris karena perbedaan tinggi mereka. Aeris dengan jantung yang berdebar kencang akibat dekatnya jarak wajah mereka lebih memilih memalingkan wajahnya kearah samping.
"Dih! Enggak pernah tuh gue ngambek! Jangan nyebar hoax ya Rel," Aeris bersidekap dada. Entah kenapa ia malah membiarkan Altarel merangkulnya, mungkin saja ia merasa nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAREL versi 2
Teen FictionALTAREL versi 2. Tokoh, latar, alur, tema, serta garis besar cerita sama. Hanya beberapa bagian cerita yang ditambah dan yang kurang berguna dikurangi. happy reading!