Chapter 8

4.3K 310 11
                                    

(Maaf, aku lupa kasih peringatan ini 🌚⚠️)

“Angkat dulu, Ra, siapa tau penting,” ucap Ezra setelah mendengar beberapa kali handphone istrinya berdering.

Bukannya bergerak mengambil handphone, Kyra justru semakin mengeratkan pelukannya pada Ezra. Ia semakin menenggelamkan kepalanya pada dada bidang suaminya itu.

“Nggak mau.” Kyra menggeleng keras. Ia benar-benar tidak ingin melepaskan pelukan Ezra yang hangat. Entah mengapa hari ini ia benar-benar ingin bermanja pada Ezra. Tidak ada yang salah, kan?

“Ra…”

Kyra tak menggubris. Ia tahu maksud dari suaminya itu. Sudah ia bilang, berada di pelukan Ezra itu adalah sebuah kenyamanan. Dan dering telepon itu benar-benar sebuah gangguan. Kyra menyesal tidak menyalakan mode Don’t Disturb di handphonenya.

“Angkat dulu teleponnya, Sayang.”

Sial! Ezra menggunakan jurus pamungkasnya. Ditambah lagi dengan elusan lembut di puncak kepalanya.

Kyra ingin menangis rasanya. Ia kesal karena  quality timenya bersama Ezra terganggu. Kapan lagi coba ia dapat berpelukan sepanjang hari bersama suaminya itu? Jadwal Ezra saja sudah padat, apalagi jadwal Kyra yang terkadang tidak menentu itu. Untuk menentukan hari libur bersama pun cukup sulit.

“Sebel!” gerutu Kyra yang terpaksa melepaskan pelukannya dari Ezra.

Tangan Kyra tertahan ketika hendak bangkit. Wanita itu menoleh ke arah Ezra—yang memberi kode agar tidak mengibaskan selimut. Kyra mengerti, sekaligus malu sebenarnya. Aish! Bisa-bisanya ia lupa soal itu.

Kyra merapatkan selimutnya agar tidak melorot. Pasalnya ia tidak mengenakan sehelai apa pun kecuali selimut ini. Ia bergeser sedikit demi sedikit untuk dapat meraih handphonenya yang berada di atas nakas samping ranjang.

Dering telepon itu sudah mati saat Kyra meraih handphonenya. Wanita itu kembali merapat ke dalam pelukan Ezra—yang sudah duduk dan bersandar di kepala ranjang, sembari mengecek notifikasi yang masuk.

“Gila emang si Fanny! Ngeselin!” omel Kyra ketika melihat notifikasi puluhan panggilan dan beberapa chat random dari Fanny. “Nah, kan, emang mau ganggu aku dia tuh!” adu Kyra sembari memperlihatkan beberapa chat tak jelas dari Fanny pada Ezra.

“Sabar, Ra,” ucap Ezra sambil mengelus-elus puncak kepala Kyra dengan lembut.

Kyra memeluk tubuh Ezra yang juga hanya tertutup selimut tebal mereka. “Aku kesel,” keluh Kyra tak suka.

Dering telepon Kyra kembali berbunyi. Tidak salah lagi, memang nama Tiffanylah yang terpampang nyata di layar handphonenya. Kyra segera mengangkat panggilan itu tanpa menunggu dering kedua.

“Apaan sih, Fan!?” Kyra hendak menaikan nada suaranya lagi, namun ia malah merasakan sebuah elusan halus di punggungnya.

Ezra memang paling bisa membuat Kyra sedikit jinak.

Wes! Ngamuk-ngamuk, nih. Kalem Ra…” sahut Tiffany sambil tertawa terbahak-bahak. Sepertinya gadis itu memang puas sudah membuat Kyra misuh-misuh.

“Nggak jelas, anjir!”

“Ra…” tegur Ezra yang secara tidak langsung mengingatkan Kyra untuk menjaga bahasa.
Kyra menurunkan lengkungan bibirnya. Ia benar-benar kesal sampai air mata sudah berkumpul di matanya.

“Ada apa, sih? Cepet ngomong yang singkat dan jelas. Nggak usah buang-buang waktu gue,” desak Kyra yang enggan berlama-lama berbicara dengan Tiffany.

Match Made in HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang