“Kamu baik-baik aja, Ra?” tanya Ezra yang mencoba fokus di balik kemudi.
Sesekali Ezra melirik Kyra yang termenung di sebelahnya. Istrinya itu terlihat menyandar ke samping dan melamun.
Ezra melihat sekitar dengan kaca spion tengah, sebelum akhirnya Ezra menepikan mobilnya di pinggir jalan yang dirasa aman. Ia ingin memastikan bahwa Kyra baik-baik saja.
“Ada yang sakit? Atau pusing? Mual? Ingin muntah?” Pertanyaan-pertanyaan itu terlontar dari bibir Ezra. Pria itu tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya.
Sejak keluar dari pemeriksaan tadi, Kyra terlihat lebih anteng dan pendiam. Tidak seperti biasanya. Heboh dan cerewet.
Kyra menoleh ke arah Ezra, lalu menggeleng pelan. Arah pandang Kyra beralih pada perutnya yang masih terlihat datar. Tangannya tanpa sadar mengelus lembut perutnya sendiri.
“Ra…”
Arah pandang Ezra pun ikut teralihkan. Sebuah senyuman lembut terukir di wajah tampannya.
“Aku masih nggak nyangka, Mas,” cicit Kyra sangat pelan. Wanita itu memejamkan matanya beberapa detik, lalu menatap Ezra dengan mata yang berkaca-kaca. “Ini beneran, kan?”
Ezra lagi-lagi mengulas senyum. Tangannya terulur untuk mengusap rambut Kyra dilanjut dengan menjawil pipi Kyra yang terlihat sedikit lebih tembam.
“Beneran, Sayang.” Ezra mengusap pipi Kyra lagi. “Kamu Calon Mama Muda,” lanjut Ezra diakhiri dengan senyum kotak yang khas.
Mendengar itu, Kyra merasakan perasaannya membuncah hingga ia tidak bisa menahan senyumnya lagi. Sebuah lesung pipi menyembul di pipi kanannya.
“Kalau gitu, Mas Ezra Calon Papa Muda.”
Hasil pemeriksaan tadi menyatakan bahwa kalau Kyra memang mengandung. Sudah jalan di minggu ke delapan. Hal ini tentu membuat kebahagiaan tersendiri di hati mereka. Terlebih, memiliki buah hati sudah ditunggu-tunggu oleh Kyra dan Ezra.
“Mas seneng, nggak?”
“Seneng. Tapi lebih seneng lagi kalau saya bisa peluk kamu di rumah sepuasnya.” Ezra menepuk-nepuk puncak kepala Kyra. “Saya izin nyetir lagi, ya, Ra? Sepertinya kamu udah baik-baik aja.”
Kyra terkekeh geli. Ia bahkan baru menyadari bahwa mereka sedang menepi di pinggir jalan. Apa wajahnya saat melamun tadi sangat kentara, sampai-sampai Ezra merasa khawatir dan harus menepi?
“Maaf, ya, udah bikin Mas Ezra khawatir. Aku masih nggak nyangka tadi,” ucap Kyra sembari merapatkan tubuhnya untuk memeluk lengan Ezra yang mulai fokus berkemudi.
“Nggak apa-apa, Sayang.”
***
“Jangan sampai kecapekan, Ra!”
“Jangan lupa minum susu sama vitamin!”
“Makanannya dijaga.”
“Kurang-kurangi stress. Nggak usah banyak pikiran.”
Rasanya ada ribuan petuah yang disampaikan oleh Mami dan Ibu. Para calon nenek itu terdengar begitu antusias saat Kyra dan Ezra memberitahu kehamilan Kyra pada mereka melalui sambungan video call. Ini cucu pertama bagi keduanya, wajar saja jika mereka begitu menggebu-gebu.
Mami juga bilang, besok akan berkunjung ke rumah Kyra dan Ezra. Tidak mau kalah, Ibu pun akan datang berkunjung bersama Ayah.
“Ibu sama Mami lucu, ya, Mas?” Kyra terkekeh mengingat perdebatan yang terjadi antara Mami dan Ibunya di telepon tadi.
Kyra dan Ezra kini sudah berada di atas ranjang. Kyra sudah siap dengan piyama beruangnya, dan Ezra tentu dengan kaos oblong dan celana basket kebanggaannya.
“Pasti heboh banget kalau adik bayi udah lahir. Rebutan, sih, udah,” ucap Kyra sembari membayangkan tingkah Ibu dan Mami nanti.
Belum lahir saja, mereka sudah sibuk berdebat. Terbayang jika sudah lahir nanti, mereka pasti sibuj berebut siapa yang akan mengurus.
“Cucu pertama mereka. Ya, wajar, sih,” timpal Ezra yang turut membayangkan.
Kyra mengangguk setuju. Biasanya, apa pun yang menjadi yang pertama selalu disambut dengan antusias.
“Kalau gitu, kita harus kasih dua, biar nggak rebutan.”
Ucapan polos Kyra membuat Ezra gemas sendiri. Tanpa aba-aba, Ezra memeluk erat Kyra dan membuat wanita itu memekik kaget.
“Mas, ih!” keluh Kyra yang justru memeluk balik Ezra tak kalah erat.
Ezra mengecupi puncak kepala Kyra berkali-kali. Kemudian menenggelamkan kepalanya ke ceruk leher Kyra. Ezra memeluk Kyra sangat lama.
“Mas Ezra nangis?” Kyra merasakan bahunya terasa lembap. Ia juga merasakan tubuh Ezra sedikit bergetar.
“Mas…”
Kyra hendak melepaskan pelukannya untuk memastikan Ezra baik-baik saja, namun menyadari hal itu, Ezra menggeleng kecil dan kembali mengeratkan pelukannya.
Kyra pasrah dan tidak banyak tanya setelah ini. Ia hanya bisa mengelus-elus punggung Ezra dan membuat suaminya itu lebih nyaman.
“Terima kasih, Ra.”
Suara Ezra terdengar begitu parau. Pria itu memang benar menangis.
“Terima kasih…” ucap Ezra sekali lagi. Kali ini Ezra memberanikan diri melepaskan pelukan dan memperlihatkan wajahnya pada Kyra.
Siapa sangka dosen yang terkenal pendiam dan dingin itu menangis di depan seorang wanita—yang tak lain di hadapan istri tercinta. Wajah tampan itu memerah dan basah. Mata Ezra pun berair.
Kyra menelan salivanya susah payah. Matanya turut berkaca-kaca. Hatinya menghangat tak kuasa menahan haru. Kyra mengulurkan tangannya untuk mengusap wajah Ezra yang basah.
Ini kali kedua Kyra melihat Ezra menangis. Pertama, saat sungkeman di hari pernikahan mereka. Kedua, ya saat ini. Saat mereka diberi kesempatan atas anugerah titipan Tuhan.
“Jangan nangis, Mas!” ucap Kyra dengan nada tercekat. Wanita itu mencoba mengipas-ngipaskan wajah agar air matanya tidak jatuh.
Ezra terkekeh di tengah tangisnya. Wanita itu. Wanita di hadapannya itu adalah calon ibu dari anak-anaknya. Wanita yang sangat ia cintai, selain ibu dan adik perempuannya.
Ezra meraih kedua tangan Kyra, lalu mengecupnya lembut. Setelah itu, tangan Ezra beralih pada perut datar Kyra. Ezra membungkukkan tubuh dan mendekatkan wajahnya ke tempat di mana ada buah hatinya di sana.
“Sehat-sehat di perut Mama, ya, Nak!” ucap Ezra kemudian ia mengecup lembut perut Kyra.
Kyra sudah tidak bisa menahan harunya lagi. Perlakuan Ezra padanya, membuat Kyra merasa jadi wanita paling bahagia di muka bumi ini. Ia benar-benar bersyukur diberikan pasangan hidup seperti Ezra.
“Mas, aku mau nangis. Peluk!” keluh Kyra begitu Ezra menegakkan tubuhnya.
Tanpa menunggu lama, Ezra menarik Kyra dalam pelukannya. Wanita itu menyandarkan kepalanya di dada bidang sang suami.
“Sayang Mas Ezra banget pokoknya!” ucap Kyra di tengah tangisnya.
“Saya juga,” balas Ezra sembari mengelus-elus puncak kepala Kyra—upaya untuk menenangkan.
Kyra menghentikan tangisnya. Ia mengadahkan kepala untuk melihat ekspresi suaminya itu, “Saya juga apa?”
“Saya juga sayang Kyra banget pokoknya!” jawab Ezra dengan nada dibuat-buat seperti yang Kyra lakukan tadi.
Kyra mencebikkan bibirnya, “Ish! Nyebelin!”
Ezra terkekeh, lalu menjawil hidung Kyra dengan gemas. “Love you, Ra.”
“Hah?”
Persekian detik, Kyra mematung. Benar-benar terdiam, mencerna apa yang baru saja dikatakan suaminya itu. Ia tidak salah dengar, kan?
“Boleh ulang, Mas? Aku mau rekam. Ini kejadian langka.”
Kyra hendak mengambil handphonenya di nakas sebelah ranjang, namun dengan sigap Ezra kembali membawa Kyra ke dalam pelukannya.
“Ini live, nggak ada siaran ulang,” ucap Ezra dengan senyum kemenangan tersungging di wajahnya.
Kyra mencubit pinggang Ezra, bibirnya mengerucut kesal. “Tau ah! Mas Ezra nyebelin!”To be continue....
Cieeee, siapa nih yang siap punya keponakan online? 😆
Terima kasih sudah bersedia baca ceritaku ini. Luuuvvvvdeh! 🥰
Jaga kesehatan ya, semua!
See you on next chapter!
Luv,
HD💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Match Made in Heaven
Romance[Pemenang ke-III Kategori Best Script di Event MAC2024 oleh Penerbit Prospec Media] "Mereka benar-benar pasangan yang serasi." "Kyra dan Pak Ezra bersatu, wesss pasti anaknya serbuk berlian, guys!" Uhm... Jadi, apa benar Kyra dan Ezra pasangan yang...