Chapter 17

2.8K 218 30
                                    

Hari ini seharusnya bukanlah hari yang membosankan bagi Kyra. Mendapat jatah libur seharian penuh, seharusnya hal yang paling membahagiakan buat Kyra. Ia bisa rebahan di rumah, dan menghabiskan banyak waktu bersama suami tampannya itu. Namun semuanya tidak seperti yang ada dalam bayangan Kyra.

Sudah hampir seminggu ini Ezra disibukkan dengan kegiatannya di kampus. Menjelang akreditasi jurusan dan Ujian Akhir Semester membuat Ezra lebih sering menghabiskan harinya di kampus. Pria itu biasanya akan pulang menjelang malam datang.

Kyra yang sudah hampir setengah hari berguling-guling di atas ranjang pun sudah mulai kehabisan kesabaran. Ia sudah menghabiskan waktunya untuk bercengkrama dengan Kyrandom sambil mukbang di live instagram, scroll video di tiktok, nonton cerita horror di youtube, sampai cuit-cuit gabut di twitter. Tetap saja ia merasa bosan pada akhirnya.

“Mas Ezra kapan pulangnya, sih?”

Helaan napas panjang keluar dari bibir Kyra. Wanita itu bangkit dari tidurnya dan bersandar di kepala ranjang. Ia menatap handphonenya dengan tidak antusias, karena tidak ada satu pun notifikasi muncul dari si pemilik hati.

Ezra benar-benar sedang sibuk. Terakhir mengabari Kyra pun sekitar jam sepuluh, jauh sebelum makan siang. Sekarang sudah menunjukkan jam dua siang, dan Ezra belum ada menghubunginya lagi.

“Mau ditelepon takut ganggu.” Kyra bergumam sendiri. Ia mengelus-elus perutnya seolah menyapa sang bayi. “Tapi kalau nggak dihubungi, aku kangen.”

Kyra berdecak sebal, ia menggeleng-gelengkan kepalanya tak jelas. “Aku harus gimana?”

“Dek, kangen Papa, ya?” tanya Kyra yang kembali mengusap-usap perutnya sembari tersenyum sendu.

Sambil menunggu Ezra menghubungi, dan untuk membunuh rasa bosannya, akhirnya Kyra memilih untuk keluar dari kamar. Ia pergi ke halaman belakang rumah yang dipenuhi oleh tanaman-tanaman yang diurus Ezra.

Baru saja Kyra menjatuhkan bokongnya ke kursi yang tersedia di teras, sebuah nada dering terdengar memekakkan telinga. Nada dering yang ia tunggu-tunggu. Tentu saja nada dering yang disetel khusus untuk panggilan telepon sang suami.

“Mas Ezra ke mana aja, sih? Nggak tau apa aku sama adek bayi kangen?” tembak Kyra begitu menekan tombol hijau. Ia bahkan tidak memberi kesempatan Ezra mengucap salam terlebih dahulu.

Suara kekehan geli terdengar di seberang sana. Sudah dapat dipastikan Ezra sedang memamerkan senyum kotaknya di sana.

Saya juga.”

Kyra mencebik, dilanjut mengerucutkan bibirnya sebal. “Saya juga, saya juga apanya, Mas? Suka nggak jelas, ih!”

Saya juga kangen, Ra,” balas Ezra lembut sekali. Saking lembutnya, pria itu bahkan terdengar lebih memelankan suaranya.

“Nggak kedengeran! Lebih keras lagi, bisa?”

Suara kekehan Ezra lagi-lagi terdengar, meskipun suara-suara di sekitar pria itu yang lebih mendominasi. “Nanti di rumah, ya.

Tanpa sadar Kyra mengangkat bahunya tak acuh. Ia merasa salah tingkah dan malu sendiri gara-gara jawaban Ezra.

“Mas, kok nggak pulang-pulang? Mau jadi bang Toyib?”

Masih belum selesai, Ra. Emang kamu mau Mas jadi bang Toyib?

Mendengar hal itu, Kyra segera membulatkan matanya berniat untuk memelototi sang suami. Namun, ia baru saja sadar kalau mereka hanya sedang melakukan panggilan suara.

Match Made in HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang