Chapter 20

2.9K 198 28
                                    

“Turut berduka cita, ya, Pak Ezra.”

Sudah hampir ratusan kali Ezra mendengar kalimat itu di hari kembalinya ia mengajar—setelah tiga hari izin. Tak jarang tatapan iba dari orang-orang sekitarnya, entah itu sesama dosen, atau para mahasiswa yang tak sengaja berpapasan.

Popularitas Kyra di kampus ini memang patut diakui. Ini pasti gara-gara berita yang tersebar di akun instagram lambeceleb.

Kemarin Ezra mendapatkan kabar dari Fanny bahwa berita perihal keguguran Kyra sudah tersebar luas di sosial media. Sepertinya memang ada oknum yang tidak sengaja melihat Ezra dan Kyra di rumah sakit, lalu mencari tahu seluk-beluk alasannya—yang kemudian dikirimkan ke akun gosip tersebut.

Jika sudah seperti ini, tidak ada yang bisa dihindari.

Ezra tersenyum tipis dan berterima kasih untuk merespon semua ucapan itu. Lagi pula ia tidak tahu harus berkata apa lagi.

“Pak Ezra, dimakan, ya!”

Tiba-tiba Shella menyodorkan sebuah kotak dari brand makanan di atas meja kerja Ezra.

Ezra sempat mengernyitkan alis beberapa detik, sebelum akhirnya melihat ke arah seorang gadis yang tengah berdiri di depan mejanya.

“Ah, ya, terima kasih,” balas Ezra dengan nada kebingungan. “Kamu habis ada tasyakuran, La?”

Shella terkekeh geli mendengar pertanyaan Ezra. Gadis—junior dari Ezra saat menempuh pendidikan pascasarjana—ini menggeleng.

“Nggak kok, Pak. Saya sengaja bawa buat Pak Ezra,” jawab Shella sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, “Pak Ezra nggak bawa bekal, kan?” lanjutnya lagi.

“Ah… thank you,” ucap Ezra sembari mengangguk-angguk mengerti. Jujur saja, ia bingung jika dihadapkan situasi seperti ini. Ezra merasa berlebihan jika memang sengaja membawakan untuknya. “Lain kali nggak perlu repot-repot, ya, La. Saya jadi nggak enak.”

“Tenang aja, Pak. Saya bawain bekal tiap hari buat Pak Ezra pun nggak masalah,” ucap Shella antusias.

Ezra tersenyum tak nyaman. Ini tidak bisa dibiarkan. Kalau didiamkan, ini akan semakin menjadi. “Terima kasih sebelumnya, La, tapi… kamu nggak perlu repot-repot buat bekal untuk saya. Istri saya nggak akan bikin saya kelaparan, kok.”

Ekspresi Shella seketika berubah. Binar antusiasnya perlahan meredup setelah mendengar pernyataan Ezra.

Shella mengangguk mengerti. Jika sudah begini, sepertinya pergi dari hadapan Ezra adalah hal yang terbaik.

“Kalau gitu, saya pamit ke kelas. Tapi… untuk kali ini, makanannya dimakan, ya, Pak!”

Selepas itu, Shella benar-benar pergi keluar ruangan dan Ezra melihat box makanan itu dengan tak bergairah.

Akhir-akhir ini Ezra memang kehilangan nafsu makannya. Kalau bukan karena menyiapkan energi untuk menguatkan Kyra, sepertinya sesuap nasi pun tidak akan masuk ke dalam mulut Ezra.

Ezra memejamkan mata, dan bersandar di kursi kebanggaannya. Helaan napas berat terdengar begitu saja. Ezra memijat pelipisnya yang selalu pening.

Setelah sedikit membaik, Ezra menoleh ke arah jam dinding. Jadwal mengajar berikutnya akan segera tiba, dan sebelum kembali ke kelas, Ezra mengecek handphonenya untuk melihat notifikasi.

“Nihil!” keluh Ezra sembari menatap handphonenya frustrasi.

Sejak tadi pagi, lagi-lagi tak ada satu pun notifikasi dari sang istri, Kyra. Hal ini membuat Ezra harus kembali menahan.

Match Made in HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang