Money - 2

2.8K 360 36
                                    

21.34 KST, at The Smokehouse Bar & Pub.

"Two shot tequila, please."

"With salt?"

"Yes."

Jennie mengangguk, seraya berjalan menuju rak yang terdapat banyak sekali jenis alkohol disana.

Berbekal pengetahuan seadanya yang diajarkan Seulgi dalam waktu singkat, gadis berpipi mandoo itu mulai bisa membantu Seulgi dibelakang meja bar.

Ia bergabung dengan rekan lainnya, yang juga berada dalam pantauan kekasih Irene itu.

Setelah mengambil dua gelas sloki berisi tequila, Jennie kemudian berjalan menuju meja bar untuk diberikan kepada pelanggan.

Dia meletakkan minuman beralkohol itu bersama garam dan juga lime.

"Lime nya tidak perlu."

"Anda harus menggunakannya, setidaknya sebutir."

"Tapi aku menyukai yang murni."

"Tidak masalah. Anda bisa memakannya setelah tequilamu habis."

Pelanggan tersebut tampak mengerutkan kening. "Kenapa kau memaksa?"

"Tidak. Aku hanya ingin menyelamatkan anda dari efek alkohol yang anda konsumsi. Sebutir lime, setidaknya bisa mengurangi resiko mabukmu, juga memperbaiki fungsi levermu yang lambat laun rusak karna minuman itu."

Tertegun sejenak dengan ucapan Jennie, pelanggan tersebut akhirnya menyerah dengan membawa pesanannya. Termasuk dua butir lime yang Jennie sediakan.

"Thank you."

Kim Jennie mengangguk, dan mulai beralih ke pelanggan selanjutnya dengan senyum lega.

"Tolong, dua botol beer."

Dia mundur kembali untuk menuju rak dan menyiapkan pesanan selanjutnya.

Bersamaan dengan itu, dilihatnya Irene yang kini mendekat.

"Hei, kau sudah memikirkannya?"

"Entahlah..."

Mendengar jawaban Jennie yang tak bersemangat, Irene kontan membuang nafas.

"Apa lagi yang kau pikirkan? Bukankah itu kesempatan besar? Kau bahkan tidak perlu susah payah untuk menyingkirkan Lalisa, Jane."

Jennie mengabaikan sejenak ocehan sahabatnya itu. Untuk menyelesaikan dahulu pesanannya.

"Perlu tambahan es batu, Tuan?" tanyanya pada pelanggan tersebut yang baru saja menyambut minumannya.

"Tidak, terimakasih."

"Oke."

Setelah mengakhiri pesanan itu, barulah Jennie melanjutkan kembali pembicaraannya dengan Irene.

"Bagaimana bisa kau berpikir semudah itu? Dia adalah penguasa bar ini, Irene. Apa yang akan terjadi jika permintaan melayani tamu VIP itu justru datang padaku?"

"Peduli setan dengan si Manoban. Itu bukan salahmu, Jane."

"Tapi tetap saja, bagaimana aku melakukannya? Kau tahu bakat menariku adalah otodidak. Aku tidak pernah menari untuk orang lain, apalagi melakukannya secara profesional. Sudah jelas aku membutuhkan dia untuk membimbingku."

"Dan yang terjadi dia malah mengirimmu di bar ini, bukan?"

"Yeah!"

Jennie membuang kasar nafasnya.

Ini adalah malam ketiga dimana keberadaannya hanya sebagai asisten bartender saja. Yang mana sungguh jauh dalam rencana sebelumnya.

"Apa aku mencari pekerjaan lain saja? Aku mulai pesimis dengan semua ini." putusnya kemudian, yang segera dicegah oleh sang sahabat.

MoneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang