Song
Marry you
;Hari ini Sam resmi menjadi kepala rumah tangga, pernikahan yang hanya di lakukan di KUA itu tidak membuat Sam kehilangan senyum cerahnya, tak apa ini untuk kebaikan Hana agar phobia gadis itu dapat perlahan lahan menghilang.
"Kalian mau tinggal di rumah Papah atau Ayah?" Tanya Mamah Hana membuat kedua sejoli itu berpandangan sejenak.
"Hana tinggal sama Sam di kos, gapapa kan?" Ujar Sam, Papah Hana yang ingin protes di tegur oleh Mamah Hana agar tidak ikut campur.
"Boleh, nanti baju Hana di bawa ke sana, baju Hana yang di asrama, Saras anterin ke kos nak Sam ya?" Ujar Mamah Hana, membuat Saras mengangguk.
"Ya sudah, kalian pasti capek. Pulang langsung pada tidur ya, bajunya nanti bakal ada tenang aja." Ujar Mamah Sam membuat keduanya mengangguk.
Mereka berpisah, Sam pulang bersama Hana dan Saras, membiarkan kedua gadis itu bercerita di bangku belakang sedangkan ia yang menyetir mobil.
Sekitaran dua puluh menit, mobil Sam berhenti di depan gerbang sekolah, Saras harus merelakan dirinya yang berpisah dengan si sahabat dekatnya itu.
"Dadahh Hana, nanti sore gue kesana bawain baju baju lo." Ujarnya lalu langsung berlari kecil memasuki sekolah.
Mobil kembali melaju, lalu berhenti di sebuah kos-kosan berpagar tinggi, Sam keluar dari mobil di susul Hana yang ikut keluar dengan dada yang mulai berdebar.
"Ayo, mereka jam segini gak mungkin di luar rumah." Ajak Sam yang mengerti akan ketakutan Hana.
Mereka melangkah masuk, lorong kos sedikit panjang karena kamar kamar di sini banyak sekali, Hana berjengit kaget saat ada sesuatu yang menggeliat di kakinya.
Rupanya seekor kucing, gadis itu berhenti lalu berjongkok, mengelus bulu halus milik kucing itu sambil tersenyum gembira.
Sam yang menyadari Hana tidak mengikutinya menoleh, melihat gadis dengan balutan kebaya putih itu tengah mengulas senyum lebar pada kucing spesies anggora.
"Heh, ayo." Hana mendongak, gadis itu berdiri dan melangkah, matanya beberapa kali menoleh pada kucing itu, seakan tak rela meninggalkan hewan berbulu lebat itu.
"Suka kucing?" Tanya Sam.
"S-sedikit." Ujarnya gugup
"Besok beli kucing, buat temenin lo kalo lagi sendiri." Hana memandang pada pria yang tengah membuka kunci itu.
"Gak usah, Hana gak bisa urus kucing." Balasnya, ia tidak ahli dalam mengurus sesuatu.
"Gapapa, kan ada gue. Ayo masuk." Sam membawa Hana masuk, kesan Hana saat memasuki kamar kos Sam adalah nyaman, kamar tamaran karena seluruh tirai di tutup, di tambah cat kamar yang di dominasi warna hitam dan merah, membuat kesan elegan tersendiri bagi mata Hana.
"Kosnya bagus." Gumam Hana, Sam tersenyum samar, pria itu lalu beralih pada kulkas mini berisi minuman kaleng atau botol, membawa sekaleng soda dan sebotol susu perasa coklat.
"Nih minum susu, biar badan lo tinggian dikit." Hana menerima itu, tangan Hana yang bergetar membuat Sam tertawa.
"Astaga Hana, gue suami lo. Gak usah takut, gue gak akan jahat sama lo." Ujar Sam membuat Hana tersenyum tak enak.
Debaran jantungnya masih sangat terasa, Hana takut dirinya jadi tekena gagal jantung karena harus setiap hari bertemu dengan pria.
"Gapapa, gue bisa pelan pelan selesain masalah lo, kalo lo udah gerah mandi dulu aja, terus pake kaos gue yang ada di lemari kamar." Ujar Sam, pria itu memilih menjatuhkan dirinya di sofa depan televisi, menyetel siaran kartun berupa spons cuci piring yang tinggal di dalam laut.
"K-kak Sam, eumm H-hana kan gak bawa handuk." Cicitan Hana membuat Sam langsung menoleh pada gadis itu.
"Ah iya lupa, di lemari juga ada handuknya." Hana mengangguk lalu langsung memasuki kamar, menuju lemari dan mengambil handuk berwarna merah itu, sepertinya Sam menyukai warna merah.
Hana melepaskan bajunya di kamar, pikirnya akan susah jika di lepas di kamar mandi. Saat gadis itu tengah membelit tubuh kecilnya dengan handuk, Sam tanpa permisi masuk, membuat Hana menegang dan mencengkram handuknya kuat.
"E-eh sorry, gue mau ambil power bank." Ujar Sam sambil sibuk mengacak acak laci di dekat tempat tidur.
"Mana si aelah." Gerutu Sam, pria itu sudah membongkar lacinya namun tak ketemu juga.
Hana mulai merasa tak nyaman, gadis itu perlahan mendekat pada Sam, dan berdiri di sebelah pria itu.
"B-biar H-ana yang cari, kayak apa pbnya?" Ujar gadis itu, rambutnya yang tergerai membuat Sam susah payah meneguk ludah, bahu mulus Hana membuat kilas ingatan Sam merekam malam itu, Sam menggeleng pelan.
"Kak Sam?"
"Ah, warna putih, kotak kayak ponsel." Hana mengangguk, gadis itu bersimpuh duduk di lantai, membuat Sam mati matian menghembuskan nafas, paha mulus Hana membuat pria itu sedikit goyah.
"Ini?" Tunjuk Hana pada benda di tangannya, Sam langsung mengangguk, meraih itu dan berjalan pergi.
"Btw makasih Hana." Ujar Sam sebelum keluar dari kamar.
Hana menghirup oksigen sebanyak banyaknya, dadanya bergemuruh hebat, gadis itu hampir menangis karena ketakutan.
Tak mau sampai terulang kedua kalinya, Hana memilih langsung masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri.
---
Malam ini Sam tengah membuat makan malam, pria itu melarang Hana melakukan aktivitas apapun, kecuali tiduran, bermain ponsel, dan menonton tv.
"Han, nih makan." Ujarnya, sambil menyodorkan semangkuk mie instan pada Hana.
Gadis itu menerimanya dan berucap terima kasih, memakan itu dalam diam, namun matanya menajam saat setiap suap masuk ke mulutnya.
"Kenapa? Gak enak ya? Ke asinan atau gak ada rasa?" Hana menoleh, lalu menggeleng pelan sambil tersenyum kecil.
Jarak keduanya cukup jauh, Hana duduk di ujung sofa sebelah kiri, sedangkan Sam sebelah kanannya, layar tv menampilkan film horor yang di sambungkan dengan laptot Sam.
Sam sebenarnya ingin menegur Hana yang menggunakan daster berwarna pink dan biru itu, iya tadi sore setelah Saras membawakan bajunya gadis itu langsung berganti pakaiannya sendiri.
Sam hanya mampu meringis saja, bingung mau menegur yang bagaimana. Kalaupun ia tegur juga Hana tidak salah, gadis itu mengenakan daster yang menutup lutut.
"Han, deketan coba." Ujarnya, bukannya mendekat, Hana malah makin memepetkan diri pada pinggiran sofa.
"H-hana masih takut." Sam yang menyeruput mienya sedikit tersedak, dirinya ternyata menakutkan juga ya.
"Ekhm... gue gak gigit kok, gapapa, katanya mau latihan ilangin phobia." Terpaksa Hana mendekat, namun tidak sedekat itu juga, gadis itu tidak bisa terlalu dekat atau akan refleks memukul.
"Liat mata gue." Ujar Sam, Hana menoleh dan relflek memukul wajah Sam.
"Anjing kena gebuk." Rintih pria itu sambil mengelus wajahnya.
"Y-ya maaf, m-muka kak Sam terlalu deket, refleks Hana itu jelek." Ujar gadis itu tangan kecilnya berusaha mencoba menyentuh Sam.
"S-sakit ya? M-maaf ya kak." Sam mengangguk, pria itu sibuk mengelus area pipi dan hidung akibat pukulan dari Hana.
"Hah, gue yang salah terlalu deket, maaf bikin lo kaget." Ujar Sam, laki laki itu berlaku seakan tidak terjadi adegan pukulan tadi, ia malah lanjut makan.
"Lo tidur di kamar sama gue, kan?" Hana batal memasukan mie ke dalam mulutnya, gadis itu menatap pada Sam yang menatapnya juga.
Hana membuang pandangan, lalu menggeleng pelan atas ucapan Sam, "Hana di sini aja kak, kak Sam aja yang tidur di kamar." Sam menghembuskan nafasnya.
"Lo aja yang di kamar, gue abis ini mau pergi, pulang agak larut. Pintu kamarnya di kunci aja dari dalem, gue gak yakin juga bakal pulang atau gak." Ucapan Sam membuat Hana tak enak, sepertinya laki laki itu sengaja pergi agar dirinya nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Androphobia( S1) Tamat
ChickLit(S2 ; On Going) masih satu lapak Tuhan itu menciptakan Adam dan Hawa. Tapi bagaimana jika gadis cantik yang tengah duduk di bangku SMA akhir ini takut dengan kaum Adam? Melihat kaum Adam layaknya tikus, hewan yang ia takuti. Melihat pria dari jarak...