Phobia

146 28 3
                                    

Song
Telenovia - Reality Club
;
Lagunya gak bersangkut paut sih sama cerita di bawah, pengen aja gitu kasih nih lagu ke kalian, bukti bahwa aku adalah tipikal yang hobi ngoleksi kegemaran mas mantan, iya soalnya ini lagu kesukaan si mantan, fyi Ibu Peri kalian masih gamon berat
;

Hana memilih pulang duluan, pikirkan saja jika Hana pulang sesudah Sam, bisa bisa akan timbul ratusan pertanyaan yang akan beranak pinak.

Gadis itu berjalan lunglai saat sudah mendengar secara detail kenapa sahabatnya begitu terlihat murung.

Dia menarik nafas sampai tersendat, berjongkok di samping motor yang sudah terparkir di garasi, ia ikutan menangis juga.

"Buruk banget sih?!" Dia menunduk sedalam dalamnya, nafasnya tidak teratur kilasan kilasan yang paling ia hindari muncul memeka telinganya dan mengisi pikiran Hana.

Hana menarik nafas dengan tidak tenang, ia menoleh kanan dan kiri. Di sini jauh dari dapur ia menahan diri yang siap jatuh dan berjalan cepat ke dapur.

Dadanya bergemuruh, ia meraih gelas dengan tangan yang bergetar hebat, ia menahan nafasnya sejenak untuk menetralisir rasa sakit yang menjalar di jantungnya.

Selepas minum Hana memilih duduk sambil mengatur nafas, panic attack nya benar benar kacau kali ini, bahkan itu menimbulkan suara suara tawa orang orang yang ingin menodainya dulu.

Nafasnya memburu hebat, ia memukul dadanya pelan sambil terus mengatur nafas.

"Please jangan sepanik ini." Gumamnya sambil terus mengatur nafas, ia menelungkupkan wajahnya pada meja, menghela nafas berat hingga serangan panic attack itu hilang perlahan.

Ia meraih minum lagi, menikmati air putih itu dengan perlahan, Hana mengacak rambutnya yang tercukir, memikirkan tentang sahabatnya yang ah, menyebutkannya saja Hana tidak sanggup.

"Hehe dunia emang beneran kejam, apa isi otak otak manusia di dunia ini? Bener bener, manusia polusi."

Ia menyangga kepalanya dengan satu tangan, pandangannya menerawang dalam ia menoleh pada hoodie hitam yang ia kenakan, senyumnya terbit sedikit.

"Kapan, kapan gue bisa bebas dari phobia dan panik panik sialan ini? Gue mau balik ke diri gue sendiri." Hembusan nafas Hana memberat, perempuan itu bergidik pelan karena entah mengapa ia tiba tiba saja merasakan jijik.

"Di pikir pikir, kenapa gue tadi siang kalem gitu ya? Padahal gue bisa bungkam mulut Ibu-Ibu itu, alah enggak bisa emang dasarnya udah kelamaan jadi cewek soft." Hana menggaruk tenguknya lalu kembali berpikir.

"Jantung gue aman gak ya, setiap hari kerjaanya cuma takut, deg-degan, tremor mulu? Curiga, phobia gue ilang jantung gue kenapa kenapa." Gumaman ngawurnya makin panjang.

Ini adalah Hana, tidak ini Qia. Qia si gadis galak yang suka sekali berkumpul dengan teman laki lakinya jika di sekolah.

Qia gadis yang mulanya penuh senyum dan kata kata yang begitu pedas kini menjadi Hana yang lembut bertutur kata dan hanya bungkam saat di pojokkan, sekuat itu rasa traumanya hingga menghilangkan jati dirinya yang asli jika bersama orang lain.

"Saras, gue harus gimana Ras. Gue gak ngerti harus ngapain." Pikirannya kembali pada Saras, tangis dan cerita gadis itu yang penuh isakan membuat Hana benar benar di buat pusing dan berpikir keras.

Androphobia( S1) Tamat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang