Phobia

162 25 1
                                    

Sam menapaki pelataran rumahnya, laki laki itu tersenyum kecil, dia rindu kehangatan rumah ini, rindu itu sudah lama ia simpan.

Sam melangkah, untungnya ia selalu memiliki kunci cadangan rumah ini, memudahkan dirinya jika harus datang malam malam.

Sam membuka pintu itu perlahan, berniat membuat kejutan untuk sang Mama, namun gerakkan nya berhenti di ambang pintu saat mendengar cekcok yang bisa ia kuping dari depan sini.

"Ya tapi Mas tau, itu ulah Papa nya Hana! Kenapa malah gak di tegur?!" Suara isakan juga terdengar.

"Mau tegur gimana? Memangnya kamu mau kalo anak kamu makin di siksa diem diem gitu?" Kening Sam berkerut, ada apa dengan Papa mertuanya?

Sam tetap diam di sana, tak bergerak sedikitpun. Ia ingin mendengar jelas semuanya.

"Mas! Kamu berpikir terlalu jauh, padahal bisa aja dia malah berhenti buat jahatin Samudra!"

"Ma, cukup. Papa udah pikirin mateng mateng soal ini, Papa juga takut kalo sampe Papanya Hana kenapa kenapa, Hana bakal benci ke Sam." Sam mengerut makin dalam, ada apa sebenarnya?

"Mas! Aku yakin, Hana gak akan sebodoh itu buat benci Sam! Lagian itu juga kesalahan Ayahnya!"

"Setelah anak kamu itu ambil dunia Hana? Setelah dia rengut masa depan Hana?! Kamu yakin Hana gak benci sama anak kamu?! Apa kabar kalo sampai Ayahnya yang jadi satu satunya orang paling baik yang ketemu sama dia, di hancurin sama orang tua laki laki yang udah rengut masa depannya?! Pikir ke sama Ma." Hening cukup lama, genggaman Sam pada pintu menguat, benar kata sang Papa, apakah Hana membencinya?

"Mas, tapi Papa Hana hampir bunuh Sam!" Sam mematung lagi, matanya menatap polos pada ubin lantai, dia paham sekarang.

"Papa Dino yang jadi dalang waktu gue di tusuk?" Gumamnya pelan.

Sam merenung sejenak, menghirup banyak oksigen atas apa yang barubia sadari.

"Ma! Itu kecewanya orang tua! Bahkan kalau Hana anak Papa, Papa bakal bunuh laki laki yang bikin dia begitu."

Sam mundur, laki laki itu mengunci pintu lagi lalu menghela nafas dan pergi dari sana, luka pada perutnya bahkan belum sepenuhnya sembuh namun luka hatinya lagi lagi di buka lebar.

"Kenapa dah, idup gue lama lama mirip drama gini." Gumamnya sambil menyalakan mesin mobil dan bergegas pergi dari rumah.

Sam mengemudi santai, bahkan laki laki itu beberapa kali menggumamkan lagu lagu yang ia putar di radio mobil.

Perumahan baru Sam harusnya berbelok ke kiri, namun laki laki itu memilih lurus saja dengan kecepatan yang tak kencang sama sekali.

Ia memberhentikan mobilnya di rumah dengan cat yang masih sama dengan terakhir kali ia datang ke sini.

"Terakhir gue ke sini, gue di gebukin. Sekarang gue yang gebukin tuan rumahnya kali ya?" Ujarnya, lalu turun dari mobil dan menekan bel di dekat pagar.

Tak lama, keluar seorang pria yang ia yakini adalah Ayah mertuanya, senyumnya timbul saat melihat pria berkharisma itu tengah membuka pintu pagar.

"Malem Pa." Ucap Sam, dam di balas anggukan kepala.

"Ayo masuk, Hana mana?" Sam menurut, mengikuti gerakkan Ayah mertuanta yang menggiring masuk ke rumah.

"Udah tidur, terus Sam tinggal ke rumah Mama sebentar, ambil beberapa barang yang Mama beliin, terus sengaja mampir ke sini. Ada yang mau Sam obrolin sama Papa." Mereka duduk di kursi dalam, hanya berdua entah kemana perginya sang Mama.

"Apa? Ada yang penting?" Sam tersenyum lagi.

"Ini Pa." Ujarnya sambil menunjuk pada perban di perutnya.

Androphobia( S1) Tamat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang