Selamat baca! Btw engga fi di revisi, jadi kalo ada typo tolong tandain ya? Terimakasih!!
Cuaca sedang tidak kondusif, terlebih untuk Rayan. Bocah itu beberapa kali mengalami demam tinggi yang membuat Hana maupun Samudra menjadi kelimpungan sendiri.
"Masa anaknya diajak main air hujan sih, udah jelas-jelas anak itu sakit kak. kenapa bisa-bisanya malah ngajakin kalian main air hujan!" ucapan kesal Hana membuat Sam menjadi merasa bersalah.
"Maaf Han, tadi dia lari duluan. Aku ajakin masuk malah nangis, kasian kalo dia nangis." Balasan Sam makin mengundang kemarahan Hana.
"Terus kalo dia sakit tega gitu? Kamu ini emang kebangetan banget." Sam meringis, pria itu mengerikan rambut dengan handuk sambil sesekali melirik pada Hana yang tengah menyuapi Rayan makan
"Ray juga gak boleh nakal! Kamu masih sakit, siapa yang mau obatin kalo Ray sama Papa sakit?" Bocah itu hanya diam sambil memainkan sebuah mainan truk kecil di tangannya.
"Marah ke aku aja, jangan ke anaknya. Aku yang salah, Ray jangan dibentak bentak gitu." Ucapan Sam membuat Hana menghela nafas berat.
Hening melanda ruang makan, hanya suara cuitan kecil dari mulut Rayan yang menyibukkan keheningan itu.
"Han." Panggilan dari Sam membuat Hana berdehem pelan.
"Aku boleh ke rumah Naura, nggak?" Gerakan Hana yang menyuapi anaknya jadi terhenti.
Mata wanita itu menatap suaminya sinis sebelum melanjutkan aktivitasnya lagi, "Terserah."
Sam menghembuskan nafas lalu menampakkan wajah memelas, "Naura katanya kejiwaannya sedikit terganggu, siapa tau aku di san--"
"Satu fakta yang perlu kamu inget, dulu dia cinta mati sama kamu." Suasana kembali hening, Sam hanya menatap pada Hana yang memasang wajah kesal.
"Kamu ikut aku deh, gimana?" Hana masih diam, membuat suaminya itu kian jengkel.
"Suka suka kamu aja lah, kurang baik apalagi aku selama ini ke kamu? Makin kesini kamu itu makin semena mena ke aku Han, aku ini suami kamu kalo kamu lupa. Harusnya ucapan kamu lebih halus ke aku." Wejangan Sam membuat Hana meletakkan piring makanan Rayan kemeja dengan kasar.
"Udahlah, dari dulu kalo bahas Naura juga ujungnya kamu bakalan maki maki aku. Dan ya, kalo kamu mau jenguk mantan kamu itu, silahkan aja." Hana beranjak sambil membawa Rayan menuju kamar bocah itu.
"Ck bangsat."
---
Sam tidak gentar karena makian Hana, laki laki itu memilih untuk tetap pergi ke rumah sang mantan, wajahnya sedikit pias saat melihat tubuh kurus Naura dan pandangan kosong gadis itu.
"Dia gak mau di bawa ke rumah sakit jiwa, Ibu sampe bingung harus gimana." Curhatan itu membuat hati Sam makin tercubit.
Andai saja, dirinya tidak melakukan kesalahan gila pada Hana, sudah pasti semuanya tidak akan seburuk sekarang.
"Nau? Kamu mau makan?" Sam berusaha menatap mata gelap itu, pandangannya kosong dengan guratan kesedihan yang tidak bisa di bantah.
"Liat, aku bawain roti melon kesukaan kamu, mau? Aku suapin ya?" Mata nya hanya melirik sekilas, kemudian beralih menatap jendela lebar dihadapannya.
"Pergi." Sam tersenyum, laki laki itu mengelus jemari pucat Naura.
"Aku baru sampai, aku mau liat kamu makan dulu, makan yuk?" Gadis itu menggeleng kuat, menarik jemarinya yang tergenggam dengan kasar.
Naura melangkah menjauh, meninggalkan Sam dan Ibu nya yang saling tatap resah.
"Ibu tenang ya, Sam bujuk Naura dulu." Sam pergi melangkah, mengikuti punggung kecil yang mulai beranjak menaiki anak tangga.
Langkahnya memelan, mengamati gerakan perlahan Naura yang seperti kehilangan semangat hidupnya.
Gadis itu masuk ke dalam kamarnya, menutup pintu kasar, Sam kembali naik, membuka pintu coklat tua yang menjadi kamar Naura dengan perlahan.
Kamar itu nampak kotor, berantakan dan banyak pecahan barang di lantainya.
Naura duduk di kursi meja belaja, matanya kembali menatap loteng rumah kosong. Sam menghampiri gadis itu, mengusap rambut kusut Naura dengan telaten.
"Makan di sini ya? Ini toko roti melon kesukaan kamu, mau? Satu suap aja deh." Naura menghela nafasnya sambil mengangguk.
Sam langsung membuka bungkusan roti nya, menyodorkan roti bulat itu kehadapan Naura dengan senyum tipis.
"Enak? Mau lagi?" Kunyahan Naura berhenti, tangan pucat nya menggenggam lengan Sam erat.
"Maafin aku, maaf." Tangis gadis itu pecah, membuat Sam langsung menarik Naura kedalam dekapannya, membisikan kata tenang yang semoga saja bisa menolong tangisan Naura.
"Aku kecewa waktu itu, aku minta maaf, andai waktu itu otakku bisa berpikir jernih, aku gak akan mengiyakan tawaran Papa Hana, maaf." Sam mengangguk, laki laki itu melepaskan dekapannya, ia menyodorkan kembali roti yang sempat Naura gigit.
"Makan dulu aja, ya? Jangan nangis, lagian semua udah berlalu, gak perlu ada yang di sesali, aku mau berterimakasih sama kamu, karena kamu juga'kan? Papa Hana bisa dapat hukuman seumur hidup? Udah ya? Kesalahan kamu, udah kamu tebus dengan itu, jangan ngerasa bersalah terus." Naura tersenyum getir, gadis itu menghembuskan nafasnya seiring dengan bulir bening yang kembali menetes.
"Hana benci aku?" Sam mengerjap, laki laki itu mengulum bibirnya gugup.
"Hana baik, dia gak benci orang lain." Naura mendongak, kembali tersenyum tipis.
"Aku jahat dong? Soalnya aku sempat benci Hana." Sam menggeleng tegas, ia kembali menyodorkan roti ke arah Naura.
"Engga, fifty fifty? Di awal aku katakan iya, tapi di akhir kamu baik, kamu merelakan diri kamu sendiri." Sam menepuk kepala Naura pelan.
"Good girl, kamu orang baik, sangat baik Nau." Sam tersenyum, mengelus pipi Naura lembut.
"Kamu, masih cinta aku Sam?" Sam membeku, laki laki itu bingung menanggapi, Sam memilih berdiri dan berjalan menuju balkon yang pintunya terbuka lebar.
Naura menyusul, menatap punggung lebar yang bersandar dipagar besi, "Kalo bisa jujur, aku masih ada rasa sayang sama kamu, kalo engga ada, mana mungkin sekarang aku ada di sini?"
Sam berbalik, menghadap ke arah Naura yang diam saja, "Tapi maaf, aku gak bisa sama kamu, aku gak mungkin sama kamu, aku punya Hana, aku punya anak aku sekarang, aku gak akan ngebiarin anak aku kenapa kenapa." Naura menelisik mata tajam itu, gurat senyumnya timbul dibarengi anggukan.
"Aku tau, aku juga ngerti. Kamu sekarang udah punya kehidupan kamu sendiri, begitu juga aku, aku lepasin kamu, aku biarkan kamu sama Hana. Tapi aku mohon, jangan lupain aku ya? Inget janji kita, mau bagaimana pun kita nanti, kita harus tetap saling kenal." Naura mendekat, merengkuh tubuh Sam dengan air mata yang kembali menetes.
Sam juga memeluk erat tubuh mungil mantannya itu, mengusap punggung yang dulu selalu menjadi alas ketika dirinya bermain laptop dengan senyum tipis.
"Aku bakalan selalu kenal kamu, kamu itu hidupku Nau, aku gak mungkin lupa sama kamu."
Pelukan mereka sore itu jelas menyakitkan, dan juga menyakiti hati seorang perempuan di halaman rumah Naura, perempuan yang kini meremas baju nya sendiri sambil menahan air mata yang nyaris tumpah.
"Aku yang salah kak, udah bikin kamu sama dia pisah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Androphobia( S1) Tamat
Chick-Lit(S2 ; On Going) masih satu lapak Tuhan itu menciptakan Adam dan Hawa. Tapi bagaimana jika gadis cantik yang tengah duduk di bangku SMA akhir ini takut dengan kaum Adam? Melihat kaum Adam layaknya tikus, hewan yang ia takuti. Melihat pria dari jarak...