Phobia

146 21 2
                                    

Bibir pucat itu membuatnya nampak semakin kacau, kantung mata yang membesar dan mata yang menatap kosong kedepan benar benar membuat semua orang yang melihatnya jadi khawatir.

"Jangan ngelamun Na." Teguran itu sudah berkali kali dilontarkan, namun si pemilik diri masih kekeh untuk diam dengan pandangan kosong.

"Saras bakalan baik baik aja, percaya ya?" Hana mengangguk kecil, matanya memejam pelan merasakan pusing yang mendera kepalanya.

"Udah lebih dari satu minggu kak, Saras gimana?" Sam tak dapat menjawab, ia pun bingung atas hal ini.

"Ada, Saras baik baik aja di satu tempat Na." Usaha Sam untuk meyakinkan Hana rasanya hanya hal percuma, perasaan gundah perempuan itu masih terlalu kuat jika hanya di tenangkan dengan kata-kata.

"Ini salahku ya?" Cicitnya pelan, Sam mengusap surai panjang istrinya dengan sayang sambil menggeleng tegas.

"Gak ada yang salah di sini." Ujarnya, Hana malah terkekeh miris sambil melirik ke arah Sam.

"Ini salahku, coba aja aku tetep sama Saras pasti dia gak akan begini." Sam hanya mampu menghela nafas gusar, Hana ini berpendirian kuat.

"Mau makan? Atau mau minum susu aja?" Sam berusaha mengalihkan topik pembicaraan mereka, sudah mulai merasakan kegelisahan dari sorot mata Hana.

Sam sudah selesai dengan skripsiannya, laki laki itu tinggal melakukan sidang akhir lalu semua akan selesai. Membayangkan laki-laki itu mengerjakan skripsian terburu-buru dan sambil mencari bukti kasus sungguh memprihatinkan.

"Saras makan belum ya?" Sam membuang mukanya, tak sanggup menatap wajah Hana yang kian sendu.

"Mau makan apa nih? Aku masakin aja gimana?" Perempuan itu menggeleng, menarik kakinya sebatas dagu lalu menunduk dalam dan tak lama suara isakan itu datang, membuat Sam jadi panik sendiri.

"Na? Please udah ya? Jangan nangis terus, Saras pasti baik baik aja." Hana mendongak, menatap Sam dengan wajah yang sudah basah.

Laki laki itu mencium kening Hana, meresapi ciumannya lalu menatap netra legam milik sang istri yang masih mengeluarkan air mata.

"Aku mohon dengan sangat Na, jangan gini terus. Kamu bisa stres dan itu bisa bikin janin kamu kenapa-napa." Hana mengusap pipinya perlahan, membuat Sam menyunggingkan senyumnya dan meraup pipi Hana dengan tangannya.

"Jangan nangis terus? Aku janji, janji bakalan bawa Saras kehadapan kamu dengan kondisi baik tanpa kurang satupun." Hana mengangguk penuh percaya membuat Sam langsung memeluknya erat.

"Tunggu ya Na, aku bakalan tanggung jawab untuk semuanya."

Hana mengangguk didalam pelukkan Sam, perempuan itu juga memeluk erat suaminya, mendalami pelukkan mereka yang rasanya begitu baik untuk dijadikan sandaran.

"Kak?" Sam menggumam sebagai jawaban, tangannya senantiasa mengelus punggung Hana dengan lembut.

"Aku mau ketemu dua orang yang waktu itu." Sam menunduk, menatap bingung pada Hana.

"Siapa? Memangnya kamu pernah ketemu siapa?" Hana mengukir bentuk abstrak di dada bidang Sam, membuat laki laki itu memejamkan matanya.

"Itu, kakak laki laki temennya kak Sam." Sam sejenak berpikir namun kepalanya langsung mengangguk karena mengerti siapa orang yang dituju.

"Kamu berani? Beneran mereka?" Hana mengangguk.

"Bener mereka, dan salah satunya kak Sam." Sam mengerjap, menukikkan alisnya terkejut.

"A-aku Na? Aku? Kamu yakin aku?" Sam dengan rasa kalutnya langsung mendorong Hana sedikit menjauh.

"Ada ceritanya, aku inget semuanya lagi." Ujaran penuh nada gemetar itu membuat Sam kembali tak tenang.

Androphobia( S1) Tamat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang