Bersorak buat hari ini dulu guys, seorang Samudra Algifandi, anak bapak Fandian Jhonatan bisa bikin orang phobia jadi berani, kapan lagi yakan.
Nyengir adalah kewajiban gue setelah berhasil bikin Hana enggak takut, bahkan Yasha sama Winata udah natap muka gue dengan komuk enek parah.
"Sekali lagi lo cengengesan gue jejelin sabun mandi Sam." Udah gak usah nanya itu siapa, udah pasti si Yasha, bontot kampret yang overdosis kampretnya.
"Yaelah, senyum itu berkah. Senyum itu pahala, sebagian dari iman. Bagus dong gue suka senyum gini."
"TAPI JATOHNYA LO KAYAK ORANG FREAK!" Buset, gue jamin ini seluruh kota denger teriakan ngelengking Yasha.
"Yas! Jangan teriak elah, sebelah ada yang punya bayi. Di gedik otak lo nanti, makin gak ada otak yang ada." Winata bersuara Yasha udah pasti makin kesel.
"Bacot emang lo berdua."
"Ngaca anjir, elo dulu ya yang tereak seenak jidat." Yasha nyengir, lalu ngecopot sepotong kue yang mereka bawa, definisi bawa sendiri makan sendiri.
"Hana mana? Kagak keliatan batang idungnya?" Tanya Winata sambil celingak celinguk.
"Kepo aja, mau di apain bini orang? Jangan di gas juga Win, inget tante girang lu udah lima." Kan, mulutnya Yasha itu kalo di sandingin sama boncabe level enam puluh, gue yakin si boncabe minder itu.
"Aelah, otak lu tante tante mulu." Winata mencoba sabar.
"Ada noh di belakang, lagi bikin makan malem buat kalian." Mereka ngangguk paham, emang curut curut berbakti.
"Ngomong ngomong, ada yang mau gue omongin nih Sam." Alis gue naik sebelah, mandang ke arah Winata yang udah lirik lirikan sama Yasha, oh tau gue mereka mau nanya apaan.
"Jangan kepo deh, urusan gue sama abang lo pada."
"Ah gak asik! Emang susah ngobrol sama psikolog, orang nyengir aja mereka bisa nebak pikiran bahagianya." Gue ketawa cool dengerin ucapan Yasha.
"Elah, belom jadi gue. Lagian psikolog kagak semua baca komuk terus ya ngerti keadaan, gue feeling aja sih, bau bau wajah kepo kalian kecium banget."
"Alah, sok misterius emang lo."
"Maaf, saya sih emang misterius anaknya." Balas gue sambil naik nurunin alis percaya diri, sok cakep dulu yakan.
"Muka abang gue tegang banget asli kelar ngobrol sama lo." Gue diem sejenak, hahaha tegang? Buat apa?
"Ya elah, di bilang kagak usah kepoan juga. Nanti lo juga tau kalo udah waktunya."
"Ya deh, nurut sama Samsudin."
"Eh, ngomong ngomong Samsudin, kemaren pak Cahyo nyariin elo, ketemu?"
"Bapak bapak yang pake kemeja merah gelep?"
"Iya, oh lupa ingetan lo kabur."
"Paan sih, kenapa kalian kagak cerita soal itu ke gue?" Yasha dan Winata berpandangan.
"Cerita apaan?"
"Gue yang nyuruh bapak bapak itu kejar mobil--
"--mobil paan sih? Pak Cahyo suruh kejar angkot yang lo pake? Lah elo yang ngapain ngasih motor lo ke pak Cahyo, Samsudin?"
"Elo gak di ceritain sama pak, Cahyo?" Dua dua nya saling kontak mata lagi terus geleng barengan.
"Bujet, ya udah."
"Tuh anak anjing emang, cerita kagak pernah mau di kelarin dulu." Yasha misuh misuh pelan.
"Dah lah, kalian ntar baliknya cepetan, kagak ada acara begadang di sini." Gue peringatin wajah wajah susah mereka.
"Aelah, takut amat di gangguin reproduksi, santai aja kali. Kita ini tau kok kalo begitu kagak boleh di ganggu." Gue cuma bisa senyum kecil, engga mungkin juga gue kasih alesan gue kagak bolehin mereka nginep.
"Kelar makan cabut ya lo berdua."
"Mau kemana dah? Kita ikut ngapa." Ujar Winata sok gemes, tapi emang mukanya bener bener gemesin gitu.
"Dah dah, bocil bocil gak usah kepo."
"Sialan! Tua gue ya."
"Yah sesepuh." Gue membungkukan setengah tubuh ke arah Winata, niat ngeledek.
"Kak? Ayo makan dulu."
---
Curut curut penurut, mereka benar benar pergi setelah makan. Tidak sih, ada jeda beberapa puluh menit sebelum mereka benar benar pergi.
"Na? Di rumah sendirian berani?" Hana menatap ke arah Sam yang tengah memakai jaket dan jam tangan.
"Kenapa emangnya?"
"Aku mau pergi, pulangnya mungkin sedikit malem, boleh?" Hana diam sejenak lalu mengangguk.
"Iya silahkan."
"Jangan nungguin, aku pulangnya gak pasti, lebih dari jam setengah sepuluh tidur aja duluan ya?" Hana mengangguk lagi lalu mengikuti Sam yang berjalan keluar.
"Mau pergi kemana sih?" Sam berhenti, menoleh ke arah Hana yang masih berdiri di ambang pintu kamar.
Sam tersenyum sejenak lalu kembali melangkah ke arah Hana, memandang wajah mungil menggemaskan itu sejenak lalu mengecup bibir pink itu.
"Sebentar aja."
"Aku bukan tanya jamnya, aku tanya kak Sam mau kemana?" Sam diam lalu menjilat lidahnya untuk menghilangkan gugup.
"Janji sebentar."
"Kak."
"Aku pergi dulu, oke? Tidur duluan kalo lama." Sam pergi, meninggalkan Hana sendiri dengan raut gadis itu yang kebingungan.
Raung mesin mobil membuat Hana menghela nafasnya, lalu perempuan itu masuk ke dalam kamar, dan kembali keluar dengan pakaian full hitam, membuat siapa saja yang mengenalnya dalam sisi lembut pasti akan tertawa.
Hana menghela nafasnya, ia melangkah cepat keluar lalu mengambil motor besar milik Sam yang menganggur.
Ia keluar dari rumah, tak perduli dengan gerbang yang terbuka ia lekas menancapkan gas motor dan mengikuti Sam yang mungkin sudah cukup jauh.
Hana mengamatin kitaran jalanan yang ramai, ia menangkap mobil Sam yang sedikit jauh dari jangkauannya, ia sedikit mengebut hingga dirinya dan mobil Sam hanya berjarak dua mobil saja.
"Dia mau kemana?" Alis Hana berkerut, terus mengikuti suaminya yang berjalan dengan santai.
Ia mengerjap pelan saat tahu ini arah jalan kemana, Hana memelankan laju motornya karena jalanan ini sepi membuat motornya terlihat mencolok.
Dan benar dugaan Hana, mobil itu berhenti di rumah yang tak asing bagi Hana. Perempuan itu melepaskan helmnya lalu mengamati dari kejauhan.
Sam nampak mengetuk pintu rumah itu beberapa kali hingga seseorang yang tak asing bagi Hana muncul dengan raut acak acakan.
Hana membolakan matanya saat melihat orang yang selalu ceria itu terlihat kusam, redup dan murung.
"Ngapain kak Sam ke sini?" Hana mengamati, lalu memotret beberapa gerakan mereka.
Matanya jeli, menatap suaminya yang tengah bercengkrama canggung pada seseorang yang ia kenal.
"Dia kenapa kusam banget? Terakhir kali dia baik baik aja." Perasaan Hana mulai resah, apa yang terjadi sebenarnya.
Sam memeluk seseorang itu, dan orang itu tampak menangis di pelukkan Sam, alis Hana makin berkerut dalam.
"Aku beneran gak ngerti." Hana turun dari motor dan berjalan mendekat dengan hati hati, hingga gadis itu tiba di belakang mobil Sam.
Suara isakan itu membuat mata Hana ikutan memanas juga, orang itu adalah orang paling terbaik yang pernah ia temui selain keluarganya.
"Kamu kenapa Saras."
KAMU SEDANG MEMBACA
Androphobia( S1) Tamat
ChickLit(S2 ; On Going) masih satu lapak Tuhan itu menciptakan Adam dan Hawa. Tapi bagaimana jika gadis cantik yang tengah duduk di bangku SMA akhir ini takut dengan kaum Adam? Melihat kaum Adam layaknya tikus, hewan yang ia takuti. Melihat pria dari jarak...
