Gadis itu membuka pintu rumahnya dengan wajah kusut dan tak bertenaga, matanya membengkak akibat menangis, pipinya memar dikanan dan kiri, gadis itu menahan sesak yang rasanya ingin ia keluarkan.
Ia masuk kedalam rumah, menutup pintu itu lalu menguncinya dan merosot sambil menangis histeris, ia menggosok seluruh bagian tubuhnya kasar, mungkin gadis itu kini membenci dirinya sendiri.
Isakan itu makin keras, namun redam karena wajahnya ia sembunyikan dilutut. Gadis berambut panjang itu memukuli kakinya dengan kencang, isakan memilukan itu membuat siapa yang mendengarnya pasti ikutan iba.
"Gue kotor, gue benci diri gue sendiri." Ujaran lirihnya begitu mencekik, suara pelan sayunya dan pandangan kosong itu benar benar tragis.
"Gue mau mati, gue gak bisa begini terus." Gadis itu bangkit dari duduknya, berjalan perlahan menuju dapur.
Matanya berkeliling mencari sesuatu yang bisa membuatnya mati, matanya menangkap sebilah pisau dan gunting, ia mendekatkan langkahnya kearah dua benda tajam yang berada di dekat watafel cuci piring.
Matanya menelisik pisau tajam itu terlebih dahulu, ia menggoreskan pisau itu pada jarinya, mengecek ketajaman pisau dapur miliknya.
Matanya menggelap, ia menggengam pisau itu erat, hingga pisau itu berhasil menyobek pergelangan tangannya, gadis itu memandangi darah yang mengalir, ia merosot lagi kelantai karena tubuhnya melemas.
Ia menarik gunting lalu menusuk gunting itu kekakinya, ia memekik pelan saat gunting itu menusuk kaki jenjangnya, gadis itu tidak menangis namun malah tersenyum samar.
"Manusia kotor kayak gue emang harus mati, gue gak akan pernah maafin diri gue sendiri. Maaf Hana, maafin gue." Pandangannya mengabur, gadis itu memejamkan matanya erat menikmati sensai nyari dan pusing.
"Ya Tuhan, maaf." Matanya menutup sempurna, hanya ada dia sendirian dan kegelapan kini.
---
Sementara itu, Hana sedang menatap kosong pada meja pantry sambil mengaduk susu coklat untuk Ibu Hamil, gadis itu mengaduknya perlahan lalu hendak meminumnya.
Namun suara derap langkah kaki membuatnya urung meminum susu itu, Sam berdiri tegap dengan balutan kemaja biru navy dan celana bahannya.
"Udah makan?" Hana menggeleng pelan, Sam mengelus rambut perempuan itu dengan tatapan teduhnya.
"Makan yuk? Aku bawain soto Banjar kemauan kamu."
"Kak."
"Iya sayang?"
"Gimana soal Saras?" Sam diam sebentar.
"Belum Na, susah."
"Kalo soal kakak tingkat kak Sam?"
"Lagi di proses dan ditanyai lebih lanjut."
"Susah ya nemuin Sarasnya?" Suara lesu Hana membuat Sam jadi mengigit bibir bawahnya, laki laki itu sudah sangat lelah sekali.
"Na, jangan gini terus." Ujarnya lembut, laki laki itu memegang kedua bahu istrinya sambil menatap perempuan berbadan dua itu serius.
"Semua masalah itu pasti ada jalan keluarnya, ada solusi, dan ada titik cerah. Kalo kamu lebih milih buat terus terusan ada di masalah, kamu gak akan bisa nemuin ketiganya tadi."
"Jangan begini lagi. Inget, kamu harus kuat. Oke?" Hana tersenyum samar, ia juga lelah harus memikirkan semua ini.
Telfon dari ponsel perempuan itu membuatnya segera mengangkat, tertera dengan jelas nama seseorang yang selalu ia pikirkan akhir akhir ini, tanpa perlu berlama lama ia segera mengangkat telfon itu dengan raut sumringah.
"Saras? Saras? Ini Saras ya?" Ucapan Hana membuat Sam mendekat pada perempuan itu, menguping pembicaraan.
"Maaf neng Hana, ini Bi Uni, tetangga neng Saras. Anu, tadi Bibi liat neng Saras pulang, terus Bibi ikutin..."
"T-terus Bi?" Hana menoleh menatap Sam bingung, sedangkan laki laki itu masih setia mendengarkan.
"Bibi mau masuk tapi dikunci, saking khawatirnya jadi Bibi mintain tetangga buat dobrak, Neng Hana jangan kaget ya? Tolong ke RS yang ada di deket rumah ya Neng, cepet."
Sambungan itu terputus sepihak, Hana menatap Sam yang juga menatapnya serius, laki laki itu mengangguk sekali sebagai jawaban atas apa yang Hana pikirkan.
Keduanya segera keluar rumah dan pergi ke rumah sakit itu, Hana banyak merapal doa diperjalanan, ia tak mau mendengar kabar tak enak lagi.
"Kak, Saras kenapa ya?" Sam mengeratkan genggaman tangannya pada Hana, laki laki itu lebih memfokuskan matanya pada jalanan.
"Kak, Saras baik-baik aja'kan?" Sam mengangguk samar, laki laki itu tidak tau harus berbuat apa, ia hanya terus mengeratkan genggaman tangannya pada telapak kecil Hana.
Mereka sampai juga di pelataran rumah sakit, entah kenapa Hana tiba-tiba menangis hanya karena melihat gedung bertingkat bercat biru itu.
"Shht, kamu kenapa? Jangan nangis Hana." Sam merangkul sang istri, mendekap tubuh mungil itu penuh sayang.
"Saras baik baik aja, ayo keluar." Sam mengusap pipi merah gembul Hana, namun malah bukannya tenang perempuan itu malah nampak kesulitan menarik nafas.
"Na? Hana kenapa?" Sam yang dilanda panik mencoba untuk menggapai bahu perempuan itu, namun tangannya di tepis kencang oleh Hana.
"Pergi! Hana benci kamu pergi!" Teriakan dan tingkah Hana menjengut rambutnya sendiri membuat Sam seketika sadar bahwa perempuan itu lagi lagi panic attack.
"Hana, aku mohon buat tenangin diri kamu Hana." Sam melembutkan suaranya, masih kekeh mencoba menangkap bahu perempuan yang sudah meringkuk penuh takut itu.
"A-aku bilang pergi!!" Hana mendorong Sam, laki laki itu menarik nafasnya gusar.
Sam menarik botol air, menyodorkan pada Hana, "lawan itu Na, lawan. Aku bukan mereka Hana." Hana mendongak sekilas, menatap penuh kebencian pada Sam.
"Kamu... SAMA DENGAN MEREKA!" Suara membentak Hana membuat hati Sam berdenyut, ia rasa usahanya gagal untuk membuat Hana pulih, nyatanya perempuan itu masih saja membenci dan takut padanya ketika gangguan sialan ini terjadi.
-----
Ges... Buri bener bener minta ampun ges😭😭😭😭
sedih banget Buri jahat ya? Ninggalin kalian berbulan bulan, maaf ya ges ya, murid baru jadi sibuk😭 ini diusahakan, jujur bbrpa minggu ini pr nya numpuk banget, udah di beresin numpuk lagi.
Cape gue, tapi gapapa, Buri always ingt kalian, Buri ga up aja rasanya berdosa ninggalin kalian sndrian dgn kegantungan ini🥺👉🏻👈🏻
Jangan lupaa komenn ya ges ya, good night!💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Androphobia( S1) Tamat
Chick-Lit(S2 ; On Going) masih satu lapak Tuhan itu menciptakan Adam dan Hawa. Tapi bagaimana jika gadis cantik yang tengah duduk di bangku SMA akhir ini takut dengan kaum Adam? Melihat kaum Adam layaknya tikus, hewan yang ia takuti. Melihat pria dari jarak...