Phobia

80 12 3
                                    

Sejenak Hana diam, jari jarinya yang tengah mengetik dilaptop berhenti, meluruskan punggungnya yang super nyeri karena lelah.

"Aduh, pegel banget." Keluhnya, ia berusaha bangkit dari duduknya mengelus perut besarnya yang sudah delapan bulan ia ajak berjalan jalan.

Iya, waktu memang menyingkat secepat itu.
Dan kini Hana tengah sibuk menyiapkan kuliahnya, perempuan itu memilih untuk home schooling, dengan perut yang semakin membesar dan tentunya tanpa Samudra.

Hana memilih untuk pisah ranjang hingga anaknya lahir, jika anak itu sudah lahir ia akan menceraikan Sam, Hana tau perasaan Samudra sepenuhnya masih untuk Naura, perasaan Samudra padanya hanya sebatas perasaan tanggung jawab.

Awalnya Hana menyetujui untuk tetap bersama, namun kondisi Naura yang mengerikan membuat Hana tersadar, bahwa Samudra masih tetap menomor satukan Naura.

"Kak, besok siang jalan jalan ke taman kota yuk? Aku pengen banget liat liat di sana." Samudra yang tengah menatap layar ponselnya menoleh sekilas.

"Maaf Na, aku mau ke rumah sakit. Mau gantiin orangtua Naura jagain dia." Hana menghela nafasnya pelan, tidak apa apa ini bukan kali pertama.

"Kalo, sore nya aja gimana?" Samudra tersenyum lalu mengangguk.

"Oke bumil!"

Saat sore, Hana sudah siap dengan stelan ternyamannya, ditambah dengan kucir satu dan beberapa anak rambut yang terlepas dari ikatan, perempuan itu nampak anggun.

"Kak Sam mana sih." Pasalnya dirinya sudah menunggu lebih dari dua jam dari waktu yang Sam tepati.

Katanya pria itu akan kembali saat usai jam makan siang, namun hingga kini masih belum kembali juga.

Hana menghela nafasnya, ia mencoba menghubungi Samudra lagi. Ia sudah berulang kali tadi menghubunginya tapi tidak ada satupun yang di angkat.

"Ayo angkat, kalo ga bisah ya udah!" Gumamnya mulai kesal, akhirnya panggilan itu tersambung.

"Halo?"

"Kak Sam dimana? Jadi enggak sih?"

"Kamu marah?" Hana mengerutkan keningnya, perempuan mana yang tidak marah memangnya!

"Gak, intinya jadi atau gak?"

"Maaf Na, Naura makin kritis."

"Kakak masih nungguin dia?"

"Na, mau siapa lagi?"

"DIA PUNYA ORANG TUA KAK!"

"Kenapa kamu malah ngebentak sih?!" Nada Sam disebrang sana mulai meninggi juga, Hana meremas ponselnya kesal.

"Terserah." Perempuan itu mematikan ponselnya sepihak, memilih masuk kembali kedalam rumah.

Perempuan itu menangis sejadi jadinya, kenapa saat ia akan menceraikan pria bajingan itu, pria itu memohon hingga tidak tau malu jika ujungnya sama saja.

"Ma, Hana bisa gila kalo begini terus." Ia menunduk dalam, mengabaikan perutnya yang terhimpit kaki.

---

Perempuan yang tadinya sibuk mencari kampus yang bisa menerima murid sepertinya akhirnya menyerah karena nyeri pinggang yang semakin menjadi.

"Kenapa sih? Padahal biasanya juga biasa aja." Hana berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air.

Perempuan itu tetap tinggal dirumah pemberian orangtua Samudra, bahkan laki laki itu tanpa tau dirinya masih sering mengunjungi dirinya.

Gelas digengaman Hana rasanya merosot begitu saja saat perempuan itu makin melemas akibat nyeri pinggangnya.

"Kenapa makin sakit." Rintihnya, ia menarik kursi dan memilih duduk, menatap serpihan gelas dilantai dengan nafas memburu.

"Uhh sakit banget." Pikirannya seolah buntu karena rasa sakit yang ia rasakan.

Air matanya mengenang dipelupuk mata, meremas pinggangnya yang sakitnya kini mulai menjalar kepunggungnya.

Suara bel pintu bahkan tidak sampai ketelinganya, nyeri itu rasanya seperti merenggut kewarasan Hana.

"Akh sakit." Rintihnya diiringi tangis kecil.

Derap sepatu yang mendekar membuat Hana menoleh sekilas, Samudra dengan stelan kemeja putihnya melotot saat mendapati Hana yang tengah menahan sakit.

"Na? Oke? Hey ayo ke rumah sakit." Tangan Sam ditepis kencang.

"Gak usah perduli!"

"Hana, ke rumah sakit ya? Sekali aja, sekali aja dengerin aku Na."

"Pergi!"

"Na, ayo kerumah sakit." Sam kembali mencekal pergelangan tangan Hana, sedangkan perempuan itu sudah banjir keringat dan merintih sakit.

Sam tidak tinggal diam, ia lebih memilih menggendong Hana walaupun berat perempuan itu jadi berkali kali lipat dan pukulan yang ia terima cukup kencang.

Sam membawa mobil cukup cepat, sesekali mengelus punggung Hana walaupun itu sedikit menyusahkannya menyetir.

"Tahan ya sayang, sebentar lagi sampe. Jangan nyusahin Mama." Ujar Sam, mata pria itu sudah memerah melihat Hana yang meringis menahan sakit.

Saat sampai di rumah sakit pria itu segera memanggil dokter, nafasnya terhembus kasar saat Hana sudah masuk ruang bersalin.

Ia menghubungi orangtua nya dan orang tua Hana agar keduanya segera datang, namun belum sampai ia mengetikkan pesan seorang suster datang dan menyuruhnya masuk.

"Pak, mari masuk dahulu."

Samudra tanpa pikir panjang langsung masuk keruangan bersalin itu, berjalan menuju Hana yang tengah bertaruh nyawa melahirkan anaknya.

"Na, tarik nafas, ngejen yang kuat." Samudra menggenggam tangan Hana, remasan kencang Hana ditangannya tidak Sam hiraukan, ia memilih mengelus kepala Hana guna meyakinkan perempuan itu bahwa dirinya pasti sanggup.

Rintihan Hana membuat Sam makin menciut, pria itu nyaris menangis namun suara bayi yang menangis kencang membuatnya tersenyum dan menitihkan air mata.

Ia menoleh pada suster yang mengangkat anaknya menuju Hana, membuat bayi itu tiduran di dada Hana.

Perempuan itu tersenyum tipis, menatap manik Samudra sejenak dan mengelus tangan Sam yang masih menggenggamnya.

"Anak aku Na?" Ujar Sam, sedikit tidak percaya.

Hana mengangguk kaku, bayi itu kembali diambil suster untuk dibersihkan. Hana memejamkan matanya membuat air mata perempuan itu meluruh.

Sam mengusapnya perlahan, mengecup bibir Hana membuat perempuan itu membatu.

"Na, rujuk ya, jangan pisah pisah lagi?"

---

Sekian terimakasih💘

gimanaa, ga ada yang mau joinn yaa? huhu oke jangan lupa vote komen!

dan follow IG buri
@hyunbelna

Kalo kalian ke ig Buri kalian bisa ketemu sama semuaaaa rp cast androphobiaa! Bubayy Drolic!

Androphobia( S1) Tamat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang