Vote sama komennya jangan lupa!!!!!!'
Breath - Sam Kim
;Hari ini dengan perasaan penuh tenang bagi Hana dan Saras, kedua perempuan itu duduk dibalik jaksa dan pengacara, ya hari ini adalah sidang penculikkan Saras.
Ayah Hana ditetapkan menjadi tersangka utama setelah beberapa minggu kemarin tertangkap dan diselidiki lebih lanjut.
Pria tua yang kini duduk dengan tangan terborgol itu menunduk, tidak berniat mengangkat kepalanya entah menatap anak dan istrinya atau pengacara besar dihadapannya, pria itu nampak pasrah.
"Saudara, anda membenarkan seluruh bukti atas perencanaan pelecehan, pembunuhan berencana, dan penyuapan yang dituduhkan pada anda?" Tidak ada jawaban, Ayah Hana nampak lebih memilih menunduk menatap lantai dari pada mengangkat kepalanya.
Ruangan sidang hening, Hana meremas pelan tangan Saras yang masih nampak takut serta lemas saat menatap Ayah Hana.
Perempuan itu melirik kearah sebrang, mendapati Samudra yang menatap lurus dengan rahang mengerat, Hana lebih memilih menjauh dari Samudra, bahkan selepas ia mengirimi laki laki itu pesan chat, mereka sudah tidak lagi bertatap muka.
Samudra melangkah cepat memasuki halaman rumah Hana, ia mengetuk berkali kali pintu coklat tinggi dihadapannya namun tidak ada sambutan sama sekali.
"HANA! BUKA PINTUNYA!" Seruan Samudra tidak menggoyahkan pendirian Hana yang memilih menatap sang Suami dari jendela kamarnya di lantai atas.
Hana mengusap kasar air mata yang meleleh kepipi nya yang semakin membesar, selain karena ini menyesakkan, hormon Ibu hamil juga membuat Hana mudah sekali menangis.
"Hana buka pintunya, kita bicarain ini dulu Na." Samar samar suara Sam masih bisa Hana dengar, namun perempuan itu memilih untuk merebahkan dirinya di ranjang dan memilih tidur.
Untungnya sang Mama sedang menunggu Saras dirumah sakit, alhasil dirumah itu hanya ada Hana dan tidak mungkin Sam dapat masuk.
Kembali pada masa sekarang, Hana sibuk mengelus tangan Saras yang gelisah. Saras baru bisa keluar dari rumah sakit beberapa hari lalu namun perempuan itu memaksa untuk sidang dipercepat.
Dan, untuk Naura yang tertusuk. Hana dan semuanya sudah tau. Apakah kalian tau? Siapa yang paling panik dan takut kehilangan saat mengetahui Naura dalam keadaan kritis bahkan nyaris mati?
Iya benar, Sam. Laki laki yang sudah siap menjadi seorang Ayah itu menangis bahkan sampai dari kabar yang Hana dengar, laki laki itu rela duduk semalaman suntuk didepan ruang ICU hanya untuk Naura.
Hana hanya bisa menarik nafasnya, paham sekali hatinya bahwa Sam dasarnya masih mencintai Naura.
Ketukkan tiga palu membawa Hana kembali pada realita, perempuan itu meneteskan air matanya saat melihat sang Ayah yang diseret polisi menuju kembali kejeruji besi.
Hukuman penjara seumur hidup adalah ganjaran untuk sang Ayah, itu adalah tindakkan yang paling baik, namun hati anak mana yang tega saat melihat orangtua nya harus mendekam hingga nafas terakhirnya dipenjara?
"Na, ayo pulang." Ucapan sendu dari sebelahnya membuat Hana menoleh, perempuan berbadan dua itu menatap lamat pada sang Ibu yang matanya sudah sembab sekali.
"I-iya Ma, ayo pulang." Ujarnya, ia bangun sambil mengelus perutnya yang sudah mulai nampak membesar.
Hana dituntun Saras dan sang Ibu menuju luar ruangan sidang. Saat sampai diluar, ia tersenyum tipis berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua dan setelah ini akan baik baik saja.
"Hana, surat cerai kamu udah selesai. Mau Mama ambilkan Nak?" Hana menoleh pada sang Ibu, menatap kosong pada wanita baya itu lalu mengangguk pelan.
Keputusannya benar benar bulat, ia tidak masalah jika harus merawat sang anak sendirian, itu bukan masalah besar.
Selepas sang Ibu beranjak, Hana dan Saras memilih untuk berjalan keparkiran namun mata Hana malah bersitatap dengan Sam yang hendak menyapanya.
Perempuan itu memilih menarik Saras segera menuju parkiran, membuat temannya itu sampai berjalan terseok seok.
"Na, pelan pelan ih jalannya." Ujar Saras sambil berusaha menghentikan langkah Hana, perempuan itu sebenarnya sudah mendapati kehadiran Sam saat Hana dan sang Ibu tengah mengobrol.
"Dengerin gue! Gak usah berpikiran bocah. Semua harus diselesaiin apapun caranya, obrolin semuanya jangan pernah lari dari masalah." Saras mengusap bahu Hana yang menatapnya teduh.
"Ya? Bicarain dulu sama kak Sam, dia juga butuh penjelasan Na, hubungan kalian bukan pacaran yang bisa putus nyambung, kalian itu pasangan suami istri, gak seharusnya ngambil jalan pendek." Saras melangkah duluan memasuki mobil meninggalkan Hana yang tersenyum tipis menatap Sam.
"Hana? Apa kabar sayang?" Suara lembut Sam membuat Hana tercekat, perempuan itu berusaha mati matian untuk tidak menangis dihadapan Sam.
"Aku boleh dengerin penjelasan kamu soal hubungan kita?" Sam benar benar bernada lembut sekali.
"Aku mau k-kita cerai kak." Sam menutup matanya saat Hana mengucapkan kata kata itu.
"Memang apa alasannya? Bukannya masalah ini udah selesai dengan Ayah kamu dan beberapa anak buahnya masuk penjara ya?"
Hana menunduk, tidak berani menatap mata Sam yang sudah memerah, perempuan itu memilin tangannya penuh gugup terlebih saat merasakan bahwa sepatu kets yang dipakai sampai berada didepannya.
Pelukkan yang Hana rasakan tidak mampu membendung lagi tangis perempuan itu.
"Maaf, maaf kak. Tapi Hana gak bisa, Hana gak bisa lanjutin sama kakak." Sam tidak menjawab apapun, laki laki itu hanya diam saja. Entah itu bentuk kekecewaan Sam atau laki laki itu bingung haru berkata bagaimana lagi.
Keduanya hanya berpelukkan dan saling melampiaskan tangisnya satu sama lain, tidak ada yang berniat menyudahi itu bahkan saat Hana berusaha melepaskan pelukkannya Sam malah mengencangkan pelukkan itu.
"Aku gak tau apa yang buat kamu minta cerai dari aku, tapi aku gak akan pernah setuju untuk itu, kamu punyaku, cuma punya aku."
--
Maaf malem malem ahahaha bcs aku gabut jadi ya udah deh up.
makasi yang udah baca dan votmen

KAMU SEDANG MEMBACA
Androphobia( S1) Tamat
Literatura Feminina(S2 ; On Going) masih satu lapak Tuhan itu menciptakan Adam dan Hawa. Tapi bagaimana jika gadis cantik yang tengah duduk di bangku SMA akhir ini takut dengan kaum Adam? Melihat kaum Adam layaknya tikus, hewan yang ia takuti. Melihat pria dari jarak...