Phobia

154 29 0
                                    

Lagi lagi aku menghancurkan sesuatu, kali ini nyawa anakku sendiri, benar benar miris aku sepertinya hanya pembawa surat kesialan untuk orang orang di dekatku!

Aku masih di rumah sakit, niatnya siang ini akan pulang. Dari kemarin aku masih menangis sedikit bodoh memang, andai saja malam itu aku memakai alat tes kehamilan dari kak Sam, pasti tidak akan begini!

"Na, jangan ngelamun." Aku menoleh ke arah kak Sam yang tengah duduk di sofa, Mamanya dan Mamaku juga tengah duduk di dekatku.

Sedangkan para Papa dan kak Qian memilih tinggal di luar, katanya sembari mencari udara segar agar tidak terbawa suasana sedih.

"Hana makan yuk?" Tawar Mamaku, aku merasa tidak lapar sama sekali.

"Makan dulu, jangan nangis terus." Ucapan Mama kak Sam membuatku mengangguk.

Mama mengambilkan makan untukku, lalu menyuapi aku yang masih meneteskan air mata jika teringat kejadian malam itu.

"Hana tau gak? Dulu Mama juga seperti Hana." Aku menatap Mama kak Sam, Mama pun berhenti menyendokkan makan dan ikutan menatap Mama kak Sam, tidak lama lalu menyuapi aku lagi.

"Dulu, sebelum kak Qian, Mama pernah kehilangan bayi juga, udah tujuh bulan malah. Tapi Mama gak nangis, karena Mama yakin semuanya pasti di ganti sama Tuhan."

"Masa si Ma?" Kak Sam dengan kurang ajarnya menjawab dengan nada bercanda, Mamanya berdecak sambil menoleh pada kak Sam.

"Ngeyel banget bocah ini, tanya Papa mu sana kalo gak percaya." Mama kak Sam sedikit kesal, membuat suamiku itu terkekeh pelan dan mendekat ke arah kami.

Dia mencium pipi Mamanya lalu beralih ke pipiku, dan bersalaman dengan Mamaku.

"Mau kemana?" Tanya Mama kak Sam.

"Kuliah Ma, ada dosen pembimbing, harus Sam kejar." Aku menatapnya sayu, padahal aku ingin melihat wajah kak Sam.

"Masa pergi? Masa Hananya di tinggal?"

"Eghh, sebentar, satu jam lagi Sam balik janji."

"Jagain aja istri lo, gue sini yang temuin dosennya." Kamu menoleh ke arah pintu, ada kak Qian yang masuk ke ruangan.

"Dih, mana bisa." Jawab kak Sam tak terima, terjadi perdebatan kecil sebentar.

"Gue pergi ya? Nanti gue balik." Ujarnya sambil menatapku, aku tak tega melihatnya yang sudah bersusah payah menunggu dosennya itu.

"Iya, hati hati." Senyumnya melebar, tangan kak Sam mengusap kepalaku lalu berjalan pergi.

"Dia selalu ninggalin kamu?" Pertanyaan dari Mama kak Sam membuatku mematung, dan menggeleng pelan.

"Kalo dia sering ninggalin, bilang ke Mama biar Mama pukul aja kepalanya."

---

Kini Hana sudah kembali, gadis itu duduk termenung sendirian di dalam kamar, sedangkan Mamanya dan sang Mama mertua tengah membereskan kost ini.

Tak lama Qian masuk, berjalan perlahan ke arah Hana yang masih terdiam menatap kosong pada ubin putih.

"Dek." Seruan Qian membuat Hana mengerjap dan menggeser dirinya sedikit jauh.

Qian yang paham pun mundur menjauh juga sambil menunduk tak menatap Hana, "Ada apa kak? Ada yang kak Qian butuhin?"

"Jangan nyesel sama diri sendiri ya?" Hana mengerjap pelan atas ucapan Qian.

"Maksudnya kak?"

"Gue tau lo pasti ngerasa kehilangan, jadi yaah jangan sedih berlarut larut, lo harus punya episode baru buat hidup lo sendiri. Good luck, adek gue kalo udah serius, kagak bakal ninggalin apapun itu." Setelah mengucapkan itu Qian keluar dari kamar membuat Hana menatap punggung lebar itu bingung.

"Semoga ya kak Qian." Gumamnya sambil menyunggingkan senyum kecil.

Hana menoleh pada jam di atas pintu kamar, sudah lebih dari tiga jam namun Sam belum juga kembali.

Tak lama dari itu, pintu kamar terbuka lebar, menampakkan wajah Sam yang lecet di mana mana, Hana langsung berdiri dari duduknya dan menghampiri Sam yang terlihat sempoyongan.

"Kamu kenapa?" Tanya Hana dan langsung meraih lengan Sam, tak lama para orang tua mendekat dan langsung mengintrogasi Sam juga dengan pertanyaan.

"Sam, ya Allah, kamu kenapa nak?" Tanya Mama Sam sambil menatap cemas putra bungsunya.

"Sam nyium aspal mah, gapapa tapi, ini udah biasa aja, udah ke rumah sakit juga tadi." Jelas Sam membuat orang orang di sana menatap khawatir.

"Tapi muka k-kakak pucet banget, kakak kenapa?" Tanya Hana cemas, Sam mendudukkan diri di kasurnya sambil memejamkan mata.

"Lo kenapa? Ngomong dulu, kecelakaan sampe pucet bener?"

"Gue kagak kenapa kenapa dah sumpah."

"Sam, jujur sama Mama." Mama Sam hampir menitihkan air matanya.

"Ini, baju lo kok ganti? Bukannya tadi lo pake kemeja kotak kotak? Kenapa jadi pake sweeter?" Pertanyaan Qian membuat semuanya langsung memperhatikan penampilan Sam, benar! Baju pria itu terganti!

"Ngomong sama Papa!" Ucapan tegas itu dari mulut Papa Sam, membuat laki laki itu tersenyum tipis.

"Sumpah, Sam gak kenapa kenapa."

"Bilang! Jangan diem aja!"

"Pa! Sam gak kenapa kenapa!" Sam sedikit membentak, dan berdiri dari duduknya, namun laki laki itu langsung meringis memegangi perutnya.

"Kenapa perut kamu?!" Ujar sang Papa lalu menyibak baju Sam.

Ada perban lumayan lebar di sana, membuat semuanya memelototkan mata terkejut.

"Ini yang kamu bilang gak kenapa kenapa?! Bilang yang sejujurnya Samudra!" Sam menghela nafasnya dan kembali duduk.

Hening cukup lama, hingga Sam memecahkan keheningan itu dengan helaan nafasnya.

"Tadi ada yang nyoba tusuk Sam." Semuanya menatap Sam lamat lamat, Mama Sam sudah menangis sambil berduduk di bawah anaknya.

"Sam kurang ngerti kenapa, tapi waktu Sam sampe di parkiran kampus Sam di tusuk, di sana rame, karena beberapa ada yang mau balik dan ada yang baru dateng, pelakunya bener bener jago banget larinya, di kejar tapi gak kena, untung ini tusukkan engga dalem, terus di bawa ke rumah sakit deh, tamat."

"Kenapa kamu malah pulang? Ayo ke rumah sakit ya? Kamu pucet banget Sam." Ucapan Mama Sam membuat laki laki itu menggeleng.

"Gak Ma, kalo Sam ke rumah sakit, Hana mau sama siapa?"

"Ada Mama sama Mama kamu Sam, yang penting kamu sembuh dulu." Ucapan Mama Hana membuat Sam menggeleng.

"Sam baik, di obatin begini udah lebih dari cukup." Jawabnya sambil tersenyum.

"Cctv parkiran kampus ada?" Pertanyaan Papa Hana membuat Sam menoleh, lalu menggeleng.

"Gak ada Pa, ada sih di deket pos satpam, tapi Sam parkir jauh dari situ." Papa Hana mengangguk pelan.

Sam menoleh pada Hana yang menggenggam tangannya dalam diam, gadis itu menangis, Sam mengusap air mata Hana pelan sambil tersenyum kecil.

"Aku gapapa."

Qian mengode untuk meninggalkan kedua orang itu berdua dan di setujui oleh semuanya, kini hanya ada Hana dan Sam yang ada di dalam kamar.

"Kamu gapapa kan tadi aku tinggal? Ada yang sakit gak? Maaf ya, aku telat lama banget." Ujar Sam pelan sambil menatap manik mata Hana dalam.

"Kak Sam ayo ke rumah sakit ya?" Sam menggeleng.

"Gak Han, ngapain ke sana? Aku baik baik aja."

"Kakak pucet banget, ya? Jangan bikin khawatir."

"Ah gak asik di rumah sakit, enakkan juga di rumah sama kamu. Eh ya, para Mama udah bilang belum kalo seminggu lagi kita bakal pindah ke rumah kita sendiri?" Hana mengerjapkan matanya, membuat Sam mencubit pipi gadis itu pelan.

"Gemes amat neng?" Hana menunduk malu akan itu.

"Mama gak ada bilang apa apa."

"Oh gitu, Hana udah makan?"

"Udah." Ujar Hana sambil mengangguk.

"Pinter banget istrinya aku."

Androphobia( S1) Tamat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang