9) Rumah Mas Dana

1.3K 131 0
                                    

Kata Mas Zeo, fakta semua.

Minggu, aku libur ke kantor. Santai - santai di kamar sembari mengecek beberapa hasil magang yang sedang aku jalani di kantor Mas Dana. Beberapa revisian proposal aku ganti, mendadak aku jadi ingat perjumpaan dengan Mas Dana di depan lift.

Untuk pertama kalinya kami bertatapan muka, hingga akhirnya aku bisa cukup dekat dengan Mas Dana.

Aku juga tidak lupa, ia mengetahui tentang perkataanku pada salah satu senior saat itu, dengan bangga aku mengatakan, aku digadangkan lulus dengan nilai terbaik.

Aku tertawa kecil, mengubah posisi telungkup menjadi telentang. Mataku menatap langit - langit kamar, belakangan ini, aku tidak terlalu peduli akan aktivitas Akasy, bahkan jika dia aktif sampai larut malam tanpa memberiku kabar.

Apa ada pengaruh kehadiran Mas Dana?

Bibirku mengerucut, mana mungkin lelaki tua itu yang membuatku terbiasa tanpa Akasy.

" Na, Mbak masuk ya." Suara Mbak Ciki terdengar dari arah luar.

" Ya, Mbak." Aku bangkit, menanti sosok kakak ipar.

" Na, handphonemu mati?" Tanya Mbak Ciki," Masmu nggak bisa menelpon, minta dijemput katanya."

" Mobil Mas kemana?"

" Di kantor."

" Terus Mas di mana?"

" Di rumahnya Dana."

Aku menghela napas kasar, mendengar nama lelaki itu lagi.

" Ngapain juga Mas Zeo ke sana, salah sendiri. Nggak mau aku jemput di rumah Mas Dana, nanti ujung - ujungnya aku dikerjai lagi."

" Ih, ini serius tahu Na. Masmu ada urusan mendadak, katanya Dana lagi pergi."

" Ya ampun Mbak, zaman secanggih ini masih ngerepotin aku? Grab kan ada?"

" Omong gitu ke Mas, sana." Mbak Ciki mendorongku, untuk mengambil handphone dari tempat charger.

" Mana berani aku, Mbak." Aku mendesah.

Mbak Ciki tertawa." Buruan, sudah ditunggu itu."

Mau tidak mau, aku pun bergegas mengganti baju. Kenapa sih, Mas Zeo menghancurkan mood hari liburku. Lagipula, ini kan weekend. Itu saudara, maniak banget sama namanya bekerja. Bukan mikirin istri atau keturunan.

Aku mengenakan hoodie cream dipadu celana kulot hitam, menuruni anak tangga dan menyambar kunci mobil di rak televisi.

" Mbak, aku berangkat." Pamitku setengah berteriak pada Mbak Ciki di kamar mandi, sedang mencuci baju.

" Ya, Na. Hati - hati." Sahutnya dari dalam.

Aku menutup pintu, matahari siang ini cukup panas. Memanaskan mobil sebentar lalu aku meninggalkan garasi rumah menuju kediaman Mas Dana.

Sialan, aku tidak tahu alamat tempat tinggal lelaki itu.

Aku menghubungi Mas Zeo, aktif namun tidak kunjung diangkat. Aku berdecak, punya abang gini - gini amat sih.

Merepotkan.

Akhirnya aku menekan nomor Mas Dana, melakukan panggilan padanya.

" Ya, Na. Tumben menelpon Mas?" Suara diseberang sana terdengar kaget karena mendapatkan panggilan dariku.

" Terpaksa ini, alamat rumahmu di mana Mas?"

" Loh, loh. Kamu mau ke rumah? Biar Mas jemput saja." Katanya panik.

Sah Negara( COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang