26) Mbah Kakung & Uti

1K 114 0
                                    

" Padahal ya dulu, Mamanya anak - anak itu pacaran dengan mantan suaminya dari SMA, setelah menikah dan anak - anak pada tumbuh besar, kok pada milih berpisah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

" Padahal ya dulu, Mamanya anak - anak itu pacaran dengan mantan suaminya dari SMA, setelah menikah dan anak - anak pada tumbuh besar, kok pada milih berpisah." Sesal Mbah Kakung di kursi bambu, sebelahnya ada Mas Dana yang menjadi pendengar setia.

Mulutku sibuk mengunyah cemilan yang dibuat Mbah Uti, ada - ada saja sibuknya. Aku sampai heran, padahal udah lanjut usia tapi produktif banget.

" Tapikan takdir nggak bisa ditolak, Mbah." Sahut Mas Dana," dan keputusan itu pun diambil melalui proses panjang, diskusi antara Om dan Tante setiap malam. Pasti mereka sudah menemukan jawaban dititik paling tepat."

" Itulah Dan, Mbah minta, ya kamu sama Muna jangan ikut - ikutan orangtuanya istrimu. Kalau bisa dipertahankan persis Mbah Akung dan Mbah Uti begini, kasihan anak - anak pada kekurangan kasih - sayang kalau sampai orangtuanya berpisah."

Aku melirik Mas Dana, kepalanya mengangguk tanda patuh." Nggih, Mbah."

Aku hanya tertawa kecil, mataku mengedar ke sekeliling. Ada beberapa macam tanaman yang Mbah tanam, dari ubi hingga kangkung. Iya sih, nggak banyak. Tapi kalau mau, pasti cukup.

" Dana, Muna, ini Mbah Uti buatkan teh sama goreng ubi." Mbah Uti bergabung bersama kami di teras rumah, suasana pagi ini benar - benar sejuk. Empat gelas dan sepiring ubi goreng yang hangat, aku beringsut ke sisi Mas Dana untuk menyomot hasil tangan Mbah Uti.

" Tahu aja nih si Mbah, pagi - pagi begini enaknya makan yang anget." Kataku." Oh ya Mbah, Mas suka getuk lindri. Mbah Uti buatin ya." Pintaku membujuk.

" Bojone Dana yo kowe to, Na. Mustine yo kowe sing nindakaken."  Sahut Mbah Uti.

" Translete Mas," perintahku pada Mas Dana.

" Nggak pahamlah Mas, Na." Dia geleng - geleng kepala.

" Sama, aku juga." Aku meringis, menatap Mbah Uti." Bahasa Indonesia aja Mbah, aku nggak ngerti artinya."

" Ya kamu itu loh yang harus buatin suamimu getuk lindri, kan kamu istrinya." Jadi lucu juga mendengar Mbah Uti berbicara pakai bahasa Indonesia, sedikit kaku." Mamamu juga suka getuk lindri, kapan - kapan kamu bisa belajar sama Mama."

" Mbah Uti nggak bisa?"

" Bukan nggak bisa, males ribet." Mbah Uti minum teh miliknya, aku pun begitu.

" Kalau mau, biar Mbah Kakung ambilkan ubi di depan." Ujar Mbah Kakung menawarkan diri.

" Biar Dana aja nanti, Mbah. Itu juga kalau memang Muna mau, tapi nggak usahlah Dek. Nanti kita cari aja yang udah jadi aja, di pasar - pasar kan banyak." Kata Mas Dana padaku.

Mas Dana tidak seperti orang kota, tampilannya saat ini sangat sederhana. Celana rumahan sebatas dengkul dan kaos oblong. Kalau menurutku, dia jauh tampak lebih muda sih.

Sah Negara( COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang