#1 in Nikah Kontrak
#3 in Firstkiss
SUPPORT 100K VIEWERS🙏💞
#SEQUEL SAH NEGARA 2 ADA DI FIZZO
" Gapapa, Mbak. Jangan dibangunin, Muna ini istri saya kok."
Itu perkataan bos tampan, terkenal hoki project dan banyak kelebihan lain yang para kacung d...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
( Lagi sedih Munanya)
Aku sedikit memberengut, Papa membuatku jadi kerja dua kali, bolak - balik buka - tutup pintu. Kenapa sih Papa suka melupakan sesuatu? Bel rumah terus - menerus berisik, sembari mengeringkan rambut dengan handuk, aku menuju pintu depan.
Ketika kubuka, wajah lelah Mas Dana yang kutemui. Aku segera menutup pintu namun gagangnya tertahan oleh Mas Dana.
" Sayang, tunggu, Sayang." Ucap Mas Dana, berusaha meraih lengan tanganku," Na, ayolah, beri waktu untuk Mas jelaskan semua."
Aku menggebu - gebu, seperti banteng bertemu kain merah, bawaannya ingin menyeruduknya. Kami dorong - dorongan dan akhirnya aku terjatuh ke lantai namun di tahan oleh lengan Mas Dana.
Kami sama - sama terjatuh dan aku masuk dalam kungkungan Mas Dana.
" Sayang..." Matanya menatapku, suaranya terdengar pilu dan menyedihkan.
" Ngapain ke sini!" Sahutku sinis.
" Ketemu kamu..." Ucapnya pelan, tepat di telingaku.
" Aku nggak mau ketemu kamu." Sebisa mungkin kudorong tubuh Mas Dana agar menjauh namun gagal, tenaganya lebih kuat dariku.
" Maafkan Mas lah, Sayang." Ia membelai wajahku," aku mohon, maafkanlah aku istriku."
" Nggak!" Jawabku dingin.
" Mas jauh - jauh dari Jambi ke Tokyo, untuk bertemu kamu. Mas kangen, Na."
Bibirku melukis sinis." Untuk apa kamu kangen aku?! Kangen saja sama anak kesayanganmu itu! Sana!" Aku melepaskan diri dari pelukan Mas Dana.
Mas Dana tidak menyahut ucapanku, dia hanya menatapku lama. Mungkin dia jadi serba salah, harus jawab apa. Karena dia tahu mungkin dia salah besar, melakukan apa yang sangat tidak kusukai.
" Loh, Muna, Dana.." Suara Papa terdengar kaget melihat kami terbaring di lantai." Kenapa pada tumbang di sini? Itu loh ada kasur di kamar..." Ucap Papa lagi.
Aku dan Mas Dana segera bangkit, aku memasang kembali handuk yang terlepas dari kepala dan Mas Dana merapikan pakaiannya yang agak lusuh.
" Maaf, Pa. Tadi mau menelpon Papa kalau Dana sudah sampai di Tokyo, tapi Dana nggak enak pula. Papa pasti sibuk di kantor." Ia menyalami Papaku, begitu sopan dan pantas saja menjadi menantu kesayangan.
Papa tertawa, menepuk pundak Mas Dana." Yang penting sudah ketemu Muna, ngobrol aja sama istrimu ya Dan, Papa mau ambil dokumen yang tertinggal saja kok. Oh ya, Dan. Kalau mau ganti baju, pakai baju Papa di lemari. Minta Muna ambilkan, kamu juga nggak ada bawa baju dari rumah." Mata Papa mengarah padaku, sebagai objek utama, aku justru bersikap bodo amat.
" Iya Pa, tenang sajalah. Apa Dana saja yang ambilkan dokumen Papa? Di mana?" Katanya lagi.
Kepala Papa menggeleng." Nggak perlu, Dan. Biar Papa saja, nah, Muna. Buatkan sarapan juga untuk suamimu. Kasihan dia, perjalanan jauh dari Jambi ke sini." Perintah Papa padaku.