10) Meriang

1.2K 139 0
                                    

Cepat sembuh, Bos.❤️

Aku mematung di kubikel, sesekali mataku melirik kearah ruangan Mas Dana. Tapi dia tidak ada, Mbak Vayuna ada sih, apa mungkin aku tanya saja?

Yang ada dia curiga, sebab, aku tahu, di sini aku tengah diterpa gosip tidak mengenakkan.

Aku kembali memastikan pesan yang aku kirim ke Mas Dana, centang satunya lama sekali. Apa ada sesuatu yang terjadi dengannya?

Eh, tunggu. Aku ini sedang khawatir ya? Rasanya aku pernah diposisi ini ketika Akasy tidak pernah memberiku kabar, saat awal - awal dia terbang ke Sidney.

" Na, Muna." Panggil Mbak Vayuna dari arah kubikelnya.

" Ya, Mbak?" Sahutku.

" Sini.." Dia melambaikan tangan, aku bangun dari tempat duduk menuju tempat Mbak Vayuna.

" Gimana Mbak? Ada yang bisa aku bantu?"

" Nggak gimana - gimana, jadi gini Na." Jemarinya menyibak anak rambut yang menutupi sedikit matanya." Pak Dana kok hari ini nggak ke kantor? Bahkan nggak ada kabar sama sekali, kamu tahu nggak, kira - kira Pak Dana ada apa?"

" Lah, Mbak yang sekretarisnya saja nggak tahu. Apalagi aku yang anak magang." Kataku, menatap matanya dengan tatapan tidak mengerti.

" Ya, mana tahu kamu kan ada informasi mengenai Pak Dana. Toh, kamu cukup dekat kan? Akhir - akhir ini, kamu sering bersama dia, betul?" Mbak Vayuna meringis.

Aku menggeleng," aku benar - benar nggak tahu, Mbak."

" Oh, ya sudah."

Aku pun kembali ke tempat kerja, namun isi kepalaku mulai sibuk menerka. Kok bisa, tangan kanan Mas Dana saja tidak tahu, ya sudahlah.

Jam berputar, menit dengan cepat menggantikan arah angka jam di dinding. Istirahat siang, istirahat salat sampai waktu kepulangan tiba.

Aku tetap tidak menemukan batang hidung Mas Dana. Kenapa aku jadi memikirkannya? Aneh nggak sih?

Aku buka handphone, tidak ada pesan khusus yang masuk. Hanya grub saja yang ramai, sampai aku bukan kolom chat Akasy, dia aktif sepuluh menit yang lalu.

Pesanku kemarin saja tidak dibaca, memangnya sesibuk apa dia di Sidney.

Aku pernah dengar, memang LDR seperti ini, lebih banyak gagalnya ketimbang berhasil.

Helaan napasku terdengar kasar, mengemasi meja kerja sebelum keluar ruangan.

Kepalaku menoleh ke kiri - kanan, ternyata hanya ada aku dan dua lelaki paruh baya saja. Yang lain sudah tidak terlihat di kubikel masing - masing.

" Eh, kamu." Panggil lelaki itu padaku, entah siapa namanya.

" Ya, Pak." Jawabku sembari menahan langkah agar tidak keluar," ada apa ya?"

" Anak magangkan?" Tanyanya padaku.

" Ya, betul Pak." Kepalaku mengangguk.

" Kamu pasti bisa bantu, ini ada dokumen yang harus Pak Dana tanda tangani, kamu bisa kan bawa ke rumahnya?"

" Loh, kok saya?" Aku menatapnya tidak mengerti.

Sah Negara( COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang