46) Grand Opening Klinik Mundana

1K 116 2
                                    

Rasanya masih belum terima, dipertengkaran hebat lalu, Mas Zeo membuatku kecewa setengah raga. Namun bujukan Papa dan Mas Dana selama di Tokyo, akhirnya kakiku melangkah juga di bandara Sultan Thaha Syaifuddin. Tujuh belas hari Mas Dana di Tokyo lalu, berusaha meluluhkan hatiku agar datang diacara grand opening klinik miliknya, dengan sponsor keuangan terkuat dari Mama. Kata Mas Dana yang cerita, sponsor itu di atas namakan Muna Syabila, maka nama klinik pun resmi menjadi nama Klinik Mundana.

Karena Papa ikut serta dan merasakan bangga atas pencapaian Mas Dana, mau tidak mau aku pun harus turut hadir.

Sabtu siang, balon - balon yang menghias pintu masuk tampak berwarna - warni, tenda biru terpajang di latar depan klinik. Tulisan grand opening terpampang besar, belum lagi deretan papan bunga memenuhi pinggir jalanan, ucapan selamat sukses atas bisnis yang Mas Dana jalani dan kembangkan.

Bangku - bangku disampul kain putih berpita, menjadi istimewa untuk para tamu undangan duduki.

Aku dengan kakak iparku tidak bermasalah, hubungan kami berjalan baik seperti sebelumnya. Yang kuperangi dingin adalah Mama beserta keluarga barunya dan Mas Zeo. Setelah bertukar kabar, melepas rindu dengan Mbak Ciki, aku masuk ke dalam ruangan, menyusul Mas Dana. Tampak Papa sedang asik berbincang - bincang dengan tamu yang sudah mulai hadir, tetangga sekitar sebelum Papa pindah ke Tokyo. Sempat kulirik, ada Mama juga di sana. Mereka tertawa bahagia dengan cerita yang tidak bisa kudengar. Palingan juga nostalgia para tetangga.

Pintu kaca kudorong hingga berderit, aku menemui suamiku yang sedang mengobrol santai.

" Mas Dana.." Panggilku dari ambang pintu, menyadari Mas Zeo ada bersama suamiku, aku siap putar balik.

" Ya, Na. Masuk, mau kemana itu?" Tahan Mas Dana, bangun dari tempat duduknya lalu bergegas menghampiriku.

Masku yang semulanya fokus pada dokumen di tangan, kini berbalik arah menghadapku dan Mas Dana.

" Kenapa malah pergi?" Mas Dana bertanya, memegang pergelangan tanganku agar tidak beralih.

Mas Zeo masih diam saja, hanya menatap kami berdua.

" Gapapa, lagi sibuk juga kan. Nggak penting kok, aku cuma cari kamu aja." Sahutku, berusaha melepaskan cekalan tangannya tapi tidak bisa.

" Ngobrol dulu sama Masmu, Na." Ucap Mas Dana lirih," dia kangen sama adiknya."

" Kapan - kapan sajalah," aku masih bersikukuh untuk pergi.

Mas Zeo meletakkan dokumen ke atas meja, berjalan menghampiri kami namun matanya terarah padaku. Sampai ia berdiri di sisi Mas Dana, uluran tangan membuatku mendongakkan kepala.

" Maafkan Mas ya, Na. Kejadian setahun lalu, Mas lancang hampir menamparmu." Pintanya padaku.

Aku masih diam, belum memberikan jawaban apa pun, dan mereka berdua begitu menanti, Mas Dana ingin sekali hubunganku dengan Mas Zeo kembali terjalin baik seperti semula, setiap berkunjung ke Tokyo lalu, dia selalu melakukan mediasi, multitalenta memang sih. Pengusaha bisa, dokter jadi juga, bahkan pengacara pun sedikit menyambung. Biasanya kan begitu, sebelum masalah dilimpahkan pada majelis hakim, maka sesama pengacara klien berusaha melakukan mediasi untuk membatalkan gugatan. Bedanya, pengacara kami hanya satu, yaitu Mas Dana saja.

" Ini dimaafin nggak?" Mas Zeo menggoyang - goyangkan lengannya.

" Nggak," aku menepis tangan Mas Zeo dari pandanganku.

" Kok nggak dimaafin, Sayang?" Kata Mas Dana pula, kembali menenangkanku dengan cara yang lembut." Masmu sungguh - sungguh meminta maaf padamu, seharusnya dimaafkan. Kenapa? Karena kita tidak boleh bermusuhan lebih dari tiga hari, ini sampai setahun loh." Sambungnya sembari mengingatkan.

Sah Negara( COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang