Ma...
Aku tahu, engkau titipkan banyak pesan pada Papaku, mantan suamimu di bandara lalu. Sebagaimana layaknya ibu yang akan melepaskan anaknya untuk pergi jauh.
Mungkin ini kekanakan, bukan mungkin. Memang iya, aku yang Mama namai Muna Syabila, adalah sosok perempuan kekanakan.
Berantem di sana - di sini, sama Mama, adik - adik juga, dan Mas Zeo. Aku nggak marah Mama pindah ke Jambi, Indonesia. Tapi aku harus ikut Papa biar nggak ada cerita - cerita Inggris yang menghantui isi kepalaku, sakit.
Karena beberapa tahun terakhir, aku diam terlalu lama, aku sudah memupuk rasa sakit sendirian. Kesepian tanpa orangtua itu sedih, menyedihkan sekali.
Tulang - tulang kaki seperti remuk menapaki aspal - aspal kehidupan yang tajam, Mama dan Papa adalah orangtua hebat, namun belum baik bagiku.
Mama dan Papa tidak menghadiri acara kelulusanku, di mana aku pusing sendiri, tidak ada waliku yang naik ke atas mimbar dengan bangga. Saat itu aku menjadi lulusan terbaik. Maka Mas Zeo yang mewakili kalian, dan itu pun terlambat. Semua orang telah bubar, pulang dengan anak - anaknya berbaur perasaan pada haru dan bangga.
Tapi saat itu aku hanya meringis sembari manggut - manggutkan kepala di depan Mas Zeo, kalau aku gapapa, baik - baik aja. Karena aku sadar, keluarga kita sedang berantakan banget.
Aku marah pada Mama, karena Mama memilih menikah lagi dan sibuk dengan kehidupan baru padahal baru saja berpisah. Tidak bisakah Mama cukup hidup dengan kami berdua?
Aku ingin yang begini, Ma.
Yang begini.
______
Mataku terbuka pelan, menatap lelaki yang kupeluk tengah terlelap, segala bentuk pahatan Allah begitu sempurna pada sosok Mas Dana. Senyum tipisku mengembang, dada bidangnya sedikit terekspos bebas karena baju tidurnya tidak menutup seluruh tubuh.
Selalu begitu, sebelum kembali ke Indonesia, Mas Dana akan memuliakanku sebagai pasangan. Aku sedang tidak menunda keturunan, namun sampai detik ini, aku belum dinyatakan hamil lagi.
Sebenarnya bukan masalah besar untukku, tapi untuk Mas Dana. Usianya kan terus berjalan ya, dia tergerus usia yang menua, sedangkan aku masih menuju tua. Jadi tidak terlalu terbebani betul.
Ku usap bibir tipis Mas Dana, kumis yang baru saja dicukur olehnya, kemarin sore.
" Hemm..." Mas Dana melengguh, matanya menyipit kearahku sembari tersenyum." Kok bangun? Masih malam banget, ayo, tidur lagi." Ajaknya padaku, suara Mas Dana terdengar memberat.
" Udah nggak ngantuk." Aku merapatkan tubuh, mencari jemari lelaki itu dan mengenggamnya.
Aku harap, tuaku dan tua Mas Dana akan terus bersama - sama.
" Nggak ngantuk? Kan kita tidurnya lambat, apa lagi kamu, setelah menemani Mas pasti lelah." Tampak jelas Mas Dana masih mengantuk berat.
" Menemani apa?" Kekehku," tutup matanya." Perintahku pula, jariku menutup dua bola mata Mas Dana, agar tidak menatapku dan dia kembali melelapkan diri.
Bukannya kembali tidur, Mas Dana justru menarik lembut tanganku dan dikecup sangat lama.
" Menemani Mas mengelilingi surga dunia." Ia tertawa kecil, meletakkan tangannya pada pinggangku.
Bau tubuhnya harum, harum sekali. Walaupun Mas Dana sudah om - om, kepala tiga, tapi denganku, jiwanya kembali kepala dua. Sama persis ketika masih menjadi kekasih Mbak Syafa. Ya, sekitaran usia dua puluh lima- an.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sah Negara( COMPLETED)
Chick-Lit#1 in Nikah Kontrak #3 in Firstkiss SUPPORT 100K VIEWERS🙏💞 #SEQUEL SAH NEGARA 2 ADA DI FIZZO " Gapapa, Mbak. Jangan dibangunin, Muna ini istri saya kok." Itu perkataan bos tampan, terkenal hoki project dan banyak kelebihan lain yang para kacung d...