"Sampaikan pada galaksi yang luas. Bahwa salah satu bintang redup itu, kembali bersinar"
#
Hera memasukkan data yang telah ia pilah menjadi beberapa bagian ke dalam map kotak berwarna red violet. Matanya masih tertuju pada ponsel yang sengaja ia silent-kan.
Pesan beberapa kali masuk dan cukup mengganggu. Hera menaruh map itu dan membuka ponsel.
Hera menaruh ponselnya, ia membiarkan ponsel itu berdering hingga beberapa kali. Gigi dan Tiffani masuk ke dalam kamar setelah selesai mencari cemilan di swalayan.
"Ada yang nelpon, tuh." Gigi memanyunkan bibirnya ke arah ponsel Hera.
"Males. Nomor gak di kenal."
"Angkat aja. Siapa tau penting. Kalo aneh-anehkan bisa kamu matiin atau kamu block." Tambah Tiffani sambil menggigit es krimnya.
Hera mengambil ponsel miliknya dan mengangkat telpon.
"Aku sudah didepan gerbang rumahmu." Jawab Mu Jin lalu mematikan panggilan telpon.
Hera melempar ponselnya kaget. Ia berlari ke arah gerbang.
Mobil berwarna grey metallic dari Hyundai itu terpakir rapi. Terlihat Mu Jin duduk di bangku supir sambil menghisap rokok.
Mu Jin keluar dari mobil mewah itu sambil melempar rokoknya ke tanah dan memakai kacamata hitamnya. Ia berjalan mendekati Hera sambil memperbaiki kerah bagian lengan kemejanya. Penampilan pria itu terlihat lebih muda ketika ia hanya mengenakan kemeja putih dan evening pants berwarna beige.
"Apakah sulit untukmu membalas pesanku?" Mu Jin menghentikan langkahnya.
"Kenapa kau kesini?"
Hera mengarahkan pandangan keseluruh tempat. Tidak ada warga yang lewat, tapi kedua temannya sudah berdiri bingung didepan gerbang.
"Siapa?" Tanya Gigi yang berjalan mendekat.
Hera menundukkan kepalanya. Ia mengusap pipinya beberapa kali.
Mu Jin memandangai kedua teman Hera yang sudah berdiri dengan muka penuh tanya.
"Untung aja kita bisa bahasa Korea. Tanyain Tif, dia siapa."
Tiffani mendengus. "Paman siapa?"
Mu Jin menyipitkan matanya. Agak aneh ketika gadis didepannya memanggil dia dengan sebutan 'paman'.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE BLOOMS IN YOUR EYES [ON GOING]
FanfictionJika mencintaimu merupakan suatu permainan yang berbahaya, maka biarkan aku masuk kedalam permainan tersebut. Biarkan takdir yang akan menentukan, apakah aku dapat menuju garis finish dengan banyak luka atau berhenti ditengah permainan karena kemati...