01

11.1K 691 17
                                    

LUKA
Part 01

Kalau waktu bisa diputar, Jeno memilih untuk kembali disaat ia berumur 10 tahun, dimana hidupnya masih sangat bahagia. Ia punya ayah yang selalu melindunginya dan membuatnya merasa aman dan ibu yang menyayanginya, rasanya itu semua sudah cukup baginya untuk merasakan arti kebahagiaan.

Namun semenjak umurnya menginjak 11 tahun, ia tak pernah lagi merasakan kebahagiaan walau hanya sedetik. Hidupnya penuh luka, tak hanya fisik namun batin juga. Dan 5 tahun sudah ia lewati dengan susah payah.

Hingga ia terbiasa dengan setiap luka yang ia terima.

••

5 tahun yang lalu,

"Wahhh laut" Jung Jeno berlari mendekat pada tepi laut sesaat setelah mobil Ayahnya berhenti didepan villa pribadi milik keluarga mereka.
"Jeno kemarilah. Kita harus menurunkan koper terlebih dahulu" sang ibu dari jauh melambaikan tangan memberi isyarat agar anaknya itu kembali mendekat padanya.
Jeno menghentakan kakinya kesal, namun terlihat menggemaskan. Dengan langkah gontai ia mendekati ibunya.
"Jeno mau bermain air" rengeknya.
"Nanti ya sayang, kita baru sampai. Setelah makan siang, kau boleh bermain air sepuasnya" ujar ibu Jeno, Hanna, sembari mengusap halus kepala anak semata wayangnya itu.
"Asik!" Jeno melompat lompat senang, membuat kedua orangtuanya ikut tertawa melihat tingkahnya.

••

Seperti yang Hanna janjikan, setelah setelah makan siang, ia menemani Jeno bermain ditepi laut. Bukannya bermain air seperti yang ia katakan tadi, Jeno kini malah asik bermain pasir, membentuknya menjadi istana.
Hanna hanya duduk dibawah teriknya matahari, namun tak menjadi masalah untuknya, karena kesenangan Jeno jauh lebih menjadi prioritasnya.
Hanna dikejutkan saat seseorang memakaikan topi pantai yang cukup lebar, dikepalanya, guna menangkal sinar matahari yang langsung mengenai wajahnya.
Hanna mendongakan kepalanya dan mendapati suaminya, Jaehyun sudah berdiri disampingnya, yang kemudian ikut duduk disebelahnya.
"Syukurlah cuaca hari ini cerah" ujar Jaehyun yang dibalas anggukan kepala oleh Hanna.
"Kau benar, padahal ramalan cuaca mengatakan hari ini akan hujan deras"

Ramalan cuaca itu tidak sepenuhnya salah, satu jam setelahnya, langit langsung berubah gelap, menandakan hujan besar akan turun segera.
"Jeno, ayo kita kembali ke villa. Sebentar lagi hujan" ajak Hanna.
Jeno menggeleng, menolak. "Jeno mau main air dulu, Ma"
Tanpa persetujuan Ibu maupun Ayahnya, Jeno sudah berlari mendekati air laut, dan tanpa sadar ia melangkah semakin jauh dari tepian.
"Jeno, kemari, jangan masuk kedalam laut, bahaya" Jaehyun berteriak mengingatkan. Namun sayangnya suara deburan ombak membuat Jeno tak bisa mendengar suara Ayahnya. Ia tenggelam dalam dunianya, tawa diwajahnya semakin melebar dikala air laut mulai membasahi bajunya sebatas dada.
"Jeno!" Hanna yang melihat gulungan ombak siap menerjang tubuh kecil Jeno, segera berlari mendekati Jeno untuk menyelamatkannya.
Bersamaan dengan hujan deras yang tiba-tiba turun membasahi bumi, tubuh keduanya tersapu hebat oleh gulungan ombak.
Jaehyun berteriak keras dan ikut berlari hendak menyusul istri dan anaknya yang sudah tak terlihat. Baru saja ia akan mendekat, tubuhnya sudah ditahan oleh 2 orang pria.
"Bahaya pak, air laut sedang deras" ujar salah satu dari mereka.
"Kau tidak lihat istri dan anakku terseret arus HAH?!" Jaehyun mencoba memberontak namun gagal karena 2 pria itu jauh lebih kuat, menariknya menuju tepian. Sedang salah satu dari mereka mencoba berbicara entah dengan siapa, menggunakan HT yang dipegangnya, meminta pertolongan.

Jaehyun hanya bisa berdoa saat tim SAR sedang menyisir lautan, mencari keberadaan istri dan anaknya. Karena hujan deras, pencarian tidaklah mudah, kalau saja Jaehyun tidak berteriak seperti kesetanan, mungkin pencarian sudah dihentikan sejak tadi.
"Siapkan ambulance!" Salah satu berteriak memberi aba-aba. Jaehyun yang hanya duduk lemas dibawah guyuran air hujan, segera berdiri mendekati tim SAR yang tampak menggotong tubuh kecil Jeno.
"Cepat bawa dia kerumah sakit" pinta Jaehyun. Sesaat ia bingung luar biasa, harus ikut ambulance mengantarkan Jeno menuju rumah sakit, atau tetap disitu hingga istrinya juga ditemukan.
"Jae! Aku akan mengantar Jeno kerumah sakit. Kau tetap disini" Syukurlah, Taeyong, sahabatnya, datang tepat waktu, setelah tadi Jaehyun sempat menghubunginya. Taeyong segera melompat naik ke ambulance dan ikut mengantarkan Jeno menuju rumah sakit terdekat.

1 jam sudah lewat begitu saja tanpa ada hasil dari pencarian Tim SAR. Perasaan Jaehyun sudah campur aduk. Bayangkan saja, sudah 1 jam, apakah mungkin istrinya masih bertahan dilautan sana? Memikirkan kemungkinan terburuk, Jaehyun rasanya mau gila. Matanya sudah berkaca-kaca, namun setengah mati ia menahan tangisnya. Ia harus tetap kuat, dan berpikir positif, ia mengingatkan dirinya sendiri.
Pertahanan itu runtuh, ketika Tim SAR kembali memberi aba-aba. Dan kali ini mereka berhasil menemukan istrinya, namun sudah tak bernyawa. Tangis Jaehyun pecah, ia meraung, menggoncang keras tubuh Hanna, berharap istrinya itu dapat kembali bangun. Ia hancur sehancur-hancurnya.

••

Jam menunjukan pukul 11 malam. Beberapa tamu sudah meninggalkan rumah duka. Jaehyun sedari tadi hanya duduk bersandar pada dinding, pandangannya tak lepas dari figura foto yang menampakan istrinya yang tersenyum lebar.
Padahal rencana mereka pergi ke Villa untuk merayakan ulang tahun Jeno yang kesebelas, tapi mengapa hari yang seharusnya menjadi hari bahagia itu malah menjadi malapetaka.
Jeno. Benar, ini semua karena Jeno. Jaehyun terus bergumam dalam hati.
Kalau saja Jeno menuruti apa kata Hanna, pasti ini semua tidak terjadi.
Kini bola mata Jaehyun mencoba mencari keberadaan Jeno, seperti elang yang sedang mencari mangsa. Ketika dilihat anaknya itu sedang membantu Taeyong merapikan meja, lantas ia bangkit berdiri, dengan emosi yang membuncah, Jaehyun melangkah lebar, mendekati Jeno dan dengan kasar menarik keras tubuh kecil Jeno hingga tubuh itu membentur lantai cukup keras, membuat Taeyong menoleh cepat kearah suara.
"Ini semua karena mu!" Teriaknya.
Kalau saja Taeyong tidak menahan tubuhnya, Jaehyun memastikan ia sudah mencekik tubuh kecil dihadapannya kini yang tampak terkejut dengan perlakuannya barusan.
Jeno hanya mengalami luka ringan saat ia dibawa kerumah sakit. Suatu mujizat bukan? Namun justru itu semua membuat Jaehyun tak terima. Jeno bisa baik-baik saja, kenapa istrinya tidak?
"Jae! Sadarlah Jae! Dia anakmu!" Taeyong mencengkeram erat bahu Jaehyun. Dapat dilihatnya manik mata itu penuh dengan amarah, tatapannya seakan siap membunuh.
"Anak sialan! Kalau saja kau tidak berlari ke laut, Mama mu tidak akan meninggal! Kemari kau sialan! Biar kuhabisi kau!" Jaehyun tidak hentinya melontarkan cacian pada Jeno yang kini sudah meringkuk ketakutan.
"Jae!" Pekikan Taeyong membuat Jaehyun terdiam. "Hanna bahkan mencoba menyelamatkannya dan kau malah mau membunuhnya? Baiklah, silahkan!" Cengkraman tangan Taeyong perlahan mengendur. Meskipun ia agak was-was namun Taeyong yakin Jaehyun tidak sampai hati melakukan itu.
Dan Jaehyun malah ambruk, bersimpuh dilantai dengan tangisnya yang kembali pecah.

Sejak hari itu, Jeno sadar, dirinya lah penyebab kematian ibunya. Ia yang bertanggung jawab penuh. Janjinya kini hanyalah untuk menjaga ayahnya, sebagai penebusan atas semua kesalahannya pada ibunya. Maka sekeras apapun Ayahnya membencinya, Jeno akan menerimanya. Ia pantas mendapatkannya.

TBC
Vote dan comment nya boleh dongg ~

LUKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang