25

5.7K 485 20
                                    

LUKA
Part 25

Jaehyun baru saja sampai dirumah pukul 11 malam. Hari ini ia begitu sibuk mengurus rapat dan lainnya.
Ia langsung merebahkan tubuhnya diatas ranjang tak peduli dengan tubuhnya yang sudah bau keringat. Ia kembali mengingat perkataan Taeyong.
Untuk Hanna, Jeno adalah segalanya. Saat Jeno masuk rumah sakit karena demam berdarah saja, istrinya itu selalu menangis setiap malam, Hanna juga sampai tak tidur sibuk menjaga Jeno. Takut kehilangan.
Apa jadinya jika hari itu Jeno yang terbawa arus dan meninggal tenggelam.
Jaehyun langsung menepis pikiran itu. Ia bahkan tak bisa membayangkannya.
Jaehyun baru saja bangkit dari kasur, hendak mandi saat ponselnya berbunyi menampilkan pesan video dari nomor asing yang ia tebak adalah nomor Winwin.
Jaehyun menekan tombol play. Di video itu tampak Jeno yang dipaksa menghabiskan sebotol minuman keras.
Jaehyun tampak biasa. Hingga ketika video itu menampakan Jeno lebih dekat, ia dapat mendengar suara Jeno begitu lirih.
"Papa, tolong Jeno. Jeno takut" perkataan itu membuat dada Jaehyun terasa nyeri. Jeno ketakutan disana, menunggunya datang menolong tapi 2 hari ini ia memilih untuk mengabaikan semua itu.
Sungguh ia marah pada dirinya sendiri.
Jaehyun segera berlari menuju lemari tempatnya menyimpan dokumen-dokumen penting. Ia mengeluarkan semua isi lemari dengan asal dan kasar, hingga menemukan surat yang ia cari. Ia akan menjual tanah yayasan itu.
Jaehyun mencoba menghubungi nomor Winwin yang ia miliki namun tak diangkatnya. Akhirnya Jaehyun memilih mengirimkan lewat pesan.
"Aku akan menjual tanah yayasan. Kembalikan anakku"

••

Winwin tersenyum memang saat melihat nama Jaehyun tertampang jelas diponselnya. Ia sengaja tak menjawab panggilan itu. Sengaja menarik ulur Jaehyun agar pria itu sedikit depresi.
Saat pesan dari Jaehyun masuk, Winwin pun sudah dapat menebak isinya. Namun ia tetap mengabaikannya. Rencananya ia akan membalasnya besok malam. Ia beri 24 jam untuk Jaehyun menikmati permainan gilanya itu.
"Ayo kita pulang saja" ujarnya pada kedua anakbuahnya, Dejun dan Dery.

••

Ten memegangi plastik yang ia gunakan menampung isi perut Jeno, sesekali mengurut tengkuk Jeno agar ia dapat mengeluarkan semua yang membuat perutnya tak nyaman.
"Sudah" ujar Jeno pelan.
Ten menyodorkan sebotol air mineral yang langsung diteguk oleh Jeno.
"Masih mual?" Tanya Ten memastikan.
Jeno mengangguk lemah. "Sedikit"
"Bertahan ya Jeno. Aku yakin Ayahmu pasti segera datang menolongmu" ujar Ten. Ia sendiri tak yakin. Tapi yang ia bisa lakukan saat ini hanyalah mencoba menenangkan Jeno.
"Ten" panggil Jeno. "Kalau aku sampai mati disini. Tolong sampaikan pada Ayahku kalau aku minta maaf sudah menyusahkannya selama ini" Jeno mengatakan semua itu susah payah dengan nafas tersedat.
"Jangan berkata seperti itu Jeno. Kau harus bertahan" tegur Ten.
Jeno kembali menggeleng "Aku tidak kuat"
Setelah itu Jeno mulai memejamkan matanya.
"Jeno! Bangun! Jeno!" Ten panik, mengguncang kencang tubuh Jeno. "Ah! Sialan! Persetan dengan Boss. Aku harus menyelamatkan Jeno!" Ten dengan cepat melepas semua ikatan pada tangan dan kaki Jeno lalu membawa tubuh Jeno di punggungnya. Ia berlari keluar mencegat taxi dan membawa Jeno ke rumah sakit.

••

Ten berjongkok lemas di depan ruang UGD. Jeno sedang ditangani di dalam. Ia sendiri tak hafal nomor Jaehyun, tak tahu harus bagaimana menghubunginya. Ten akhirnya memutuskan untuk menunggu Jeno terlebih dahulu.

Hampir 1 jam lebih Ten menunggu hingga seorang dokter keluar.
"Anda ada hubungan apa dengan pasien?" Tanya dokter.
"Saya kakaknya!" Sahut Ten cepat.
"Baik. Pasien sudah sadar. Dia mengalami cedera di perut dan dada. Pasien juga mengalami tukak lambung akut. Sebaiknya ia di rawat inap. Silahkan diurus dibagian administrasi" jelas dokter itu.
Ten makin bingung. Ia tak punya uang banyak saat ini untuk mengurus administrasi rumah sakit. Sebaiknya ia bertanya pada Jeno nomor Ayahnya. Lebih baik ia harus cepat. Ia tak tega melihat Jeno sakit.

Ten menghampiri Jeno yang terbaring lemas diranjang rumah sakit.
"Jeno. Dokter bilang kau harus dirawat di rumah sakit" ujar Ten.
Jeno menggeleng. "Aku mau pulang"
"Iya nanti kalau kau sudah sembuh kau boleh pulang. Sekarang tolong menurut ya. Sakitmu akan makin parah. Beri aku nomor Ayahmu. Aku akan menghubunginya" pinta Ten.
Jeno mencoba sekuat tenaga untuk bangun. Ia harus pulang, meskipun bukan ke rumah Ayahnya. "Aku mau pulang" ulangnya.
"Jeno! Aku bahkan mengambil resiko untuk mengantarkanmu ke sini! Kau tau mungkin aku akan digantung hidup-hidup oleh Boss. Jadi kumohon, jangan biarkan pengorbanan aku ini sia-sia" pinta Ten dengan wajah memelasnya.
Jeno terdiam. Ia jadi merasa bersalah menyeret Ten ke dalam masalahnya.
"Bolehkan kau bantu aku menghubungi pamanku saja?"
"Tentu! Beri aku nomornya"
"Tapi Ten, tolong katakan padanya untuk tidak memberitahukan pada Ayah"

TBC
Double up kayanya tapi ntar ya di jeda 😎

LUKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang