22

5.1K 453 17
                                    

LUKA
Part 22

Jeno terbangun, ia mengerjap beberapa kali, mencoba mengingat dimana ia berada saat ini.

Flashback

Jeno berjalan dengan perasaan sedih dan kecewa. Padahal baru saja ia kembali berharap pada Ayahnya namun sudah dipatahkan kembali harapannya.
"Jung Jeno" Jeno membalikan badan saat mendengar seseorang memanggil namanya. Dua orang pria berbadan besar menghampirinya lalu menariknya kasar, ia baru saja akan berteriak minta tolong tapi mulutnya sudah lebih dulu dibekap menggunakan sapu tangan yang diberi obat bius. Tubuhnya melemas dan semuanya gelap.
Dua pria itu mengambil tas milik Jeno dan membuangnya asal. Jaga-jaga apabila terdapat GPS di dalam ponsel Jeno.

Flashback Off

Jeno tebak saat ini dia berada disebuah gudang. Terlihat dari beberapa ban truk bekas yang tampak rusak dan teronggok begitu saja. Kedua tangan dan kaki Jeno terikat, mulutnya ditutup menggunakan lakban dan ia hanya duduk dilantai yang dingin dan kotor.
"Dejun! Anaknya sudah bangun" lapor seorang pria berkacamata yang sedang sibuk mengencangkan ikatan tali di kaki Jeno.
Kawannya yang ia panggil Dejun itu segera datang menghampiri Jeno.
"Sudah bangun ya? Kau pasti kaget mengapa kau berada disini. Tenang saja, asal kau menurut, kau akan baik-baik saja" Dejun menampilkan senyum yang lebih pantas disebut seringaian.
Jeno mencoba memberontak namun pria berkacamata itu malah memukul perut Jeno kencang.
"Diam kau bocah!" Serunya kesal.
Jeno menurut. Jujur ia mulai ketakutan.
"Jangan terlalu kasar, Dery. Dia ini aset berharga kita untuk menjebak bedebah Jaehyun" ujar Dejun dengan nada mengejek.
Jantung Jeno berdetak lebih cepat. Apa yang sebenarnya mereka rencanakan.
Tak lama, dua orang pria lainnya ikut masuk ke dalam gudang.
"Bagaimana? Sudah menghubungi Jaehyun?" Tanya salah satu dari mereka.
Pria bernama Dery itu menggeleng. "Nomornya tidak aktif" jawabnya.
"Baiklah. Kita tunggu besok pagi. Ten, kau jaga bocah ini hingga besok pagi. Jangan biarkan dia kabur" ujar pria itu kemudian memberi isyarat pada Dejun dan Dery untuk keluar bersamanya.

Ten ikut duduk bersila berhadapan dengan Jeno.
"Kau pasti takut ya? Maaf aku tak bisa menolong banyak. Yang pasti kau hanya perlu menuruti mereka saja" ujarnya. Terlihat dari sorot matanya, sepertinya pria itu baik.
Jeno mencoba mengucapkan sesuatu namun yang terdengar hanyalah gumaman karena mulutnya yang tertutup lakban.
"Kau mau berbicara sesuatu?" Tanya Ten.
Jeno mengangguk semangat.
"Tapi janji, jangan berteriak. Jika tidak, aku benar-benar tidak akan membantumu lagi" ujarnya yang kembali dijawab dengan anggukan kepala oleh Jeno. Ten akhirnya dengan hati-hati melepaskan lakban yang menempel dimulut Jeno agar tak menyakitinya.
"Aku dimana? Dan kalian mau apa? Tanya Jeno langsung.
"Kau tidak perlu tau. Tapi kau tenang saja, besok kita akan menghubungi Ayahmu meminta tebusan, setelah itu kau bisa bebas kok"
"Tebusan? Kalian mau mengambil uang Ayahku?"
Ten menggeleng. "Bukan. Bukan uang tapi kita ingin dia menandatangani kontrak penjualan tanah yayasan"
Jeno terdiam. Rasanya mustahil jika Ayahnya akan setuju. Yayasan peninggalan ibunya itu menjadi satu-satunya kenangan yang tersisa. Tapi dalam hati Jeno berharap jika Ayahnya akan menolongnya.

••

"Kau kemana saja? Kenapa handphone mu tidak aktif?" Taeyong langsung menghujani Jaehyun dengan pertanyaan sesaat setelah Jaehyun sampai dirumahnya.
"Sedang apa kau disini?" Tanya Jaehyun heran.
"Jeno menghilang!"
"Apa maksudmu?"
"Lihat ini" Taeyong menyodorkan tas milik Jeno. "Aku hanya menemukan ini di jalanan. Aku tak tahu dimana keberadaan Jeno saat ini"
Jaehyun menghela nafas kasar. "Biarkan saja. Anak itu hanya drama karena kesal aku tidak datang tadi" Jaehyun melewati tubuh Taeyong dan masuk ke dalam rumah.
"Lebih baik kita lapor polisi saja" usul Taeyong.
"Kubilang tidak perlu. Lagipula ini masih belum 24jam. Paling nanti malam ia pulang sendiri" sahut Jaehyun.
"Ini sudah jam 12 malam, Jae! Kau lihat isi tasnya. Ponsel dan dompetnya ada didalam semua. Menurutmu apakah mungkin ia pergi keluyuran tanpa membawa apapun?"
Jaehyun tampak berpikir. Ucapan Taeyong benar. Sepeda miliknya bahkan terparkir rapi di garasi. Jika Jeno tidak membawa uang maupun handphone, dengan apa ia pulang nanti. Namun Jaehyun menepis pikiran itu. Ia meyakinkan dirinya bahwa Jeno hanya sedang menunjukan kekesalannya saja.
"Ya sudah kau cari saja. Aku lelah. Kalau 24 jam masih belum ketemu, baru kita lapor polisi"
"Kau gila Jae. Jeno anakmu! Kau tidak peduli sama sekali dengannya?"
Jaehyun tak mengindahkan Taeyong dan melanjutkan langkahnya masuk kedalam kamar.

Selesai mandi membersihkan diri, Jaehyun baru teringat untuk menyalakan kembali ponselnya. Bunyi yang sama terus berurutan masuk, cukup mengganggu. Missed Call 20kali dari nomor tak dikenal.
Jaehyun terlalu lelah hingga ia memutuskan untuk menghubungi balik nomor itu besok saja.

TBC

LUKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang