33

5.7K 398 7
                                    

LUKA
Part 33

Jeno tidak berani menatap Ayahnya. Malu. Bagaimana bisa ia menangis sesengukan seperti tadi di depan Ayahnya. Saat ini rasanya ia ingin menghilang saja.
"Jeno" panggil Jaehyun saat ia baru saja mengantar Taeyong pulang. "Sudah makan?" Tanyanya.
Jeno menggeleng pelan dengan kepala tertunduk.
"Jeno, masih marah ya sama Papa?"
"Engga"
"Kalau begitu kenapa gak mau lihat Papa?"
Jeno mau tak mau mengangkat kepalanya, memberanikan diri menatap Ayahnya.
"Jeno minta maaf ya Pa" akhirnya hanya itu yang keluar dari mulut Jeno.
Jaehyun memilih duduk disebelah Jeno persis. "Loh maaf kenapa? Jeno gak salah apa-apa kok. Papa yang seharusnya minta maaf ke Jeno" Jaehyun menggenggam tangan Jeno. "Papa janji gak akan jahat sama Jeno lagi. Kalau sampai itu terjadi, Jeno boleh tinggalin Papa sendiri"
"Jeno ga bisa Pa. Kalau Papa benci sama Jeno lagi, Jeno terima kok. Toh Jeno sudah biasa" sahut Jeno.
Sudah biasa, katanya. Mendengar itu Jaehyun merasa sedih. Jeno tidak pernah membencinya meskipun selama seminggu lebih ini ia menghindarinya, mengusirnya bahkan mengatakan jika ia membenci Jaehyun. Tapi Jaehyun tahu, dalam hati kecil Jeno, anak itu tidak pernah sedikitpun membencinya.
"Jeno berharga buat Papa. Papa salah selama ini gak menyadari itu. Maafin Papa ya Jeno" Jaehyun mengusap lembut kepala Jeno.

••

Jaehyun terbangun dari tidurnya karena merasa tenggorokannya kering dan butuh minum. Ia mengerjap sesaat dan tidak mendapati Jeno ada di sebelahnya padahal jelas anak itu tertidur lebih dulu darinya.
"Jeno" Jaehyun mencoba memanggil. Namun tak ada jawaban. Ia lalu pergi ke dapur. Mungkin saja Jeno ada di sana. Namun Jaehyun tak menemukan Jeno di dapur. Panik. Jaehyun panik. Pikirannya kembali menerawang pada kejadian Jeno diculik. Segera Jaehyun menyambar jaketnya, memakainya cepat dan berlari keluar dari Villa.
"Jeno! Jeno!" Jaehyun terus berteriak sambil terus berjalan menyusuri sisi pantai. Suara deburan ombak begitu terdengar jelas saking sunyinya malam.
"Jen-" Jaehyun bernafas lega mendapati Jeno sedang duduk diatas pasir. Memandang ke arah laut. "Jeno, sedang apa?" Tanya Jaehyun. Ia melepas jaket, memakaikannya pada Jeno yang hanya menggenakan kaos tipis, kemudian ikut mendudukan dirinya di samping Jeno.
"Jeno kangen Mama" ujarnya lirih.
Jaehyun terdiam. Ini pertama kalinya ia mendengar Jeno merindukan Hanna. Mungkin selama ini Jaehyun yang tidak pernah peduli dengan Jeno, sampai ia lupa, Jeno mungkin butuh sosok Ibunya. Harusnya Jaehyun bisa menggantikan peran Hanna, bukan malah menghilangkan perannya sebagai Ayah juga yang membuat Jeno sendirian dan kesepian.
"Kalau saja waktu itu Jeno tidak berlari ke air, mungkin Mama sekarang masih ada ya Pa?" Tanyanya. Ia memandang Jaehyun penuh penyesalan.
"Jeno" panggil Jaehyun. "Sudah ya? Berhenti menyalahkan diri Jeno. Semua sama sekali bukan salah Jeno. Maaf kalau Papa selalu menyalahkan Jeno. Tapi sungguh ini semua terjadi bukan karena Jeno. Semua ini takdir" jelas Jaehyun.
Jeno kembali memandang kosong lautan.
"Jeno kangen Mama" ulangnya dengan suara bergetar. Ia menenggelamkan kepalanya diantara kedua lututnya, bahunya bergetar. Jeno menangis.
Tak seharusnya Jaehyun membawa Jeno ke sana. Tempat yang menyimpan cerita duka dan kelam untuk Jeno.
Jaehyun mengulurkan tangannya mengusap punggung Jeno mencoba menenangkannya dalam diam. Karena Jaehyun tahu, apapun yang akan ia katakan untuk menghibur Jeno, tak akan berarti apa-apa. Jaehyun salah besar jika ia selama ini berpikir jika Jeno tak pernah merasa bersalah atas kematian Hana. Kenyataannya lebih dari dari itu, Jeno menyimpan penyesalannya seorang diri.

••

Jaehyun dan Jeno akhirnya sudah kembali ke Seoul. Jaehyun memang tidak mau berlama-lama di villa miliknya itu karena ia tahu itu akan membuka luka lama bagi Jeno.
"Papa antar Jeno ke sekolah ya nanti" ujar Jaehyun sembari menyantap sarapan yang Bibi Han sudah siapkan diatas meja makan.
"Jeno bisa naik sepeda, Pa" tolak Jeno. Bukannya apa, tapi Jeno ragu bagaimana jika ada yang melihatnya bersama Jaehyun. Bukankah Jaehyun tidak mau sampai orang tahu jika ia adalah anaknya?
"Tidak apa kok lagipula kita searah"
"Lain kali saja boleh gak Pa?" Tanya Jeno. Sejujurnya Jeno juga tidak bisa memastikan kapan "lain kali" yang ia katakan. Yang pasti biarlah kali ini Ayahnya tidak perlu mengantarnya.
"Ya sudah"

••

Jaemin tidak pergi ke sekolah hari ini. Tadi ia sempat mengabarinya lewat pesan singkat. Dia bilang sedang ada acara keluarga di Pulau Jeju. Dan hasilnya, Lucas sudah duduk menempati kursi Jaemin. Ia pasti bisa menebak jika Jaemin absen, karena biasanya anak rajin seperti Jaemin akan datang awal. Jika 10 menit sebelum bel masuk seperti sekarang, ia masih belum ada, bisa dipastikan jika memang Jaemin tidak akan datang.
Jeno melangkah ragu, kemudian duduk bersebelahan dengan Lucas.
"Bodyguard mu Jaemin tidak datang nih. Kau tahu kan apa yang akan terjadi?" Ujarnya dengan seringaian yang cukup membuat Jeno was-was dengan apa yang mungkin dia lakukan.

Sudah dapat diduga, seperti biasa. Lucas tidak akan membiarkan Jeno mengikuti pelajaran dengan damai. Ia sibuk mencoret buku Jeno ketika ia sedang mencatat, menginjak kaki Jeno keras hingga ia hanya bisa meringis kesakitan, mencoba menarik tas ransel Jeno hingga membuat tas milik Jeno akhirnya robek cukup panjang, belum lagi ia sengaja menumpahkan air ke buku Jeno.
Dan begitu bel tanda pulang berbunyi, Lucas dan kelompoknya langsung menarik Jeno menuju gudang sekolah.
"Lepaskan aku brengsek!" Teriak Jeno pada akhirnya. Tidak kuat menghadapi kelakuan Lucas yang begitu mengesalkan.
Jeno dipaksa berlutut. Lucas menarik surai hitam Jeno membuat anak itu mendongak. Sedangkan Felix dan Bangchan memegangi kedua tangan Jeno agar ia tidak bisa melawan.
Lucas kemudian mengeluarkan sebuah gunting dari dalam saku celananya.
"Rambutmu sudah panjang, Jeno. Aku akan merapikan" Jeno memberontak mencoba menggelengkan kepalanya heboh agar Lucas tidak sampai menggunting rambutnya.
"Lepas!" Teriak Jeno panik.

TBC

LUKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang