LUKA
Part 04Jam sudah menunjukan pukul setengah dua belas malam. Harusnya Ayahnya sudah dalam perjalanan pulang dari bandara, mungkin setengah jam lagi Jaehyun akan sampai dirumah. Jeno mencoba melawan kantuknya, meskipun TV dihadapannya sudah dia nyalakan dengan volume cukup keras, agar ia tetap terjaga, nyatanya mata Jeno malah terasa semakin berat.
Setiap kali Jaehyun pulang malam, maka Jeno yang bertanggung jawab untuk membukakan pintu untuknya, mengingat Bibi Han hanya bekerja dari jam 7 pagi hingga jam 3 sore saja dirumahnya.
Dan beberapa menit kemudian, Jeno sudah terlelap diatas sofa ruang keluarga.
Jaehyun menarik kopernya melewati halaman rumah saat taxi yang ditumpanginya tadi sudah melaju pergi. Ia baru saja kembali dari perjalanan bisnisnya di California selama seminggu penuh. Sungguh ia merasa amat sangat lelah, menghabiskan waktu belasan jam diatas pesawat ditambah bagasinya sempat ada masalah dibandara tadi membuatnya tertahan hampir 1 jam hanya untuk pemeriksaan. Rasanya malam ini dia akan langsung mandi dan tidur hingga esok siang. Ia sudah memberitahu Taeyong kalau besok ia mengambil cuti, meskipun itu perusahaan miliknya, namun Jaehyun merasa tetap harus menginformasikannya pada Taeyong agar rekannya itu bisa membantunya menghandle perusahaan saat dirinya libur.
Jaehyun menekan bel sekali, lalu menunggu sekitar 2 menit, pintu masih belum dibuka. Ia menekan kembali bel rumah berkali kali, namun nihil, tidak ada yang membukakan pintu. Jaehyun mengerang frustasi, badannya sudah sangat lelah.
Mencoba menggedor pintu keras, Jeno masih belum membukakan pintu. Jaehyun meraih ponselnya, mencoba menghubungi Taeyong memintanya untuk menjemputnya saja dan mengantarkan ke Hotel. Ia tak mungkin berkendara sendiri karena kunci mobil miliknya tergantung didalam kamar tidurnya. Namun sepertinya Taeyong juga sudah terlelap, lima kali Jaehyun mencoba menghubungi Taeyong, pria itu tak juga mengangkatnya. Sedang jam diponselnya sudah menunjukan hampir pukul 1 malam.
Baru saja ia akan memesan taxi, handphonenya sudah lebih dulu mati, kehabisan daya.
"Shit!" Umpatnya. Sepertinya hari ini adalah hari sialnya.
Pilihan terakhirnya adalah ia harus berjalan agak jauh keluar dari komplek perumahan mewahnya, menuju jalan besar untuk menyegat taxi disana.
Maka sekali lagi Jaehyun mencoba untuk terakhir kalinya, menggedor keras pintu rumahnya hingga lengannya sakit.
Pintu tak kunjung terbuka, Jaehyun memilih menyerah, ia baru saja akan berjalan pergi, saat pintu rumahnya akhirnya terbuka, menampakan Jeno yang tampak ketakutan."P-pa maaf tadi Jeno ketiduran" Jeno tahu benar Ayahnya akan sangat marah. Ia sendiri terkejut saat bangun dari tidurnya, dan jam sudah menunjukan pukul 1 malam.
Benar dugaan Jeno.
Jaehyun dengan kasar menarik rambut Jeno, menyeretnya masuk kedalam rumah, menghempaskan tubuhnya kelantai. Matanya menangkap raket bulutangkis yang baru dibelinya minggu lalu, masih teronggok disudut ruang. Segera ia mengambil raket itu dan berjalan kembali mendekat pada Jeno. Jeno reflek menggunakan kedua tanganya menutupi bagian wajah dan kepalanya, karena ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya pada dirinya."Dasar anak tak berguna!"
Jaehyun melayangkan gagang raket itu bertubi tubi ketubuh Jeno, tak menghiraukan jeritan Jeno yang memohon ampun dan memintanya berhenti.
"Ampun Pa, sakit"
Sepertinya rasa lelah Jaehyun sirna seketika, buktinya ia bisa menghajar Jeno sekuat tenaga.
Ketika Jaehyun sudah puas dengan hukuman yang ia berikan untuk Jeno, ia melempar asal raket yang dipegangnya dan melenggang pergi meninggalkan Jeno yang tampak terkapar diatas dinginnya lantai. Tubuhnya terasa sangat sakit, hingga Jeno hanya mampu merangkak, naik ke atas sofa dan membaringkan tubuhnya disana.••
Jeno meringis menahan sakit saat gel dingin terasa menempel dikulitnya yang memar. Bibi Han mengoleskan obat dengan lebih perlahan lagi, agar Jeno tak terlalu kesakitan.
"Tahan sebentar ya Jeno" Bibi Han sampai ingin menangis melihat keadaan Jeno, pagi tadi ia mendapati Jeno tertidur diatas sofa dengan luka memar di hampir seluruh tubuhnya. Bibi Han juga segera melapor pada Taeyong, membuat pria itu melesat cepat kerumah Jaehyun."Hari ini tidak usah sekolah dulu ya?" Tanya Taeyong lembut, sembari mengusap kepala Jeno.
Jeno menggeleng cepat. "Hari ini ada ulangan matematika"
"Kan bisa minta ulangan susulan nanti. Hari ini istirahat dirumah dulu ya?" Taeyong kembali bernegosiasi.
Jeno kembali menggeleng.
"Aku baik-baik saja kok, Paman"
Kali ini Taeyong tak bisa lagi memaksa. Taeyong tak habis pikir apakah Jaehyun benar-benar tidak memiliki belas kasihan pada anak sebaik Jeno ini.Jeno akhirnya sampai disekolah, diantar oleh Taeyong yang terus memaksa untuk Jeno ikut didalam mobilnya. Taeyong juga tidak tega melihat Jeno harus mengayuh sepedanya dengan keadaan tubuhnya yang penuh lebam.
Jeno merapatkan jaketnya, agar tidak ada orang lain yang melihat keadaan tubuhnya saat ini.
Baru saja ia duduk dibangku kelasnya, sebuah bola menghantam keras punggungnya.
"Akh!" Rasa sakit dan perih seketika kembali menjalar, pasalnya bola itu ikut mengenai luka ditubuhnya.
"Ups aku tak sengaja" murid berperawakan tinggi, dengan nametag bertuliskan "Lucas" itu tertawa mengejek.
"Ya! Kau sengaja kan?!" Bukan Jeno yang marah, melainkan Jaemin. Ia ikut geram melihat Lucas terus mengganggu kawannya itu.
Jeno sendiri tak ambil pusing, ia tak mau bertengkar yang memungkinkan dirinya kena masalah, apalagi kalau sampai Ayahnya dipanggil oleh pihak sekolah. Membayangkannya saja ia merasa ngeri. Entah apa yang akan Ayahnya lakukan jika ia sampai berbuat onar disekolah. Lagipula Jeno pikir akan lebih baik jika ia mendiamkan Lucas, agar anak itu akhirnya lelah sendiri dan berhenti mengganggunya.
Jaemin baru saja akan bangkit berdiri menghampiri Lucas saat lengannya ditahan oleh Jeno.
"Biarkan saja. Kau tak usah ikut campur" ujar Jeno ketus, setelah itu Jeno memilih keluar dari kelasnya.
Jaemin pada akhirnya hanya melemparkan tatapan tajam pada Lucas yang dibalas dengan senyum mengejek.TBC
VoteComment nya silahkan 😼😺
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA [END]
FanfictionHubungan Jeno dan Ayahnya yang rusak setelah Ayahnya menganggap Jeno sebagai penyebab kematian istrinya. Jeno berharap ia bisa memperbaikinya.