20

5.7K 527 29
                                    

LUKA
Part 20

Jeno selesai mengganti pakaiannya yang basah kuyup, juga mengeringkan rambutnya. Senyumnya merekah mengingat bagaimana Jaehyun peduli dengannya tak ingin ia sakit, namun dengan cepat Jeno menyadarkan dirinya agar tak terlalu berharap banyak karena kemungkinan ia akan kembali kecewa.

Mata Jeno menangkap secarik kertas yang menyembul dari dalam ranselnya. Surat pemberitahuan bahwa ia mendapat beasiswa ke Jerman selulus SMA nanti. Awalnya ia ragu apakah ia harus memberitahukan pada Ayahnya atau tidak namun akhirnya ia memilih untuk memberitahu kabar baik itu, siapa tau Ayahnya akan bangga padanya, pikir Jeno.

Jeno kembali masuk ke kamar Jaehyun dengan nampan berisi makan malam. Ia membantu menyusun piring lauk diatas meja lipat kecil agar Ayahnya tak kesulitan untuk menyantapnya.
Jaehyun mulai menyendokan kuah sup hangat ke dalam mulutnya.
"Pa" Jeno mulai buka suara. Ia duduk ditepi ranjang Jaehyun. "Jeno dapat beasiswa ke Jerman" pamernya.
"Ohya?"
Jeno mengangguk. "Paman Taeyong sudah menandatangani formulir persetujuan. Jadi nanti-"
"Kau sudah menyetujuinya?" Potong Jaehyun cepat.
Jeno mengangguk ragu. Suara Ayahnya terdengar ketus.
"Baguslah. Kapan kau pergi? Semakin cepat semakin baik"
Jeno tampak terkejut mendengar respon Ayahnya yang tak ia duga. Ia sampai terdiam sesaat.
"Singkirkan ini. Aku sudah kenyang. Keluarlah jangan mengangguku istirahat" Jaehyun mendorong meja lipat itu padahal ia belum menghabiskan makanannya.
Takut kembali kena amuk, Jeno segera membereskan meja itu dan keluar dari kamar.
Jeno tersenyum tipis. Benar kan apa yang ia bilang? Jangan terlalu berharap. Buktinya Ayahnya kini sudah kembali membencinya. Kadang Jeno bingung dengan perubahan sikap Ayahnya itu.

Jaehyun memejamkan matanya dan kembali merubah posisinya bersandar pada papan ranjang. Menyesal telah bersikap kasar pada Jeno padahal anak itu sudah melakukan banyak hal untuk membantunya yang sedang kurang sehat. Tapi jujur saja Jaehyun kesal. Harusnya ia menjadi pertama yang mendengar kabar baik bahwa Jeno mendapat beasiswa. Harusnya Jeno bertanya pendapatnya dulu. Bukannya membiarkannya tahu setelah ia dan Taeyong membuat keputusan. Mungkin Jaehyun lupa jika Jeno mendaftar sekolah bahkan dengan nama Taeyong sebagai walinya karena Ia tak mau jika sampai oranglain tahu jika Jeno adalah anaknya.
Fakta bahwa Jeno lebih mendahulukan Taeyong untuk mengambil keputusan, membuat Jaehyun kesal merasa terlewati.

••

Jaehyun mengerjap, dilihatnya jam dinding sudah menunjukan pukul 5 pagi. Ketika ia memutar badannya, ia mendapati Jeno tertidur dengan posisi duduk dilantai, menelungkupkan wajahnya diatas lengannya yang berada di atas ranjang, dengan beberapa buku terbuka. Sepertinya ia ketiduran saat sedang mengerjakan tugas.
Jaehyun mengusap pucuk kepala Jeno pelan agar tidak membangunkannya. Perasaan bersalah masih ada karena masalah sore tadi. Entahlah, Jaehyun juga tak mengerti dengan dirinya yang tiba-tiba mudah sekali merasa bersalah. Padahal sebelumnya ia bisa melakukan hal kasar pada Jeno tanpa peduli.
Jeno yang masih setia menjaganya, membuatnya semakin merasa buruk. Anak itu seperti tak menyimpan dendam apapun pada semua perlakuannya.
Jaehyun berjanji akan memperlakukan Jeno dengan lebih baik lagi.
Jaehyun segera menarik tangannya dan berpura-pura masih tertidur saat Jeno mengeliat pelan kemudian terbangun. Jaehyun dapat mendengar Jeno yang membereskan kembali buku-buku miliknya, lalu ia merasa tangan Jeno menyentuh dahinya untuk memeriksa apakah demam Jaehyun sudah reda.
"Hahh syukurlah sudah tidak demam" Jeno berdialog sendiri.
"Pa, kalau Jeno nanti tidak di rumah lagi, jangan sakit lagi ya Pa. Jeno takut tidak ada yang menjaga Papa" ujarnya lirih. Jeno pikir Jaehyun masih tertidur dan tidak akan mendengar apa yang keluar dari mulutnya barusan.
"Jeno pasti segera pergi Pa seperti yang Papa mau. Jeno bakal berhenti menyusahkan Papa" lanjutnya lagi, kemudian Jaehyun mendengar derap langkah Jeno yang keluar dari kamarnya.
Jaehyun segera menyeka air mata yang sudah mengalir di sudut matanya.
Sial! Kenapa ia menangis, gumamnya.

••

"Sudah bangun?" Tanya Taeyong begitu melihat Jaehyun dengan wajah bangun tidurnya menuruni tangga.
Padahal baru saja ia akan mengantarkan sarapan ke kamar Jaehyun.
"Sudah baikan?" Tanyanya memastikan.
Jaehyun mengangguk. "Sudah lebih baik meskipun masih agak pusing" jawabnya.
"Kalau begitu lanjutkan saja istirahatmu beberapa hari. Ah! Kabar baik, tanah yayasan tetap akan menjadi milik kita" Taeyong berjalan ke ruang makan untuk meletakan kembali nampan yang ia bawa.
Jaehyun mengekor di belakang, kemudian keduanya duduk untuk menyantap sarapan bersama.
"Mana Jeno?" Tanya Jaehyun.
"Tentu saja sekolah. Dia memaksa untuk tetap menjagamu saja di rumah. Tapi aku meyakinkan kalau aku akan ada dirumah hingga ia pulang sekolah. Kau lihatkan betapa peduli dia denganmu? Berhenti menyakitinya" tegur Taeyong.
Jaehyun tak menjawab, hanya fokus menyantap sarapannya.

"Jeno.." ucapan Jaehyun terputus. Ragu untuk melanjutkan pertanyaannya.
"Kenapa?"
"Kau mengijinkannya pergi ke Jerman untuk kuliah?" Tanyanya pada akhirnya.
"Iya. Kenapa? Kau tak ingin dia pergi?"
"Tidak. Itu yang aku harapkan" Jaehyun terlalu gengsi untuk mengakui jika ia ingin Jeno tetap tinggal bersamanya.
"Kau benar-benar tak punya hati ya. Jangan menyesal jika Jeno pergi nanti, kau dirumah ini hanya seorang diri"

TBC 🍀

LUKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang