LUKA
Part 14Jaehyun menutup laptopnya dengan kasar. Sedari tadi ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan pekerjaan kantor namun tak berhasil. Kesal, itu yang Jaehyun rasakan. Bagaimana bisa Jeno berkata bahwa ia lebih butuh kepercayaan Taeyong dibanding dirinya.
Jaehyun sadar mungkin perkataannya tadi melukai Jeno, tapi itu semua kesalahan Jeno sendiri.
Jaehyun bangkit berdiri dan berjalan menuju dapur, berencana membuat secangkir teh hangat guna menenangkan pikirannya namun langkahnya terhenti di pintu dapur saat melihat Jeno juga ada di sana rupanya. Sedang menyantap makan malam seorang diri. Entah mengapa tiba-tiba ia merasa bersalah saat melihat bekas luka yang terlihat jelas menghiasi lengannya. Matanya masih terlihat sembab bekas menangis tadi. Ia juga teringat perkataan Jeno yang ingin menyusul istrinya. Apa ia sudah sangat keterlaluan sampai Jeno memiliki pikiran seperti itu? Namun dengan cepat Jaehyun menepis pikiran itu.
"Memang dia saja yang lemah. Dia yang membunuh Hanna namun dengan mudah berkata ingin menyusul Hanna? Ck!" Gumam Jaehyun dalam hati. Jaehyun mengurungkan niatnya membuat teh dan segera kembali ke kamar sebelum Jeno menyadari kehadirannya.••
Jaehyun sedang duduk di ruang tengah, saat Jeno baru saja sampai di rumah.
"Dari mana? Kenapa baru sampai di rumah jam segini?" Tanya Jaehyun begitu melihat Jeno.
"Maaf Pa. Jeno baru selesai membersihkan toilet sekolah, sebagai hukuman kemarin" jelasnya.
"Cepat bersiap. Kita ke rumah sakit"
"Siapa yang sakit, Pa?" Tanya Jeno.
"Bibi Sora melahirkan"
Mata Jeno berbinar. "Sebentar Pa, kasih waktu Jeno 10 menit" Dengan raut wajah gembira, Jeno segera berlari ke kamar. Dengan kilat ia mandi, membersihkan diri, lalu bersiap. Tak lupa membawa box berisi hasil rajutannya.Sepanjang perjalanan, Jeno tak bisa menyembunyikan senyumnya. Sesekali Jaehyun melihat melalui kaca spion tengah, hingga ia heran kenapa Jeno begitu terlihat bersemangat.
••
"Congrats bro!" Jaehyun memeluk Taeyong begitu masuk ke dalam ruang rawat Sora. "Congrats Ra. Hanna pasti sangat senang, kalau saja ia masih ada" lanjutnya.
Mendengar perkataan Ayahnya, senyum diwajah Jeno luntur. Ia kembali diselimuti perasaan bersalah. Ayahnya benar, Ibunya pasti sangat senang mendengar kabar Sora sudah melahirkan seorang bayi perempuan yang sudah lama ia nantikan kehadirannya.
"Jeno, apa itu yang kau bawa? Hadiah untuk Nara ya?" Sora segera mengalihkan pembicaraan saat melihat Jeno yang tampak sedih.
"I-iya" Jeno mendekat pada Sora yang duduk diatas ranjang rumah sakit, menyerahkan kotak yang ia bawa sedari tadi. "Ini Jeno rajut sendiri" pamernya dengan bangga.
Sora membuka kotak itu dan memekik senang "Wah! Bagus sekali. Terimakasih Jeno. Nara pasti senang dapat hadiah dari Jeno"
"Jeno boleh lihat Nara?" Tanyanya meminta ijin.
"Tentu boleh, Jeno"
Jeno berjalan mendekat pada box bayi berwarna pink. Seorang bayi imut ada didalamnya sedang menggeliat.
"Halo Nara" sapa Jeno pelan. Tangannya mengelus pelan pipi gembul Nara.
Masih tak terbiasa, Nara mendadak menangis kencang membuat Jeno panik.
"Ya! Kau apakan dia?" Jaehyun menarik kencang Jeno agar menjauh dari box bayi.
"M-maaf. Maaf Paman, Bibi. Tadi- tadi Jeno cuma- Maaf"Jeno panik bukan main. Tak tau harus menjelaskan apa, Jeno memilih berlari keluar setelah mengucapkan permintaan maaf.
"Kau terlaluan Jae" protes Taeyong sembari menggendong Nara dan menepuk nepuk pelan agar ia tenang.
"Bayi menangis itu wajar. Kenapa kau memarahi Jeno?!" Kali ini Sora buka suara. "Sayang, tolong kau susul Jeno. Biar aku yang menenangkan Nara" ujarnya pada Taeyong. Dengan hati-hati Sora mengambil Nara dari pelukan Taeyong dan membiarkan suaminya itu keluar untuk menyusul Jeno.Taeyong menemukan Jeno yang terduduk di bangku yang ada tak jauh dari ruang inap Sora.
"Jeno" tangannya menepuk pelan pundak Jeno. Lalu ikut duduk disebelahnya.
"Bukan salah Jeno kok. Bayi memang gampang menangis" ujarnya.
"Maaf, Paman" gumam Jeno.
"Bukan salah Jeno" ulangnya.
"Paman. Jeno memang pembawa sial ya? Bahkan sampai Nara saja tidak mau dekat dengan Jeno" ujarnya.
"Siapa yang mengatakan kalau Jeno pembawa sial?" Tanya Taeyong.
"Nenek" sahutnya. Taeyong memijat pelan pelipisnya. Ia kembali teringat kejadian 2 tahun yang lalu. Saat Jeno mengikuti kegiatan sekolah sebagai murid baru, ia tak berhati-hati dan membuat temannya cedera saat acara outbond. Ia sampai harus ikut datang ke rumah sakit untuk memastikan keadaan teman Jeno. Dan saat mereka kembali ke rumah, dengan entengnya nenek Jeno menyalahkan Jeno dan mengatakan bahwa ia memang pembawa sial. Taeyong tak mengira Jeno masih terus teringat dan bahkan meyakinkan bahwa ucapan Neneknya itu benar.
"Apa itu alasan mengapa Jeno tak punya teman dekat?" Tanya Taeyong lagi.
Jeno menunduk, tak berani menjawab.
"Jeno? Benar?"
Jeno mengangguk pelan.
"Jeno, lihat paman" Jeno perlahan mengangkat wajahnya menatap Taeyong.
"Jeno bukan pembawa sial. Apa yang memang sudah seharusnya terjadi itu takdir, bukan salah Jeno. Mengerti?"
Jeno mengangguk meskipun dalam hati ia tetap menolak perkataan Taeyong.
"Jangan pernah beranggapan seperti itu. Atau Paman benar-benar akan marah"
"Iya Paman, Jeno mengerti"
"Kalau begitu, besok ajak satu teman Jeno datang ke sini ya, jenguk Nara"
"Tapi Paman-"
"Tidak ada penolakan, Jung Jeno" melihat raut wajah Taeyong yang tampak serius, Jeno tak berani menolak. Namun Jaemin menjadi yang pertama muncul di pikirannya untuk ia ajak kembali menjenguk Nara besok.TBC
Jangan lupa Vote & Comment nya 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA [END]
FanfictionHubungan Jeno dan Ayahnya yang rusak setelah Ayahnya menganggap Jeno sebagai penyebab kematian istrinya. Jeno berharap ia bisa memperbaikinya.