24

1.6K 118 5
                                    

Maya membenarkan Airpods yang menempel di kedua telinganya.

"Terimakasih ya, Maya sudah bantu handle Merlion."

"Justru Maya yang terima kasih mbak. Oh iya mbak, yang lain pada kangen sekalian pengen liat bumil. Mbak kapan bisa ke Merlion?"

"Sama, mbak juga rindu tapi maklum ibu hamil susah gerak apalagi sana sini bengkak, bahkan nafas aja engap."

"Yaudah deh mbak, semoga lancar sampai lahiran nanti dan sehat ibu juga debay nya, maya masih mau nge-check yang lain nggak papa kan mbak?" ujar Maya.

"Iya nggak papa...makasih ya May, mbak nggak tahu deh kalau nggak ada kamu."

"Ah mbak bisa aja...Maya tutup ya mbak."

"Iya." dan sambungan pun terputus.

Maya sudah jarang bahkan hampir tidak pernah datang bekerja secara langsung ke Merlion, Radit melarangnya. Mau tidak mau dia berkerja dari rumah, untung saja tidak mendapat protes dari Zalina dan karyawan lainnya. Tentu saja hal itu menimbuklan kecurigaan bagi Maya, Radit membatasi pergerakannya secara terang-terangan.

Radit sedang berada di restaurant, Maya seorang diri saat ini. Maya ingin mencari tahu apa sebenarnya yang ada di lantai tiga, Radit selalu memberitahunya untuk menjauhi lantai tiga. Ini adalah kesempatan baginya untuk menyelinap, bisa jadi di lantai itulah Radit menyembunyikan bukti-bukti dari korbannya.

Maya menaiki tangga secepat mungkin, hingga kakinya menapak di anak tangga terakhir. Matanya menelisik lantai luas yang hampa, hanya ada satu ruangan di lantai itu. Maya menyentuh handle pintu, membukanya pelan yang ternyata tidak terkunci.

"What the hell..." Maya memasuki ruangan yang membuatnya tidak bisa berkata-kata.

Semua potret Zalina dari berbagai posisi, bahkan potongan rambut yang berubah-ubah. Pastinya potret yang menempel di dinding sudah terkumpul dari waktu yang cukup lama, Maya melihat potret Zalina menggunakan seragam abu-abu.

Maya mendekati figura terbesar yang menempel di atas kepala ranjang, Maya membaca tulisan di sudut foto.

"Zalina my ♥️" ejanya.

"Sudah puas?" Suara Radit mengagetkan Maya, jantungnya berpacu kuat.

Radit menjambak rambut Maya sembari menariknya menuruni tangga.

"SUDAH KU BILANG JANGAN NAIK! DASAR KERAS KEPALA!"

"Dit...s-sakit." rintih Maya.

Radit menyeret Maya kasar tanpa memperdulikan rintihan Maya. Maya melihat kemana Radit membawanya, ke perpustakaan milik Radit. Tangan kanan Radit menarik salah satu buku dan rak buku bergeser dengan sendirinya menampilkan lift khusus.

Radit kembali menyeret Maya masuk dan menekan satu satunya tombol berukir M.

Ting
(Lift berdenting)

Radit kembali menyeret Maya menuju pintu merah yang memiliki ukiran.

MASTERPIECE

Radit berdiri tepat di depan mesin kecil di dinding di sebelah pintu, mengutak-atik layar.
Radit mendekatkan mata kanannya hingga terdengar suara.

Eye detected

Welcome Mr.X

Kemudian setelahnya Radit menarik jambakan di kepala Maya, mengarahkan wajah Maya tepat di depan alat pendeteksi.

Eye detected

second access given

"Ay apa lo tahu? Di balik pintu ini adalah mahakarya gue, cuma gue yang bisa masuk. Mulai sekarang lo punya akses masuk yang sama." Radit mencengkram leher Maya agar mendongak sementara dirinya berbisik penuh penekanan di telinga Maya.

AGENT 111 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang