21

1.6K 135 9
                                    

Radit keluar dari ruangan dengan jas dokter melekat ditubuhnya, masker medis yang ia kenakan menutupi wajahnya. Tangannya tampak memasukkan sesuatu kedalam saku, lalu siulan dilantunkan pelan seiring langkah kakinya menuju ruang rawat VVIP yang dijaga ketat oleh beberapa pria bertubuh besar. Radit mendekat ke arah pintu dengan tenang, namun tubuhnya ditahan sebelum dia berhasil menyentuh daun pintu.

"Maaf anda siapa?" tanya Bodyguard namun Radit tidak menjawab, tangannya menunjukkan name-tag yang tergantung di lehernya.

"Silahkan masuk dokter." Bodyguard mempersilahkan Radit masuk begitu mudah, membuat Radit tersenyum lebar dibalik masker yang ia kenakan.

"Dasar bodoh!" gumam Radit.


Radit menatap tajam pada Zalina yang tengah tertidur lelap. Ia mendekat hingga jarak antara keduanya begitu tipis, kurang dari lima senti. Radit membungkukkan tubuhnya ke arah tubuh Zalina. Dielusnya pelan dari pucuk kepala Zalina melewati surai rambutnya hingga tangannya berhenti di pipi Zalina.

Radit menatap lekat wajah Zalina.

"Sayang, kenapa kau menjadi jalang?" Bisik Radit tepat di telinga Zalina, hingga zalina sedikit merasa terganggu. Namun tidak sampai membangunkannya, membuat Radit terkekeh pelan.

Rahang Radit mengetat kuat, mengakibatkan urat-urat yang berada di lehernya timbul ke permukaan. Kedua tangannya mengepal keras seakan siap untuk menghancurkan apapun yang ada di depannya. Amarah menguasai dan darahnya seakan mendidih, jelas amarahnya sekarang ini sedang berada di titik puncak. Radit berdiri tegak menuju perut Zalina, ia membungkuk diatas perut Zalina dan berbisik seolah-olah bayi itu dapat mendengarnya.

"Bayi Sialan! Bayi sial! Bayi setan!"bisiknya.

"Lancang sekali kau tumbuh disana! Mati saja kau! SIALAN" Radit berdiri tegak lalu merogoh sesuatu yang ia simpan dibalik saku jas dokter yang ia curi.

Ia mengeluarkan jarum suntik berisi cairan bening, yang tidak ada satu orangpun yang tahu apa itu kecuali dirinya sendiri. Dibukanya penghalang jarum lalu bersiap menyuntikkan jarum itu langsung pada perut Zalina, ia berharap bayi sialan itu segera mati. Karena menurut Radit, bayi yang menumpang di perut Zalina hanyalah parasit.

Sedikit lagi! Sedikit lagi jarumnya menembus kulit Zalina namun suara gaduh dari luar menghentikan pergerakannya.

Radit menatap pintu dengan tatapan nyalang tidak suka. Bahkan jika mata pria itu dapat mengeluarkan laser, dapat dipastikan orang orang yang berada dibalik pintu akan terbelah menjadi beberapa bagian dan terjatuh ke lantai bagai onggokan daging yang tidak berharga.

"Manusia Sialan!" geramnya.

Sementara itu di balik pintu.

"Tapi pak, dia itu boss saya, masa saya sama yang lain nggak diperbolehkan menjenguk sih?"

"Maaf ini sudah diperintahkan langsung, selain dokter dan suster dilarang memasuki kamar ini."

"Yah, pak! kan Siti karyawan kaporitnya mbak Zal, masa' nggak boleh sih?" ujar Siti sebal.

"Menghayal aja terus! Tapi pak, bolehin kita masuk dong! Lagian kita juga sudah janjian sama mbak Zal." sahut Deliana meskipun dia menyindir Siti di awal.

"Maaf." hanya itu yang keluar dari mulut Bodyguard.

Tiba-tiba pintu kamar Zalina terbuka dari dalam. Radit keluar begitu saja tanpa kata, tanpa menyapa, bahkan tanpa suara. Semua orang yang berada di depan pintu tercengang merasa diabaikan.

"Ada ya dokter kayak gitu?" Deliana memandang jengah kepergian dokter tadi.

"Tau deh dokter aneh! Eh tapi kayanya ganteng deh." sahut Siti, Maya justru memandang aneh kepergian dokter yang menghilang di belokan lorong.

AGENT 111 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang