Heeseung menuruni tangga setengah lari menuju dapur pagi ini. Dilihatnya jongseong yang masih sibuk menata sarapan untuknya. Heeseung berhenti sejenak, sedikt gugup dan tiba-tiba merasa malu saat mengingat kejadian semalam yang sukses membuatnya tidak dapat tidur. Heeseung yakin pasti memang ada yang tidak beres dengab otaknya akhir-akhir ini. Mungkin efek dari kelelahan bekerja atau entahlah yang pasti kadang-kadang merasa jantungnya berpacu cepat saat melihat jongseong, kadang marah-marah tanpa alasan alasan, tapi dari semua itu heeseung merasakan ada satu hal yang menjadi favoritenya secara tiba-tiba yaitu, menghabiskan waktu hanya berdua dengan jongseong, ya heeseung sadar itu.
'aish- gila!!'
Dengan cepat heesung mengelengkan kepalanya lalu duduk di meja makan berhadapa dengan jongseong yang masih sibuk mengolesi roti dengan selai cokelat.
"Selamat pagi hyung" kata jongseong memberikan roti pada heeseung.
"Hm"
Yang lebih muda tidak mengatakan apapun lagi, sedangkan heeseung juga diam tidak berniat berbicara apapun.
"Hyung, soal perceraian itu.."
Heeseung berhenti mengunyah, menatap tajam jongseong yang menundukkan kepalanya dalam, ah- sepertinya jongseong mencari masalah lagi dengan mengatakan itu pada heeseung di pagi ini.
"Habiskan sarapanmu, aku berangkat. Telfon aku segera jika kau merasa takut atau terluka"
Jongseong yang semula memejamkan matanyapun akhirnya membuka dengan perlahan. Padahal dia sudah menyiapkan mental jika heeseung akan menyiksanya lagi. Syukurlah sekarang heeseung tidak membuat tubuhnya dipenuhi luka lagi.
Jongseong berdiri, membereskan alat makan lalu mencuci semuanya sambil terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dengannya dan heesung. Kondisi tubuhnya yang dirasa semakin memburuk, serta dalam waktu dekat heeseung akan menceraikannya. Mungkin itu lebih baik jika harus memaksa heeseung terus disampingnya hanya untuk menunggu tuhan menjemput nyawanya. Jongseong sadar, heeseung pasti lelah selama ini. Menikah dengannya yang sama sekali tidak di cintainya sama sekali. Di lain sisi heeseung sendiri masih punya pacar yang terlihat sangat disanyanginya.
Bahkan jongseong sendiri ragu dengan prediksi Dr. Yedam, dia bilang lima bulan berarti hanya tersisa tiga bulan dari sekarang kan. Mungkin tuhan akan mengambil nyawanya lebih cepat,dia tau tuhan menyayanginya. Dia tau tuhan tidak akan membiarkannya merasakan sakit ini lebih lama lagi. Jongseong siap kapan saja tuhan memanggilnya, asalkan heeseung sudah tidak di sampingnya. Jongseong ingin jika tuhan memanghilnya heeseung sudah pergi darinya, heeseung sudah menemukan kebahagiaannya sendiri yang membuat jongseong bahagia juga.
"Aku harap begitu"
jongseong merasakan sesak pada dadanya, meneteskan air mata. Ternyata semua itu berbanding terbalik dengan hatinya
Jongseong mengusap air matanya cepat saat mendengar ponselnya berbunyi.
"Hallo eomma" sapanya pertama kali, beberapa minggu ini Yoongi dan Jimin pergi ke luar kota, jadi sudah lama mereka tidak bertemu.
"Hallo nak. Bagaimana kabarmu?"
"Aku baik eomma" tolong ingatkan jongseong untuk mengurangi berbicara bohong pada orang tuanya, dia sudah terlalu banyak berbohong, itu tidak baik.
"Kau tidak sakit lagi kan?" Berganti suara Yoongi yang bertanya
"Tidak appa, aku sehat kok. Bagaimana kabar kalian?"
"Kami sudah kembali dari busan semalam"
"Benarkah?"
"Iya. Jongseong apa nanti malam kau dan heeseung bisa kerumah?"

KAMU SEDANG MEMBACA
I'M YOURS [end]
Fanfiction[boyslove] #HEEJAY (tahap revisi) rasa sakit itu terbalas lunas, sekarang jongseong aman dalam dekapan tuhan. [[angst]]++wajib vote meski udah end! Original story by ;🍥ay_JEL0