AlbiSer | 15

9.4K 522 21
                                    

[Part 15: Pergi]

Jangan lupa vote vrenn^^


Gadis perempuan kecil berambut panjang duduk di bangku taman rumahnya dengan kaki yang mengayun ke bawah, dengan memakai gaun berwarna biru muda. Rambut panjangnya ia gerai untuk menutupi luka yang ada di lehernya akibat tamparan dari ayahnya. Tatapannya tak bisa diartikan, terkadang sendu, tersenyum tapi kadang dia juga menangis. Gadis yang baru saja berumur tujuh tahun tepat di hari itu, tapi sudah harus merasakan pahitnya dunia ini. Tak disayang, tak dianggap, bahkan dikucilkan dari keluarganya.

Dia, Serralina Quella Allura. Gadis berjuta misteri, gadis yang sudah mendapat kekerasan sejak dari kecil, gadis yang begitu rapuh tapi terlihat baik-baik saja.

Mata gadis itu memandang menerawang ke pesta ulang tahun saudara kembarnya yang diadakan di rumah dengan desain layaknya seperti anak kecil. Sebenarnya, sekarang juga hari ulangtahunnya, namanya juga kembar pasti hari tanggal bulan tahun pun pasti sama. Terkecuali menit dan detik nya.

Dia dikucilkan, dia tak dianggap, bahkan kedua orangtuanya juga tak merayakan ulangtahunnya. Boro-boro dirayakan, diucapkan selamat saja rasanya sangat susah ia dapatkan.

"Enak banget ya, jadi Sella," gumamnya.

"Aku juga pingin disayang sama kayak Sella,"

Saat lama melihat, air matanya tak bisa ia bendung kembali. Rasanya sudah tak kuat untuk menahan beban di dunia yang kejam dan tak adil ini.

Dia mengusap air matanya yang keluar dengan tangan kirinya. "Aku juga pingin disayang," ucapnya kembali.

Tiba-tiba, Serra tersenyum ketika Nita-- bundanya tersenyum merekah ke arah Sella--kembarannya. Entah kenapa, dia bisa merasakan jadi Sella, namun mungkin itu hanya angan-angan saja. Dia tak mungkin mendapatkan itu dan tak akan mungkin.

Ketika Sella meniup kue ulang tahunnya, dia ikut meniupnya. Berbeda, Sella meniup lilin sedangkan Serra hanya meniup angin yang lewat.

"Aku mau tiup lilin sama ayah bunda," lirihnya.

Berganti, dia menyentuh pipinya dan mengusapnya pelan ketika melihat Sella yang dicium oleh ayah bundanya. Dia meringis, apa dia tak akan mendapatkan kasih sayang?

"Aku mau dicium sama bunda," gumam Serra.

Tangannya beralih ke tubuhnya, dia mendekap tubuhnya sendiri dengan erat, lagi-lagi ketika dia melihat Sella yang sedang dipeluk oleh ayah bundanya.

"Aku juga mau dipeluk sama mereka,"

Semua hanya kenangan semu yang akan berlanjut hingga sekarang, atau mungkin saja itu semua akan berakhir jika aku sudah tiada? Apakah jika aku sudah tiada baru mereka mengakui kesalahannya? Apa iya? Kalo begitu, lebih baik aku meninggal saja.

"Arggh!" Serra terbangun dari tidurnya karena mimpi sialan itu. Mimpi yang mengembalikannya ke belasan tahun sebelumnya.

"Mimpi itu lagi," gumam Serra. Serra meraup wajahnya gusar. Mimpi yang hampir setiap malam selalu muncul. Entah karena apa, dia tak mengetahuinya.

Seketika tenggorokannya serasa kering habis terbangun gara-gara mimpi silam itu. Dia pun turun dari ranjangnya dan pergi ke dapur untuk mengambil air.

Jalannya terhenti di tengah-tengah tangga ketika melihat pintu kamar orang tuanya masih terbuka sedikit dan lampunya juga masih menyala. Dengan langkah menjinjit-jinjit, dia berjalan mengintip kamar ayah bundanya.

"Kita nggak bisa rawat Serra terus."

"Aku udah muak sama kelakuan dia."

"Kita sudah susah payah bayarin dia sekolah, tapi tidak ada perkembangan di otak bodohnya itu,"

AlbiSer [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang