Hai happy reading ❤️
Jangan lupa Vote dan komen.
Kalau ada typo tolong bantu tandai."Manusia memang belum sepenuhnya tau tentang dunia yang kita tinggali'
–Gloria Anatha–***
"Tumben." Ujar Evan heran. Tidak biasanya Eva membaca diperpus. Bahkan ini pertama Evan melihat Eva ke perpustakaan.
Anatha menggidikkan bahunya. "Lagi ingin."
"Emm.. tentang perkataan lo sama mama tadi, lo keterlaluan Va."
"Tidak juga. Apanya yang keterlaluan? Saya hanya menyampaikannya saja, saya memang berniat tidak akan bergantung lagi kepada mereka. Saya cukup sadar diri." Jelas Anatha dingin.
"Sadar diri, maksudnya?" Evan menaikkan sebelah alisnya bertanya.
"Sadar diri tidak ingin menjadi beban lagi."
Evan cenggong. Dia memegang pundak Anatha. "Tapi kan lo nggak jadi beban mereka. Mereka juga orang tua lo Eva, jadi itu tanggung jawab mereka selagi kita masih sekolah."
"Udah lah. Saya memang tidak ingin bergantung lagi kepada mereka. Saya sudah dewasa, saya bisa mencari uang saya sendiri." Ucap Anatha menyingkirkan tangan Evan yang memegang pundaknya.
Gadis itu berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Evan yang masih terdiam bingung.
***
"Malas. Gara-gara bocah ingusan itu mood saya jadi jelek, Ck." Anatha berdecak kesal. Ia menutup tirai jendela.
Duduk dimeja belajar. Ia membuka laptopnya menghilangkan kegabutan. "Cari uang bisa juga."
Tangan Anatha bergerak lincah di atas keyboard. Dia memasukkan sederet kode-kode yang rumit.
Matanya fokus kearah laptop. Sampai sederet informasi sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
Ting.
Anatha membuka file berisi informasi. Ia tersenyum miring. "Uang mengalir." Gumamnya dengan Smirk.
***
Anatha menuruni tangga dengan tenang. Tangannya masuk ke saku Parka. Ia berencana pergi ke supermarket untuk membeli beberapa Snack juga Mei.
Saat melewati ruang tamu. Anatha dengan terpaksa memberhentikan langkahnya karena panggilan seseorang.
"Mau kemana? Diluar sedang turun salju, jangan keluar." Ucap Eros yang sedang duduk dengan menyilangkan kakinya.
Membalikkan badannya, ia bersedekah dada. "Minimarket." Balas Anatha dan pergi tanpa mendengarkan jawaban Eros.
"Kenapa dia berubah begitu drastis? Apa benar kepalanya terbentur sesuatu hingga otaknya tergeser?" Tanya Eros pada dirinya sendiri. Dia berdiri dan pergi keatas menuju kamarnya.
***
Diluar salju terus turun ke-Cyclone membuat jalan tertutup oleh salju. Tidak ada kendaraan yang berlalu lalang membuat Anatha bebas menyusuri jalan tanpa takut polusi mengangguk.
Tidak mengangguk juga sih, kan ini malah hari. Anatha memasuki minimarket. Ia berjalan kerak Snack dan Mie, juga jangan lupa ia mengambil dua bungkus rokok.
Anatha menuju kasir. Ia menyerahkan belanjaannya pada sang kasir. "Ah, ini, eh Eva!," Kaget Syasya, membuat Anatha mendongak dan mendapati Syasya dimeja kasir.
Huh, Anatha lupa bahwa ini adalah tempat kerja Syasya. Tapi ini sudah malam kenapa Syasya belum selesai dengan kerjaannya?
"Oh, Syasya? Kerja disini?" Anatha pura-pura tidak tahu. Syasya mengangguk dengan senyum manis. "Iya, aku kerja disini."
Mengedarkan pandangannya. "Ini udah malam kenapa masih kerja?" Tanya Anatha seraya mengambil belanjaannya yang sudah ditotal dan dibayar.
"Oh, soalnya masih ada beberapa pembeli. Seharusnya sih aku udah pulang 15 menit yang lalu tapi ya gitu lah." Syasya menjelaskan dengan menotal belanjaannya pembelian lain.
"Hm. Kalok gitu, lo hati-hati saat pulang." Setelah itu, Anatha berjalan keluar berjalan menuju rumah orang tua Eva.
Saat sampai di rumah. Anatha buru-buru naik kekamar untuk menonton film.
***
Pagi menjelang. Anatha masih saja asik bergelut dengan kasurnya mengabaikan sinar mentari yang memasuki kamarnya.
Hari ini minggu, jadi tidak masal kalau Anatha bermanja-manja dengan kasur. Apalagi ia tidak pernah sesantai ini sebenarnya.
Di dunianya dulu, ia menghabiskan waktunya dengan bekerja, bekerja, bekerja, merokok dan membunuh, jadi dia ingin menikmati hari minggu ini.
Diluar, salju masih turun dan menutupi taman dan bunga. Kerena kedinginan, Anatha dengan berat hati membuka matanya.
Ia duduk di tepi ranjang dengan nyawa yang sebelumnya terkumpul. Terkekeh rendah. Anatha meracau aneh. "Darah, darah ada dimana-mana. Aku suka darah rasanya enak, membuat ku terbang setelah mencicipi rasanya, Hmmm." Nyanyi Anatha yang sedang bermimpi darah ada disetiap jalanan kota.
"Ah.. darah." Anatha seketika membuka matanya. Ia berdiri dan pergi kekamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
***
Anatha keluar dari kamar mandi dengan handuk dikepalanya. Gadis itu berjalan menuju meja rias mengambil hair dryer untuk mengeringkan rambutnya yang basah setelah tadi ia keramas.
Setelah rambutnya kering. Anatha mengambil lip gloss dan memakainya pada bibirnya agar tidak kering atau pecah-pecah.
"Lumayan." Komentar Anatha menganggukkan kepalanya satu kali karena Eva cukup cantik menurutnya.
Menuruni tangga, ia berjalan menuju meja makan. Duduk ditempat duduknya, ia mengambil roti dan mengoleskan selai rasa kesukaannya, Vanilla.
Makan dengan tenang sesekali menatap sekitar. Gadis itu berencana berkeliling rumah ini yang segede gadang untuk mengetahui lebih rinci.
•
•
•
TBC.
Hummmm.
Aku nggak nyangka aja gitu kalok cerita ini mendapatkan peringkat keempat lesbian.
Padahal tengah lesbinya belum dimulai. Wauu dah.
Target aku.
Vote:25
Komentar:30Bahkan yang part 7 itu komen nya lebih dari target dan aku terkejut.
Next Senin mendatang.
Vote dan komen guys.
22 November 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ANATHA
FantasyCerita ini mengisahkan tentang seorang gadis berusia 24 yang sangat berperan penting dalam dunia bawah. Gadis berhati beku yang memiliki trauma tersendiri dan selalu menyalahkan dirinya atas kehilangan orang yang paling ia sayang. Tapi bagaimana bis...