part 40

2.5K 94 3
                                    

Bu Reva menaikan kacamatanya. Dia menatap murid laki-lakinya yang sangat pendek diantara teman-temannya yang lain.

Tapi walaupun tinggi nya pendek, nyali dan kenakalan nya sangat besar.

"Dari mana?" tanyanya penuh penekanan.

Latif, murid itu hanya tersenyum dengan mata memerah. "Dari toilet buk." jawabnya berdusta.

"Bo'ong buk, dari gudang dia, mabok-mabok." celutak Leo yang duduk paling belakangan di barisan kedua.

"Bener?"

Latif menggeleng, sangat berbeda dengan kenyataannya. "Gak mabok buk. Masih sadar kok."

"Yaiya lah kan wajah lo, lo siram amer."

"Leo!" peringat bu Reva pada muridnya itu.

"Sorry buk, sorry." Leo mangkat tangannya kedepan dada.

Ziva yang berada disampingnya menoleh menatap sinis. Bu Reva hanya mampu mengelus dada, sabar.

"Latif, tau salah kamu?" tanya bu Reva. Dia sangat ingin mengetahui apa muridnya mengetahui dimana letak salahnya sendiri.

"Berak belum cebok buk!"

"Jalan jurang lurus buk!"

Kompak Bayu dan Kodam. Semua memusatkan pandangannya kearah Latif. Syasya mengernyit dengan kejujuran meraka berdua.

Sangat jujur itu tidak baik kawanzz.

"Kodam, kalok bicara itu jangan yang jorok-jorok nanti pas kamu gak cebok, malah khodam kamu yang cebokin."

Para perempuan mengernyitkan alis jijik. Xylina yang sebelumnya hampir memakan kentang goreng dibuat tidak selera lagi.

Dia memberikannya pada Raga yang duduk di seberangnya.

"Gak buk, aku kalok jalan lurus kok." sangkal Latif tidak terima atas tuduhan tidak berfaedah itu.

"Praktekin dong!" Teriak Aril yang duduk didepan papan tulis.

Latif memundurkan badannya. Dia memegang pinggul kiri dengan satu tangan. Berjalan layaknya model menuju bangkunya dan duduk dengan anteng serasa meletakkan kaki kirinya diatas kaki kanan.

Lagi-lagi bu Reva hanya bisa menepuk jidat. Kenapa muridnya tidak ada yang waras satupun.

Saat akan berdiri dari duduknya untuk kembali mengajar, Aziz membuka pintu setelah mengutuknya sebanyak tiga kali.

"Eh siang buk." sapa Aziz ramah seperti tidak memiliki salah. Dari wajah hingga telinganya yang memerah, bisa dilihat bahwa anak itu juga mabuk.

Bu Reva hanya mampu diam seribu bahasa. Benar apa yang dia katakan tadi, bahwa muridnya tidak ada yang benar.

Ini lagi, laki-laki berkulit gelap yang sangat kalem sedang mabuk.

"Lah mabuk beneran lo ziz? Tif lo sesat ngajak-ngajak Aziz." kata angga kepada Latif.

"Iya buk, tadi saya juga diajak, tapi saya gak mau." ucap Leo sedikit menguap.

"Nah gitu Leo, gak usah ikut-ikut orang sinting, nanti ketularan." ucap bu Reva sedikit menyindir.

Latif menipiskan bibirnya. Dia menatap bu Reva cemberut. "Ibu kok tega sama sayaa."

Bu Reva mendengus. Dia mengibaskan tangan. "Tutup pintunya Aziz."

Setelah menutup pintu, Aziz duduk di bangkunya setelah dipersilahkan untuk duduk.

"Tobat ibu cah, pusing ladenin kalian yang nakalnya bikin ibu demam tiga hari tiga malam."

"Wah itu kenang-kenangan dari kita buk, jangan dilupakan yaa." ucap Leo nyeleneng.

"Ini anak ngeselin." bisik Fika pada amel. "Dia kan emang gitu."

"Gak pernah bener." timpal Irene pelan, yang mendengar bisikan mereka.

Bu Reva mengacak-acak rambutnya frustasi. "Akhh sudah lah. Capek saya sama kalian, bikin darah tinggi aja."

"Gak papa buk, ibu sudah cukup waras bisa bertahan sampai sekarang."

Ahas mengacungkan kedua jempolnya dengan senyum khas nya.

Syasya tersenyum melihat kelakuan ajaib para teman sekelasnya. Pada sengklek semua.

TBC.

Night🌃.

28 Juli 2022

Transmigrasi ANATHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang