"tangan lo masih sakit?," Tanya Faraz pada Zafran yang sedang duduk dengan memakan cemilan.
Zafran terlihat menoleh sekilas. "Lumayan, walaupun masih sedikit ngeri." Balasnya santai.
Cowok itu fokus pada ps nya. Dia berseru kesal saat dia dikalahkan oleh Evan. "Ck, kalah lagi."
Raut wajah cowok itu terlihat frustasi dan masam. Sudah 5 kali ia dikalahkan oleh Evan yang sekarang tengah tersenyum miring kearahnya.
Evan menggelengkan kepalanya yang melihat sahabatnya mencak-mencak. Pemuda itu berjalan menuju kursi disamping Faraz dan duduk disana dengan tenang.
"Mana?," Evan mengadahkan tangan kepada Zafran. Menaik turunkan alis menggoda sang sahabat.
Zafran terlihat kesal. Dengan lesu ia memberikan kunci motor yang baru dia beli tadi malam kepada Evan.
"Padahal baru beli dan belu juga dipake." Sebal Zafran geram. Dia mengambil botol kaleng minuman. Membuka tutup, Zafran meminumnya dengan kepala mendongak.
"Lagian sih, sok-sokan nantangin Evan. Motor lo hilang kan?," Ejek Faraz tertawa. Sahabatnya yang satu ini memang bodoh. Sudah tau kalau Evan bukan lawannya masih saja diajak taruhan lagi.
Sepertinya Zafran saat itu sedang tidak menggunakan otak kecilnya dengan benar.
"Yayaya!" Ketus Zafran mengaruk rambut. Dia menatap Eidlan dan Eros yang sedari tadi hanya diam menyimak.
"Jangan cuma diam kayak patung pajangan deh kalian berdua." Sarkasnya mendelik tajam pad sikembar. Eidlan menaikkan alisnya sebelum kembali fokus pada laptop di pangkuannya.
Eros? Jangan ditanya, dia malah hanya menganggap perkataan Zafran hanya angin lewat yang lebih memilih tidur di sofa panjang.
Zafran, pemuda itu terlihat mencebikkan bibirnya kesal. Dia mengumpat diam-diam merutuki kembar. Dasar sahabat tidak berakhlak! Teriak Zafran dalam hati.
Mana mungkin ia dengan terang-terangan berbicara seperti itu. Yang ada dia yang habis setelah berbicara begitu pada sikembar.
"Ini si Valerio mana?," Tanya Evan saat menyadari bahwa Valerio tidak ada diantara mereka.
Faraz menggidikkan bahu. "Biasalah. Anaknya tuh sok sibuk." Maklum Faraz. Sudah terbiasa dia dengan kebiasaan Valerio yang jarang berkumpul dengan mereka.
"Well. Kita sahabat sama dia udah 2 tahun, tapi kita sama sekali tidak tau siapa orang tua bahkan seluruh keluarga Valerio." Ungkap Evan. Zafran mengangguk. "Dia orang yang sangat misterius."
***
Anatha saat ini sedang berada dilantai teratas rumah orang tua Eva. Dia mencelupkan kakinya pada kolam renang.
Air yang dingin membuat kaki Anatha merasa sejuk. Kedua tangannya ia luruskan, dengan mata terpejam.
Rambutnya yang sedikit panjang melambai-lambai karena hembusan angin. Gadis itu tetap pada posisinya walaupun sudah dua puluh menit dia seperti itu.
Merasa cukup. Anatha beranjak dan menduduki dirinya dikursi. "Damai." Ucap Anatha kembali menutup matanya.
Langit nampak semakin gelap. Anatha malah tertidur dengan sedikit meringkukan kaki karena hawa yang terasa dingin. Padahal dia sudah mengenakan sweater yang tebal, tapi tetap saja masih terasa dinginnya.
Ceklek.
Pintu terbuka dan mendapati Eidlan yang terkejut melihat Anatha yang tertidur dengan posisi meringkuk seperti bayi.
Pemuda itu menggelengkan kepalanya dengan senyum geli. Dia berjalan mendekat dan menyingkirkan beberapa anak rambut yang menutupi wajah cantik milik Eva.
Senyum teduh terukir dibibir tebal milik Eidlan. Dia menyelipkan tangannya pada paha dan kepala Anatha, kemudian mengangkat tubuh Anatha dengan mudahnya.
Tubuh Eva itu sangat ringan seperti kapas, bahkan Eidlan berpikir bahwa adiknya ini tidak memiliki daging dan tulang karena seringan itu.
Eidlan membuka pintu kamar Anatha dengan kaki. Dia meletakkan tubuh Anatha dengan sangat hati-hati pada ranjang.
Tangannya kembali menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Anatha. Wajah polos yang ketika membuka mata hanya ada rau wajah datar dan dingin.
Eidlan menghela nafas. Dia mengecup kening Anatha, menaikkan selimut sampai sebatas dada.
Mematikan lampu. Dia keluar dengan menutup pintu pelan.
***
Kringgggg~
Suara alarm yang begitu nyaring membuat seorang gadis terbangun dari tidurnya. Dia membanting jam beker kelantai hingga rusak.
Gadis itu meregangkan otot tangan, leher dan kakinya yang terasa keram. Dia mengaruk hidungnya dengan matanya yang sesekali tertutup dan kembali dibuka paksa.
"Emm, jam berapa sih?," Gumam gadis itu dengan uapan kecil. Dia mengambil hp yang berada disana.
"Hmm. Baru jam setengah enem." Gadis itu berdiri dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
•
•
•
TBC.
Akhirnya up juga cerita yang ini. Maaf ya kalau part dikit, soalnya aku ngetik ini sambil nahan ngantuk hehehe 😁
Dadanya. Next berikutnya sesuai mood. Doain aja mood ku bagus biar bisa up lagi besok
16 Desember 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ANATHA
FantasyCerita ini mengisahkan tentang seorang gadis berusia 24 yang sangat berperan penting dalam dunia bawah. Gadis berhati beku yang memiliki trauma tersendiri dan selalu menyalahkan dirinya atas kehilangan orang yang paling ia sayang. Tapi bagaimana bis...