part 37

1.3K 85 4
                                    

Tak tak tak tak.

Suara sepatu yang mengema di lorong koridor rumah sakit teras

Baik para pasien dan perawat menatap gadis dengan mata sembab yang terlihat berlari terburu-buru sekali-kali menabrak bahu orang disekitarnya.

Dengan nafas terengah-engah serta kaki yang sudah tidak sanggup menopang berat badannya.

Gadis itu mendongak dengan melipat kedua tangannya menjadi satu.

"Tuhan, aku hanya ingin dia ada di sampingku sampai nanti. Tolong, jangan pisahkan kami, lagi."

Menutup mata dengan air mata yang perlahan jatuh membasahi pipi mulus gadis itu.

Suara pintu yang terbuka membuat gadis itu cepat-cepat menghapus kasar air matanya.

Dengan mata memerah, gadis itu menatap dokter yang menangani sang kekasih. Tapi raut tidak mengenakan dari dokter itu tanpa sadar membuat detak jantungnya berdetak dengan sangat cepat.

Terlihat dokter perempuan itu menghela nafas berat. Beralih kepada sang gadis yang berdiri dengan wajah pucat.

"Benturan di kepala yang sangat keras di kepala pasien membuat pembuluh darah disekitar otak mengumpal atau membeku dicelah antara otak atau tulang tengkorak. Serta sambaran pet--"

"LANGSUNG INTINYA!!"

Perkataan sang dokter terpotong dengan paksa karena gadis didepannya yang terlihat memendam segala amarah.

Tapi tidak bisa dipungkiri, dari mata gadis itu menunjukkan kesedihan yang begitu mendalam.

"Pasien meninggal!" Ujar dokter dengan menunduk.

Lagi-lagi, ia merasa gagal menyelamatkan nyawa para pasiennya dan membuat orang yang berarti bagi pasien, menangis pilu.

***

"Parece que hoy me gustas un poco mas~
Hola~ comment allez alles-vous, so nice to meet ya, you say we should go and get a room~"

Syasya bersenandung pelan. Dia menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri dengan riang.

Dengan kedua telinga yang tersumpal headset, gadis itu bergerak dengan sangat lincah.

Tidak peduli pada banyaknya pasang mata yang memandangnya. Bukan tidak peduli, tapi tidak tau jika dipandangi orang-orang dengan berbagai tatapan.

Terlalu asik dengan kegiatannya sendiri sampai tidak melihat didepannya, berdiri seorang gadis seusianya.

Dengan memasukkan kedua tangannya kesuku hoodie. Gadis itu menatap datar pada Syasya yang masih saya belum sadar jika terdapat seorang gadis didepannya.

"Hola~ yeee." menggerakkan tangannya dengan mengalihkan mata, menghadap depan.

Syasya tercengang. Dia menatap gadis didepannya dengan raut terkejut yang tidak bisa dia sembunyikan.

"Ap--" tidak mampu dia melanjutkan kata-katanya saat gadis itu menatapnya begitu tajam, seperti siap menghunus jantungnya.

Menarik kuat tangan Syasya untuk mengikuti nya. Berjalan cepat sampai gadis itu tidak bisa menyeimbangi langkah kakinya.

"Hei? Pelan-pelan!" komplen Syasya yang dihiraukan orang didepannya. Beberapa kali gadis itu tersandung dan hampir jatuh.

Tapi tetap saja gadis didepannya tidak memelankan langkah kakinya. Syasya meringis, rasanya pergelangan tangan yang digenggam gadis itu sangat kuat.

Syasya merasa pergelangan tangannya memerah, sungguh sakit. "Aku mohon Eva, berhenti!" teriak Syasya frustasi.

Mendengar teriakan gadis itu. Anatha menghentikan langkahnya. Dia menoleh kebelakang dan mendapati Syasya yang menatapnya dengan ekspresi kesakitan.

Seperti benda berat yang menghantam relung hatinya. Melihat tatap gadis itu yang juga seperti ketakutan padanya, membuat Anatha menggelengkan kepalanya pelan.

Meraih dagu gadis itu agar mendongak menatapnya. Tangannya mengelus pelan pipi halus dengan pelan, penuh kehati-hatian.

"Maaf." ucapnya pelan, hampir berbisik.

***

"Lebih baik lo masak apa kek," usul jelita pada Cahya. "Emang masak apa?"

"Ya mana gue tau lah, gue gk pernah masak soalnya."

"Ck, lagian lo jadi tuan rumah beban banget." cibir Sahara menatap sinis pada Jelita yang acuh tak acuh.

"Ye, kalok gue yang turun tangan langsung ke-dapur, yang ada rumah ortu gue kebakar." ketus Jelita.

"Loh bagus dong, biar lo diusir dan tidur di kolong jembatan, itu kan dari awal tempat lo." kata Sahara santai.

Jelita mendelik dengan nafas memburu. "Huh jahat banget sama sahabat sendiri."

"Emang lo sahabat gue?" canda Sahara menatap Jelita dengan menaikkan satu alisnya.

Jelita kesal. "Hih udah lah, pergi-pergi, kalian gue usir!"

"Lah ngambek." kekeh Sahara menatap lucu pada Jelita yang cemberut. Cahya hanya melirik sekilas.

Gadis itu kembali fokus pada buku sejarah didepannya. "Jika aku bukan dari dunia ini, lalu dimana aku lahir?"

"Jika benar dibelahan Cyclone yang paling dalam terdapat sebongkah berlian hijau, dimana letaknya?"

"Pasti di alam semesta bukan cuma Cyclone sebagai planet bukan, pasti ada lagi. Dan aku ingin mencari tau."

Cahya tersenyum dengan sangat lebar. Dia menutup bukunya dan memperhatikan dua manusia yang masih saja berdebat.

TBC.

Haii, seharusnya sih tak up kemarin, tapi karena wattpad aku sedikit bermasalah dan baru bisa dibuka tadi subuh.

Jadi mon maaf nih ya yang kemarin minta update.

Tapi kan sekarang udah up nih ya, ya walaupun telat sih😅 tapi tak apa, semangat.

Mau lanjut gak? Banyak ribuan cerita yang bersarang diotak author sampai bingung mana yang ingin dipublish.

Yaudah, ٩(ര̀ᴗര́)ᵇʸᵉ terimakasih sudah menyempatkan untuk membaca cerita author 😇

26 juni 2022

Transmigrasi ANATHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang