Hai!
Aku kembali.
Siap dengan part ini? Pasti dong.
Tapi sebelum itu aku mau tanya, menurut kalian cerita ini aneh gak sih, gini-gini, kalok dipikir dengan logika, alur dan jalan ceritanya itu acak-acakan dan nggak nyambung.Kalok pemikiran kalian sependapat dengan ku, bilang ya. Aku ngerasa berat ngelanjutin cerita ini, takut ngecewain kalian.
Happy Reading📖
***
"Kalok kesulitan itu minta bantuan sama orang lain, jangan sok-soan mau ngangkat sendiri yang ada malah nyungsep nanti."
"Eh," Kaget Syasya saat Anatha entah datang dari mana sudah berdiri didepannya dengan mengambil alih buku-buku yang berada ditangannya.
Syasya akui bahwa buku yang ia bawa itu terlalu banyak dan ia beberapa kali hampir jatuh karena tersandung tidak bisa melihat jalan.
15 buku setebal rumus matematika itu bahkan beberapa kali terjatuh yang membuat gadis itu merasakan kesulitan.
Mengambilnya pun harus menurunkan buku yang ia pegang dahulu. Tidak ada orang disekitarnya untuk ia minta tolong.
Tapi entah sihir dari mana, Anatha yang notabene nya suka membully nya datang dan membantunya walau dengan muka datar.
Tapi tak ayal Syasya senang. Dengan begini, ia bisa lebih dekat dengan gadis itu. Saat pertama kali masuk ke lingkungan sekolah.
Ia begitu mengidolakan Sosok didepannya ini yang begitu hebat. Tidak mudah dijatuhkan dan berkuasa.
Anatha yang melihat gadis didepannya hanya diam dengan terus memandangnya mengernyit. Dia menjentikkan jari tepat dimuka Syasya membuat gadis itu mengerjap.
"Eh maaf." Sesal Syasya karena malah berujung melamun. Anatha mengangguk.
Dia berdiri disamping Syasya yang masih curi-curi pandang terhadapnya. "Ditaruh dimana?,"
"Emmm," Syasya mengaruk tengkuknya tidak mengerti. Anatha menghela nafas sabar.
"Buku ini ditaruh dimana." Jelas Anatha dengan sabar. Syasya mengangguk kecil. "Di perpustakaan."
Setelah itu tanpa basa-basi lagi, Anatha berjalan menuju perpustakaan dengan Syasya yang mengikutinya sekali-kali berlari kecil tidak bisa mengimbangi langkah Anatha.
Anatha yang tau memelankan jalannya agar gadis di sampingnya tidak tertinggal. Senyum samar muncul sekilas dibibir seksinya.
Gadis itu yang tau bahwa Anatha memelankan jalan tiba-tiba gugup. Dia menatap 5 buku setebal rumus matematika itu grogi. Jalan sama idola ini!, masak nggak grogi.
Sampai di pintu perpus, Anatha menyuruh petugas perpus untuk membuka pintu, setelah dibuka, ia masuk dengan Syasya yang menghidupkan lampu agar lebih terang.
Menaruk buku-buku itu di meja. Anatha menggerakkan otot lengannya sejenak sebelum menatap Syasya yang berdiri didepannya dengan melihat-lihat sekitar.
Anatha terkekeh pelan yang pastinya tidak didengar oleh Syasya. Dilihat lebih teliti, Syasya memang mempunyai kemiripan dengan Lenny, dari hidung, mata, rambut, bibir, alis.
Hanya saja, Lenny sifatnya lebih condong ke bebas dan tidak suka diatur.
***
"Satu, dua, tiga, empat... Sembilan.... Enam belas.." Evan terus begitu dengan Eidlan yang melakukan Pus-up.
Eros mengangkat ponselnya meng-vediokan sepanjang Eidlan Pus-up. "Ayo lagi!" Seru Jelita semangat. Dia menatap berbinar pada Eidlan yang terlihat seksi dengan keringat yang mulia membasahi tubuhnya.
"Demi Tuhan, mimpi apa gue semalem." Sahara mesam-mesem sendiri dengan bertopang dagu. Sedangkan Cahya hanya diam dengan terus membaca buku novelnya tanpa peduli dengan kebisingan disekitar.
"... Sembilan enam, sembilan tujuan, sembilan lapan, sembilan sembilan, seratus." Ucap Zafran dengan jari telunjuknya yang mengorek emas di lubang hidung.
Zafran menjentikkan jari, dan menatap Eidlan yang sudah berdiri dengan badan bermandi keringat.
"Kurang, cemen." Ejek Zafran dengan senyum menyebalkan.
Eidlan menyeka keringat di pelipisnya. "Tak apa dari pada lo?,"
Fariz tergelak. "Muluk lemes asal ceplas-ceplos, laki bukan sih?,"
"Apalagi tangannya ringan banget kek kapas." Sahara ikut-ikutan. Zafran cemberut. "Terserah gue dong."
"Lagian lo kenapa sih nggak bisa ngehargai Dahlia sedikitpun. Walaupun lo gak suka dia, setidaknya mulut busuk lo itu dijaga jangan bicara sesuatu hal yang bikin dia sakit hati." Nasehat Jelita membenarkan rambutnya yang tertiup angin.
"Cewek jalang kayak dia gak pantas dihargai!" Desis Zafran menatap tajam kedepan.
"Jangan menunggu kehilangan dulu, baru belajar menghargai." Timbal Cahya yang sudah jengah dengan kelakuan mantan biadabnya ini.
Sifat Zafran tidak pernah berubah dari dulu sampai sekarang, tapi menurutnya sekarang bahkan lebih para.
Mereka pernah berpacaran tapi hanya 2 minggu dan setelah itu putus karena Zafran yang dijodohin dengan Dahlia.
Tapi Cahya tidak sakit hati tenang saja. Dia tidak begitu mencintai laki-laki itu dulu.
Zafran mengacuhkan perkataan Cahya. Dia bangkit dari duduknya dan berjalan menjauh dari mereka.
"Lah?," Bingung Jelita menggelengkan kepalanya heran. Ada yang laki-laki kayak dia.
"Sulit nyadarin orang keras kepala kayak dia." Lelah Evan dengan menatap punggung Zafran yang semakin mengecil.
"Hm."
"Eh Valerio sama Eva mana?," Tanya Sahara yang baru sadar bahwa dua orang itu tidak ada diantara mereka.
Cahya celingak-celinguk. "Lah iya ya, dimana mereka coba?," Herannya.
"Entah lah, tapi akhir-akhir ini entah kenapa gue ngerasa Valerio selalu ada disekitar Eva, apa jangan-jangan Valerio suka sama Eva?," Celutak Jelita.
"Mungkin aja sih." Gumam Sahara dan Cahya serentak.
Para laki-laki hanya diam menyimak, tapi tidak dengan pikiran mereka yang berkelana memikirkan perkataan para perempuan.
•
•
•
TBC.
Next part bestie (*^o^)人(^o^*)?
19 Febuari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi ANATHA
FantasyCerita ini mengisahkan tentang seorang gadis berusia 24 yang sangat berperan penting dalam dunia bawah. Gadis berhati beku yang memiliki trauma tersendiri dan selalu menyalahkan dirinya atas kehilangan orang yang paling ia sayang. Tapi bagaimana bis...