> 2 <

18.1K 285 5
                                    

Jendela di kamar dengan warna bernuansa hitam dan putih itu terbuka dengan lebar sehingga cahaya matahari terpancar.

Pagi hari yang cerah ini. Sosok gadis yang sedang berkaca dengan senyuman khas yang terbit dibibirnya itu sedang merapihkan seragam sekolahnya, kemeja berlengan pendek dan rok pendek di atas lutut yang berwarna putih. Dia adalah Ralasuki Arlena atau Kia. Setelah dirasa sudah rapih seragamnya, ia menguncir rambut panjangnya dengan kunciran rambut berwarna hitam dengan perlahan.

"Cantik," gumamnya.

Kia melangkah ke meja belajarnya untuk mengambil tas sekolahnya yang berwarna hitam itu, kemudian ia menggendong tasnya dan keluar dari kamar.

Menuruni tangga dengan hati-hati. Berjalan menuju ruang meja makan. Tapi tidak untuk sarapan, karena ia jika sarapan akan muntah nantinya.

"Good morning, Ayah dan Ibu, " ucap Kia menyapa kedua orang tuanya.

"Morning too sayang," jawab Julaysya-Ibu Kia.

"Good morning too," balas Ayahnya-Syametdi.

"Anak Ibu udah cantik aja, mau kemana sayang?" tanya Julaysya sambil melihat penampilan anaknya dari atas sampai bawah.

"Mau sekolah dong," jawab Kia dengan antusias.

"Tapi kamu bukannya kalau sekolah penampilannya acak-acak kan, kayak preman?" celetuk Syametdi pada Kia.

"Kata Ibu kalau aku penampilan kayak gitu lagi, mirip preman yang nangkring di pasar."

"Emang mirip kok," celetuk Syametdi lagi sambil mengoleskan mentega ke roti.

Kia memutar bola matanya malas. "Dari pada Ayah, disuruh bersihin selokan depan rumah malahan ikut nyebur juga ke dalam selokannya. Udah kayak kecebong kurang duit."

"Biarin aja. Yang penting aku kaya, Ibu mu juga masih mau toh sama aku," balas Syametdi tak mau kalah.

Julaysya menggeleng-geleng kepala, anak dan suaminya itu pasti ada aja yang diomongin meskipun cuma sepele. "Mboh-mboh, anak sama bapake kelakuannya sama aja. Maklum bibitnya."

Syametdi terkekeh. "Bibitmu juga toh, Sya."

"Mboh, puyeng lama-lama. Mending kamu berangkat aja sana, biar gak telat sekolahnya. Nanti kalau uang jajan kurang, minta bapakmu tuh kan kaya raya sejagat empang dia."

"Eee..sayangku bisa aja!" ucap Syametdi sambil menoel-noel hidung sang istri.

"Halah. Dosen kok tapi alay!"

***

Seorang pria berpakaian seragam supir berwarna hitam itu sedang mengelap kaca dan memanasi mobil alphard sang majikan. Dia adalah Mochamad Murdiana bisa panggil dengan sebutan Pak Murdi. Bersiul mengikuti alunan musik yang di dengar melalui radio kecil miliknya, mendengar lagu dangdut yang dinyanyikan oleh Rhoma Irama.

Mengelap kaca dan memanasi mobil itu memang kewajiban dia setiap hari, supaya majikannya itu tidak mengomel.

Bekerja sebagai supir memang lumayan susah, apalagi punya majikan baiknya setinggi langit. Tapi suatu pekerjaan itu harus disyukuri meskipun hanya sebagai supir antar-jemput dari seorang gadis SMA-majikannya itu.

Murdi mengelap keringat dengan lap bekas yang digunakan untuk mengelap kaca mobil, lalu memerasnya supaya tidak bau dan menaruhnya di ember berwarna biru.

"Ekhem...ekhem..hem.."

Murdi menoleh, mendapati tuan putri yang berdiri dengan tangan yang bersedekap di perutnya. Ia menatap dari atas hingga bawah, karena yang dilihat saat ini jarang-jarang terjadi. Penampilan sang majikan saat dulu sangat acak-acakan, ikat pinggang dipakai buat dasi, dasi dipakai buat kunciran rambut, kemeja juga dibuka tidak dikancing. Sungguh sepertinya majikannya saat ini sudah tobat dari kesesatannya waktu itu.

Terpaksa Menikah Dengan Om Mesum (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang