Kia mengaduk-ngaduk kuah rawon tersebut. Malam ini anaknya membuat Kia mengidam, ingin memakan rujak soto khas Banyuwangi dan yang buat langsung orang Banyuwangi. Tapi karena ketidak sanggupan suami letoynya itu, Kia mengalah. Mintanya apa dibeliinnya rawon.
Mencium aroma kuah rawon tersebut, hidungnya kenapa jadi gatal-gatal. Melihat daging yang dipotong kecil-kecil membuatnya tak mood makan, rasanya seperti melihat daging kelinci yang lembek-lembek.
Kuah warna coklat itu membuatnya mual. Mana tadi baru satu suap sendok rasa kuahnya asin, sepertinya yang jual mau kawin. Lagi pengen yang ada sayurnya, babatnya, bumbu kacangnya, ini isi rawonnya cuma kuah sama daging, asin lagi kayak wajah suaminya.
"Di makan jangan diaduk-aduk keburu dingin," ucap Murdi yang sedang nonton sepak bola.
"Aku sebel sama kamu Mas. Aku mintanya rujak soto bukan rawon, tapi dibeliin rawon. Ini kemauaan anak kamu loh Mas, tega banget sih jadi Ayah."
Murdi menatap istrinya yang sedang menghapus air mata dengan tisu. "Bukan gitu Sayang, tapi yang jualan rujak soto tuh di sini jarang."
"Tapi kan..hiks..heng..a-aku kepengen banget..hiks sampai t-tadi lihat di youtube..hiks..ngiler."
"Kamu tahu dari mana si Sayang, rujak soto itu?" tanya Murdi, karena dia sama sekali belum pernah mencicipi dan baru tahu rujak soto.
"Dari hiks..Nina ngeng..heng..hiks. Nina kemarin nunjukkin aku makanan yang enak waktu dia liburan terus katanya rujak soto hiks..enak belinya di Banyuwangi," ucap Kia dan mengelap ingus yang meler di bibirnya.
"Tapi kan jauh Sayang kalau harus beli di Banyuwangi. Aku harus melewati beberapa bukit dan purnama, aku tidak kuat. Cukup di sini bersamamu menikmati kehidupan yang..tidak usah membeli rujak soto."
Kia mengambil bantal sofa dan dilemparnya mengenai kepala Murdi, kepala Murdi sampai kepentok meja kayu. Untung kepalanya gak benjol, supaya kejametan yang alami itu tak hilang kemana-mana.
Murdi mengusap kepalanya yang tercium meja kayu itu. "Aduh sakit Sayang, hampir hilang kejametan ku ini."
Kia memeletkan Murdi dengan lidahnya. "Rasain tuh kurang asem sama istri dan anaknya sendiri. Aku doain nanti anaknya minta yang lebih aneh dari wajah kamu yang memang aneh itu, Mas."
"Loh wajah ku kenapa Sayang, memangnya aneh ya?" tanya Murdi meraba-raba pipinya yang ada bolongan dikit.
"Aneh mirip monyet yang lagi garuk-garuk nyari kutu. Maklum kembaran monyet," jawab Kia dengan menyindir.
"Enak aja gue ganteng begini dibilang kembaran monyet. Yang penting bibit kemiripan monyet gue ini tertanam kembar di dalam rahim istri. Mau dikatain mirip kuda nil juga gue ikhlas, emang mirip sih," batin Murdi dengan pasrah.
"Yaudah gini aja, kamu mau aku beliin apa? Tapi jangan nagih-nagih beli rujak soto."
Kia berpikir sebentar, ide cermelang terlintas di otaknya. Kerjain suami sesekali ngga apa-apa kali selagi dosa ditampung suami.
"Aduh, anak kamu ini sepertinya ingin memakan martabak. Martabak telor, telornya berbeda dari yang lain, Mas."
"Telor apa tuh?"
"Telor burung. Burungnya dari China, anak kamu minta itu tadi dia bisikin ke aku," ucap Kia menahan tawanya.
Murdi menganga, ini sebenarnya permintaan anaknya atau istri bohainya itu. "Sayang, kalau kamu mintanya sampai keluar negeri aku angkat tangan deh. Mending digantung dipohon seharian dari pada cari burung sampai ke China, akoeh gak sanggup zeyeng jauh dari dirimu."
"Akoeh lemah, letih, lesu, mau meninggoy."
***
Murdi melihat istrinya yang tertidur di karpet dengan posisi tidur yang kaki berada di bantal. Kia menemani suaminya menonton sepak bola, eh tapi malah ketiduran. Harap maklum bumil, mungkin kecapekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Menikah Dengan Om Mesum (END)
Fiksi UmumHai guys! Kembali lagi ke cerita aku yang ke-4👋🏻 Semoga kalian suka ya, dengan ceritaku kali ini🙏🏻 Sebelum baca diharuskan follow dahulu akun aku!! *** Ralasuki Arlena atau akrab disapa dengan Kia. Seorang gadis berumur 17 tahun yang memiliki si...