XXXIX - Mungkin ini yang terbaik

82 6 0
                                    

Terkadang diam bukan pilihan paling tepat, tetapi rasanya berat untuk menyelesaikan apa yang memang tidak seharusnya berurusan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terkadang diam bukan pilihan paling tepat, tetapi rasanya berat untuk menyelesaikan apa yang memang tidak seharusnya berurusan. Taehyung bukan tidak peduli, sedari kemarin ia berusaha melakukan yang dirinya bisa, mencoba meluruskan apa yang bengkok dan hasilnya ternyata tidak seperti yang ia inginkan.

Di meja makan juga ia seperti orang bodoh, yang hanya menyaksikan tanpa melakukan apa pun selain memperhatikan. Setelah mencoba memahami, Taehyung akhirnya menyadari bahwa Yerin memainkan ekspresi wajahnya bukan karena tidak mencintai Jungkook, juga bukan karena Yerin yang terlalu manipulatif, hanya saja Taehyung tidak seharusnya melupakan bahwa Yerin tidak pernah mau dirinya terlihat menyedihkan. Kisah cintanya dulu juga memberi alasan yang sama, berakhir Yerin adalah bukan saat memutuskan berpisah, melainkan saat hati tidak lagi menggenggam asa yang sama. Jika pun Yerin menangis setelah merasa dikhianati, itu bukan karena cintanya yang melukainya, tetapi karena harga dirinya yang terluka.

Taehyung bisa melihat, ada harapan-harapan manis di dalam manik hazel gelap itu, berulang kali pun Taehyung mencoba menyangkalnya, ia tetap melihat itu di mata Yerin. Terlebih setelah Yerin yang terlihat hendak meminum wine, itu adalah usaha terakhir Yerin menarik perhatian Jungkook. Taehyung tahu walaupun Yerin serampangan dan semaunya, ia tidak akan membahayakan calon anaknya. Wine memang tidak mematikan, tetapi ada baiknya untuk tidak mengonsumsinya selama hamil. Yerin tentu terlalu pandai untuk memahami seutas kalimat itu.

Berada di kamarnya, sembari merebah Taehyung sebenarnya tahu kalau makan malam tadi sama sekali tidak membawa penyelesaian apa pun. Jimin dan Aletha pulang dengan keputusan akhir yang kosong melompong, Yerin yang selalu dengan ucapannya yang bermakna ganda, sedangkan Aletha yang sepertinya hanya berpura-pura. Sedangkan dirinya sendiri memilih untuk bungkam saja sementara waktu, ia ingin melihat sekali lagi apa yang akan Jungkook lakukan. Biasanya Jungkook gila dalam membuat keputusan, tak jauh berbeda dengan Yerin meski mereka kerap kali mengatakan mereka berbeda.

Taehyung hanya berharap keduanya tidak memutuskan hal gila untuk pernikahannya. Ia hanya berharap nenek segera sembuh karena nyatanya nasihat ibu dan ayah sama sekali tidak masuk ke dalam telinga Jungkook. Ia tetap mempertahankan kebohongannya kemarin, ia tidak pernah mencintai Yerin.

••

Sekelam hancur yang biasanya tak pernah terusik oleh apa pun itu, luka, belati. Namun, hari ini Yerin merasa ada di titik puncak ketidakadaan kehidupannya. Ia merasa kembali mati untuk segala hal yang masih hidup. Dengan air mata yang terus mencoba turun tanpa mau berhenti, nyatanya tidak lantas membuat Yerin beranjak dari bawah shower air yang menyala. Ia memilih untuk tidur di kamar terpisah, menempati kamar tamu yang berada di lantai bawah. Ia berjalan begitu pongah seolah memang tidak ada suatu apa pun yang bisa menyakitinya. Namun, nyatanya ia lebih sakit dari orang sakit. Ia lebih terluka dari orang yang terluka. Ia lebih menderita daripada orang lain menderita. Ia mempertanankan idealismenya dan itu menyakitinya kelewat dalam.

Menekuk lututnya, memeluknya erat seolah itu adalah semestanya, ia tidak lagi peduli ada dingin yang terus-terusan menusuk-nusuk tubuhnya, Yerin benar-benar sama sekali tidak terusik. Ia masih dalam usahanya melepaskan semuanya. Sesekali menunduk, menenggelamkan wajahnya, menyembunyikan wajah sembab memerahnya, tidak ingin siapa pun melihat ia menangis.

Perfect Pentagon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang