Sore dengan semburat jingga cantik itu masih menggantung diatas langit, pun menjadi saksi bagaimana ungkapan singkat yang mampu membuat kedua insan yang merasakan hangatnya perasaan masing-masing, kini harus mengeluhkan punggung mereka yang serasa encok mendadak akibat terjangan Wildan.
Dengan senyuman yang masih mengembang dibibirnya, Wildan membantu kakaknya untuk kembali terduduk, begitu juga Mahesa masih tampak kaget.
Wildan langsung duduk nyempil ditengah antara Mahesa juga Ajeng, menggandeng masing-masing lengan mereka "maaf, sengaja heheh" Katanya.
"Pelan-pelan kenapa sih dek" Dumel Ajeng, dan lagi² hanya mendapat kekehan adiknya. "Mana kalungnya tadi, aku mau pakein ke kakak" Ajeng mengulurkan tangannya yang langsung diambil benda itu sama Wildan.
Ajeng menyingkap sedikit jilbabnya, lalu Wildan dengan hati² memasangkan kalung itu disana "selesai" Ucapnya, Ajeng berbalik menatap adiknya juga Mahesa disana "cocok gak sih?" Wildan dengan mantap memeberikan dua jempolnya "cantik, iya kan Mas?" Dan reaksi Mahesa hanya mengangguk sambil terkekeh.
"Akhirnya Mas Hesa udah khitbah kakak, ya walaupun belum resmi sih, tapi gapapa aku udah seneng, jadi mas Hesa tetep sama kita, dan jadi keluarga"
Mahesa tertawa "emangnya kenapa kudu mas Hesa gitu?"
Wildan menatap Mahesa dengan mata bulatnya "mas Hesa tuh yang udah nemenin kita selama ini, setiap harinya selalu ada mas Hesa sejak dulu, andai mas Hesa malah suka sama cewek lain terus nikah, aku gimana? Pasti mas Hesa bakal pergi kan?"
"Iya deh aku udah gede, terus bisa jagain ibu sama kak Ajeng, tapi semuanya bakal beda kalau gak ada mas Hesa. Gak ada yang belain aku ntar kalau kak Ajeng ngamuk" Lanjutnya dengan ekspresi memelas ke Mahesa.
Ajeng geram "ngomong pye mau?" (Ngomong apa tadi?)
dengan gesit Wildan berpindah ke belakang tubuh Mahesa, mencari perlindungan disana "tuh kan" Ucapnya.
__________
Setelah pembicaraan sore tadi, Ajeng juga Mahesa berniat untuk menyampaikan kabar baik itu ke ibunya Ajeng juga neneknya Mahesa.
Ibunya Ajeng kini menemani neneknya Mahesa dikamarnya, keduanya datang dengan saling sikut, tak ingin masuk lebih dulu kedalam ruangan.
"Kenapa kok sikut-sikutan segala? Sini kalian masuk" Titah ibunya Ajeng didalam yang ternyata sadar akan perbuatan keduanya. Akhirnya Mahesa terlebih dulu masuk dengan cengiran lebar.
"Ini bu, Ajeng mau ngomong katanya" Kata Mahesa yang memang terbiasa memanggil ibunya Ajeng dengan sebutan ibu juga. Ajeng melotot, teganya Mahesa mengorbankan dirinya untuk bicara terlebih dahulu.
"Duduk sini Hesa, samping ibu" Ajeng lebih melotot lagi saat ibunya juga lebih mementingkan Mahesa ketimbang anaknya sendiri, dan Ajeng akhirnya lebih memilih duduk lesehan dibawah.
Tak ada yang bicara setelah itu, hening beberapa saat sebelum akhirnya Dinda, ibunya Ajeng angkat bicara "ibu selama ini gak nyuruh ataupun gak pernah bilang kan, kalian harus deket, atau bahkan ibu jodohkan. Walaupun ibu itu sreg sama Mahesa buat dijadiin menantu, tapi ibu gak pernah maksa anak ibu buat memilih apa yang ibu suka"
Ajeng menatap ibunya lalu mengangguk pelan "Ibu lebih suka bebasin kalian buat memilih sendiri orang yang kalian anggap tepat buat dijadiin pasangan nantinya. Tapi Alhamdulillah banget, tanpa ibu paksa pun kalian akhirnya juga punya perasaan yang sama, ibu tau kok tadi Mahesa udah bilang sama Ajeng kalau mau dijadiin calon istri"
Mahesa yang duduk disamping ibunya Ajeng otomatis menundukkan pandangannya, walaupun terlihat tenang diluar, padahal jantungnya seperti maratonan.
"Bismillah, Mahesa meminta restu dari ibu juga nenek buat menjalankan hubungan yang lebih serius lagi sama Ajeng" Ucap Mahesa gugup.
Ibunya Ajeng tersenyum, tangannya terangkat, mengusap punggung Mahesa dengan sayang "ibu kenal Mahesa dari kecil, Mahesa anak yang baik juga bertanggung jawab, sudah sejak dulu ibu merestui andai kalian memang takdirnya bersama kayak gini, nenek apalagi. Ya nek ya?" Ucap Ibu sambil menatap wajah nenek yang duduk manis di kursinya.
Dengan senyuman mengembang nenek juga mengangguk "pasti, ini yang nenek harapkan dari dulu, semoga nenek terus sehat biar bisa melihat kalian sama-sama" Jawabnya, Ajeng menghampiri, memeluk tubuh nenek dengan hangat "pasti, nenek harus sehat dan terus sama kita"
________
Malam semakin larut, ibunya Ajeng sudah pulang terlebih dahulu sejak setengah jam yang lalu, dan memberi pesan agar memanggilnya jika terjadi sesuatu.
Wildan juga Ajeng masih ada disana, dirumah nya Mahesa. Ketiganya duduk diruang depan ditemani suara TV yang sejak tadi menyala .
Wildan rebahan disofa menonton TV dengan berselimut kan sarung wadimor milik Mahesa, tampak cuek membiarkan kakaknya juga Mahesa yang berbincang kecil di sampingnya.
Ting... Ting.... Ting...Ting...
Wildan seketika duduk "kak mau bakso" Katanya, setelah mendengar suara khas tukang bakso yang biasanya ngider didepan rumah.
"Gak bawa duit" Jawab Ajeng cuek, Wildan merengut, dan mengeluarkan jurus andalannya, yakni melihat ke arah Mahesa.
"Ini duit, beli gih" Sahut Mahesa, Wildan tersenyum, tapi urung beranjak "kakiku pegel abis main futsal" Katanya, "alasan" Sahut Ajeng greget.
Mahesa mengusap wajahnya, ekstra sabar menghadapi adik kecilnya itu yang kadang manja . Mahesa bangkit tanpa disuruh, keluar untuk membeli bakso.
Sampai didepan ternyata penjual baksonya sudah agak jauh "BANG TUNGGU... " Teriaknya, lalu sedikit berlari untuk mengejar.
Ajeng juga ikut melihat keluar, setelah beberapa menit menunggu, Mahesa kembali dengan ngos-ngosan, menenteng kresek berisi bakso.
Ajeng terkekeh "perhatian banget sih ayang beb" Ucapnya ngasal, biasanya Mahesa bakal salting setiap Ajeng bicara begitu.
"Yang beb, yang beb, PEGEL" Sembur Mahesa.
_________
Bucin dengan cara yang berbeda, ya kan Sa?
KAMU SEDANG MEMBACA
[ STMJ ] Feat. Lee Heeseung ✔
General Fiction[LENGKAP] Jomblo itu pilihan, Pura-pura punya pacar itu pencitraan, pacaran beneran hukumnya haram. Tapi, kalau dijodohin mendadak gini bikin jantungan. _Ajeng Ayu Lestari_ ☘ Jodoh udah ada yang ngatur, bukan cuma cantik buat dijadiin tolok ukur...