bersamamu 🛵

1.3K 282 48
                                    

Hiruk-pikuk jalan raya siang itu begitu luarbiasa, padat merayap tapi tak sampai membuat kemacetan.

Motor Mahesa melenggang bebas, jok belakang nya tak kosong, ada seseorang disana, walaupun panasnya matahari begitu panas menyengat siang itu, tapi yang Mahesa rasakan justru adem ayem.

Mahesa yang biasanya motoran sendiri, eh sekarang boncengin istri. Bak berjalan melewati padang bunga diterpa angin sepoi-sepoi yang membuat bunga-bunga itu berguguran cantik, membuat Mahesa tak menghiraukan lagi asap debu kendaraan ataupun panasnya sang surya.

Mahesa mesam-mesem sendiri melirik kaca spionnya, membuat yang dilirik juga peka "Opo sih?" Saut Ajeng.

Bolak-balik menuju kantor KUA, kecamatan, sampai balai desa, untuk mengurus dokumen nikah agar sah secara negara membuat keduanya cukup lelah.

Dan tepat pukul setengah satu siang, mereka baru selesai. Sudah kenal dengan kebiasaan Mahesa, mereka tadi lebih dulu menyempatkan diri untuk membelokkan diri ke masjid terdekat, untuk sholat dzuhur.

"Laper kan? Mau mampir ke cafe nya Hanan gak?" dengan semangat Ajeng berseru dari belakang "let's Go"

Tak membutuhkan waktu lama, akhirnya mereka sampai ditempatnya Hanan, seperti sudah tau akan kedatangan kedua sahabatnya itu Hanan terlihat terkekeh saat Mahesa juga Ajeng tiba disana.

"Eitss pasutri baru, abis dari mana nih?" Sapa Hanan.

"Ya Allah Nan, bikinin es apa kek terserah, panas banget" Sahut Ajeng tanpa basabasi, Hanan menggeleng pelan, sudah kenal gimana Ajeng "yaudah, tunggu bentar" Jawabnya, sedangkan Mahesa terkekeh sendiri.

Ikatan persahabatan yang sejak dulu terjalin, kini membuat mereka sudah seperti keluarga sendiri. Hanan, Mahesa, Ajeng juga yang lainnya. Ketiganya asik mengobrol siang itu, sesekali Hanan yang tampak meminta saran dari Mahesa, entah saran urusan pekerjaan ataupun saran yang ingin Hanan dengar dari Mahesa yang sudah ia anggap sebagai saudara sendiri.

Setelah itu mereka pamitan, Hanan juga tampak sibuk dengan pekerjaannya. Keduanya kembali membelah jalanan dengan perut yang alhamdulillah udah kenyang.

Ibu

|Ajeng, Ibu nitip bahan kue ya sekalian pas kamu jalan pulang

Iyaa, nanti Ajeng beliin|

Setelah membaca pesan itu Ajeng buru-buru mengajak Mahesa untuk mampir ke minimarket terdekat.

Jika menurut Mahesa hari ini yang panas, debu ataupun asap kendaraan yang tak sedikitpun mengusik hati bahagia Mahesa bisa jalan berdua dengan Ajeng yang sekarang resmi jadi partner hidupnya.

Lain halnya dengan Ajeng yang menunjukkan sikap santai dan tampak biasa, seolah tak ada perbedaan berarti. Padahal dalam hatinya pun sama dengan apa yang dirasakan Mahesa, melafalkan banyak-banyak rasa syukur nya dalam hati ataupun dalam lisannya.

Rasa duka dalam hati Mahesa sudah pasti masih ada, dan Ajeng tak akan membiarkan itu berlarut-larut. Seperti apa amanah Almarhumah nenek, Ajeng juga akan menjaga Mahesa dengan caranya sendiri, menjadikan dirinya sebagai tempat Mahesa untuk pulang dan berbagi cerita.

Ajeng akan memastikan bahwa dirinya yang akan menggandeng Mahesa disetiap laki-laki itu melalui titik terberat nya, melangkah bersama melewati berbagai macam batu sandungan dalam kehidupan.

Keduanya sama-sama bersyukur bisa dipersatukan, dan keduanya juga sama-sama bahagia.

______

Menilik rak yang berisi berbagai macam bahan-bahan untuk membuat kue, sejujurnya Ajeng bingung. Masalahnya ibunya mau membuat kue apa, dia juga tidak tau.

Tapi ibunya lebih sering membuat kue bolu pandan, dan Ajeng hapal betul apa bahannya, walaupun dia tak bisa membuatnya, karena cuma menjadi jasa tukang beli bahan tanpa ikutan mengolah.

Melirik ke sebelah, Mahesa tampak sibuk memilih camilan "jangan beliin Wildan begituan ya Sa, taroh lagi" Mahesa menurut, menaruhnya lagi di rak "kan sekalian, kenapa sih?" sahut Mahesa heran.

Bukannya Ajeng gak sayang adek atau gimana, saking seringnya makan camilan modelan ciki, Wildan dirumah sampai gamau makan nasi, dan itu bikin Ajeng gak suka "gak ada ciki-cikian, Wildan disediain beginian malah makin gamau makan itu anak"

Menurut, akhirnya Mahesa tak membawa jajanan apapun, sampai akhirnya mereka selesai dan siap membayar dikasir. Ajeng membuka dompetnya, tapi sebelum itu Mahesa terlebih dulu mengeluarkan uangnya dan langsung membayar nya setelah di total.

"Simpen uangnya, sekarang udah jadi tanggungjawab ku, yuk pulang"

Membawa kantung berisi belanjaan itu, salah satu tangan Mahesa yang kosong menggandeng tangan Ajeng keluar dari sana. Berjalan pelan Ajeng dibuat gemas dengan perbuatan Mahesa, dimulai dari cara Mahesa menggandeng nya yang sebelumnya tak pernah mereka lakukan sebagai seorang sahabat.

Mentari yang sebelumnya begitu panas dirasa, kini menjadi sedikit meredup. Langit sore terlihat cantik. Seharian ini mereka seperti berumah kan jalanan. Berangkat pukul setengah sepuluh pagi dan sekarang sudah jam setengah empat sore.

Melihat-lihat ke samping jalanan, keduanya menikmati pemandangan sore itu "ada penjual martabak sama kebab tuh, beliin itu buat Wildan gapapa kan?"

Ajeng menoleh, melihat ke arah deretan kios makanan, dengan gerobak yang biasa mereka sebut pasar sore, ada berbagai penjual makanan yang sudah buka pukul tiga sore, Ajeng setuju "boleh, gapapa"

______

Sampai dirumah keduanya disuguhi pemandangan yang berbeda, ada beberapa teman Wildan disana. Yoga, Ardi juga satu teman perempuan mereka yang kebetulan tetangga sebelah namanya Amel.

"Assalamualaikum" Ucap Mahesa juga Ajeng barengan.

"Waalaikumsalam" Dijawab mereka juga dengan kompak.

"Pinter banget, lagi pada belajar ya?" Sapa Ajeng basabasi, "nggak Kak, ini lagi ternak lele" Jawab Wildan sengak.

"Becanda Kak, kita lagi belajar kok" Sahut Amel begitu ramah, membuat hati Ajeng agak adem "kak Ajeng apakabar?" Sahut Ardi, Ajeng tersenyum "alhamdulillah baik, oh iya"

Ajeng memberikan makanan yang sebelumnya ia beli "Kak Ajeng ada sesuatu buat kalian, dimakan ya biar tambah semangat belajarnya" Amel menerima dengan antusias "makasih kak Ajeng" Jawabnya.

Wildan ikut melirik, ternyata kakaknya memberi sekotak martabak manis rasa cokelat kacang kesukaannya, dan satu lagi martabak telur.

Ajeng berdehem "kakak belinya buat yang belajar aja ya, yang katanya tadi lagi ternak Lele jangan dikasih, Oke"

"AKU BECANDA DOANG KAK, MAAF" sahut Wildan buru-buru, menyesal dengan ucapannya tadi, merengek takut tak dikasih.

Tanpa peduli Ajeng langsung melenggang pergi, sekonyong-konyong punya adek modelan Wildan, Ajeng juga tak kurang akal buat mengerjai nya balik.

"Mas Hesaaa" Rengek nya saat Mahesa masih berdiri disana, tapi harapan Wildan meminta pembelaan juga sia², Mahesa juga dengan jahil tak menggubris Wildan disana, membuat anak itu beneran kosel-kosel karena di iming-iming temannya makan martabak.

[ STMJ ] Feat. Lee Heeseung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang