Sudah izin dua hari membuat Mahesa kini harus kembali masuk kerja, Jaya terlalu baik, sebagai seorang sahabat juga atasan, dirinya memahami betul bagaimana kondisi Mahesa yang harus bagi waktu untuk menjaga neneknya juga, padahal kerjaan lagi sibuk²nya.
Kini Ajeng yang mengalah, dirinya yang harus libur untuk kerja dibutik, membujuk bosnya yang rempong nya minta ampun agar dikasih izin.
Sampai akhirnya Ajeng bisa menjaga neneknya Mahesa saat ini, ibunya juga bekerja, apalagi Wildan yang harus sekolah, tak ada seseorang yang bisa menemani nenek dirumah.
Neneknya Mahesa bukanlah seorang wanita tua yang rapuh, nenek adalah sosok yang masih kuat walaupun di usia senja nya, memasak, membersihkan rumah dengan begitu giat.
bahkan jika boleh, nenek bisa saja masih bisa belanja ke pasar sendiri, andai Mahesa tak melarangnya. Mahesa hanya khawatir, dia percaya nenek itu wanita kuat, tapi Mahesa lebih memilih opsi aman, biarlah dia yang memenuhi kebutuhan rumahnya, dan nenek yang mengolahnya dirumah.
Tapi disaat tubuh senja nya tiba-tiba merasa tidak enak, nenek juga bakal terdiam dan hanya duduk untuk istirahat. Walaupun mulutnya enggan mengeluh, tapi cucunya pasti tau jika orang tua kesayangannya itu merasa tidak nyaman.
"Ajeng absen kerja ya, demi nenek?"
Mendengar itu Ajeng tersenyum, mengangguk kecil "mayan nek, Ajeng juga capek kerja terus" Alibinya, agar nenek tak merasa tidak enak hati.
"Maafin nenek ya, tubuh lansia nenek kadang susah diajak kompromi" Ajeng terkekeh pelan "nenek tuh nenek paling kuat yang pernah Ajeng temuin, Ajeng yang masih muda aja suka ngeluh capek saat beberes rumah sendiri, tapi nenek setiap hari ngelakuin itu dan gak pernah ngeluh, Ajeng mah kalah"
Keduanya saling tertawa, ditemani Ajeng membuat nenek tak merasa kesepian.
_____
Setelah mengurus rumahnya, juga rumahnya Mahesa, Ajeng sudah bersih dengan baju ganti setelah mandi, jam menunjukkan pukul tiga sore, setelah adzan biasanya nenek akan memintanya untuk menuntun ke kamar mandi hanya sekedar wudhu atau buang air.
Ajeng melangkah ke kamar dengan sepiring buah, tadi dia meninggalkan nenek saat beliau tidur, mungkin kini beliau bangun untuk sholat ashar mungkin, pikirnya.
Ajeng masuk, membuka pintu perlahan. Menatap nenek yang masih terbaring diranjangnya.
"Nek..." Panggil nya pelan, menepuk-nepuk pelan tangan nenek, tapi tak ada jawaban.
"Nek" Panggil nya sekali lagi, Ajeng terus mencoba membangunkan tapi tak ada jawaban. Tangannya bergetar panik, mengambil ponsel disaku menelfon nomor darurat di handphonenya.
Call
"Assalamu'alaikum, Hesa"
"Waalaikumsalam, iya kenapa Jeng" Jawab yang diseberang
"Sa, pulang ya"
Sedangkan diseberang sana, Mahesa sudah panik mendengar suara Ajeng yang bergetar menyuruhnya untuk pulang
"Ada apa?...Kenapa jeng?" Tanya Mahesa buru-buru
"Nenek..."
Belum selesai Ajeng mengucap, Mahesa terlebih dulu mematikan sambungan telepon nya, menyambar jaket nya lalu segera keruangan Jaya dengan berlari.
Tubuhnya gemetar, jantungnya juga berpacu cepat, berlari keruangan Jaya tanpa memperdulikan tatapan orang kantor.
"Jay, gue izin pulang sekarang ya?"
Jaya kaget bukan main saat pintu ruangannya dibuka tanpa permisi, melihat Mahesa yang sudah gelisah menghampiri nya "kenapa? Ada apa?"
Mahesa mengenakan jaket nya buru-buru "nenek gue" Dengan mantap Jaya mengangguk "iya, gue izinin, Hati-hati dijalan, gausah ngebut"
Mendengar itu Mahesa langsung berlari keluar "MAKASIH" teriaknya diambang pintu.
Berlari ke parkiran, Mahesa kalang kabut. Membelah jalanan sore itu dengan kecepatan yang cukup tinggi, dalam hatinya selalu melafalkan doa agar yang dirumah baik-baik saja.
_________
Mahesa masuk dengan buru-buru menuju kamar neneknya yang pintunya terbuka lebar, Ajeng sudah menangis sambil mengemas barang.
Mahesa langsung bersimpuh disamping ranjang dengan mata merah. Tubuhnya bergetar, tanpa basa basi Ajeng sudah menghubungi salah satu tetangganya yang memiliki mobil, meminjamnya untuk membawa nenek ke rumah sakit.
"Udah gak ada waktu lagi, gue udah minjem mobil tetangga, cepet bawa nenek ke depan"
Mahesa berdiri, airmata nya sudah menetes, mendengar setiap instruksi Ajeng menggendong tubuh nenek sambil menangis.
Ajeng menyerahkan kunci mobil ke Mahesa "jangan panik saat nyetir, nenek pasti gak bakalan kenapa-napa" Ucap Ajeng, walaupun dirinya sendiri sebenarnya takut setengah mati.
Mahesa hanya bisa mengangguk, sedikit menyesal telah meninggalkan neneknya bekerja hari ini. lalu pandangannya menilik dari kaca depan, melihat nenek yang kepalanya bersandar dibahu Ajeng.
"Ya Allah nenek, sabar ya sebentar lagi kita sampai rumah sakit" Ucapnya saat ia membelah jalanan sore itu.
__
Sampai dirumah sakit Mahesa langsung bersimpuh tak berdaya, kakinya serasa lemas. Menunggu dokter keluar setelah memeriksa.
Melihat neneknya masuk rumah sakit, Mahesa begitu down. Ajeng datang menghampiri, ikut berjongkok disamping nya.
"Udah ada dokter didalem buat periksa nenek, InsyaAllah nenek gak papa, Hesa"
Ingin sekali Mahesa menyandarkan kepalanya, untuk sebentar meredam rasa takutnya yang entah apapun itu.
"Tapi Jeng, nenek gimana? Harusnya tadi gak ku tinggal buat kerja, ya Allah"
Mahesa akan begitu emosional jika menyangkut neneknya, Ajeng yang tadinya mencoba untuk lebih tegar, nyatanya malah hatinya sesak melihat Mahesa yang tampak begitu terpukul.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ STMJ ] Feat. Lee Heeseung ✔
General Fiction[LENGKAP] Jomblo itu pilihan, Pura-pura punya pacar itu pencitraan, pacaran beneran hukumnya haram. Tapi, kalau dijodohin mendadak gini bikin jantungan. _Ajeng Ayu Lestari_ ☘ Jodoh udah ada yang ngatur, bukan cuma cantik buat dijadiin tolok ukur...