Masih dengan ruangan yang sama, bau khas rumah sakit, juga lalu lalang orang yang terlihat dibalik jendela kaca ruangan neneknya Mahesa dirawat.
Ajeng masih diam, memandangi bagaimana tenang nya nenek tidur disana, hatinya masih sakit mengingat perkataan putri tadi pagi padanya.
Airmata nya turun, sebenarnya tak ada gunanya menangisi perkataan putri, tapi Ajeng juga masih punya hati, dihina secara langsung seperti utu orang mana yang tak sakit hati.
Mahesa datang, tau jika Ajeng sedang tak baik² saja saat ini. Menyodorkan botol air mineral Mahesa ikut duduk dihadapan Ajeng.
"Gak perlu jadi keinginan orang lain kok biar dikatain hebat, yang namanya Ajeng tuh udah hebat menjadi dirinya sendiri. Dulu sering banget denger kata² gini, udah gausah terlalu diambil hati omongan orang yang gak begitu kenal sama kamu, dia gak tau apapa tapi sibuk nilai orang lain. Sekarang gantian ya, yang ngasih motivasi gitu juga nerapin di dirinya sendiri "
"Dan yang namanya Mahesa juga gak bakal kemana-mana, cuma Ajeng yang dipikirin" Lanjut Mahesa dengan senyuman.
Ajeng mendongak, dan hanya mengangguk tanpa berkata apapun, Mahesa merogoh sakunya, mengusap airmata Ajeng dengan sapu tangan miliknya "udah gausah nangis, waduh ingusnya keluar" Goda Mahesa menekan hidung Ajeng sengaja.
"Ih nggak ada" Protes Ajeng diselingi tawa kecil "iya ini ingusnya keluar" Eyel Mahesa menggoda Ajeng lagi, membuat Ajeng seketika tertawa tapi masih sambil menangis, lalu dengan iseng mengusapkan sapu tangan bekas itu ke baju Mahesa.
_________
Senyum sumringah itu perlahan menghilang, digantikan dengan rasa khawatir juga ketakutan.
Mahesa datang setelah selesai dikamar mandi, menuju ruangan kembali, dengan rambut juga lengan baju yang agak lembab, dirinya duduk lalu mengeluarkan ponselnya, menekan salah satu aplikasi.
Tangan kirinya memegang tangan neneknya dengan lembut, lalu mulai membaca surah Al Qur'an disana.
Pagi tadi dirinya begitu bahagia saat dokter memberitahu nya jika kondisi sang nenek mulai membaik, tapi sore ini, keadaannya kembali menurun.
Wildan yang dikira bakal cuek dengan kondisi seperti ini, nyatanya juga peduli. Sejak sepulang sekolah dirinya langsung kerumah sakit, menemani Mahesa juga kakaknya.
Wildan diam, mendengarkan bagaimana Mahesa membaca Qur'an, memandangnya dengan tatapan teduh. Sedangkan Ajeng sendiri keluar membeli makanan, tak ada yang Mahesa makan sejak siang tadi.
Nenek tersenyum disana, beliau tidak tidur, justru menikmati bagaimana cucunya itu melantunkan ayat-ayat Al-Quran disana, membuat Mahesa menoleh "nenek apa yang dirasain? Apa butuh sesuatu biar Mahesa ambilin?" Tanya nya, tapi beliau menggeleng.
"Hesa, yang sehat terus ya, jangan pernah meninggalkan sholat, selalu bahagia, dan jangan sampai telat makan siang, apalagi setiap hari cuma makan mie instan, jangan ya nak"
Mahesa menundukkan kepalanya, membuat tangan nenek bisa mengusap kepala cucunya dengan sayang "nenek juga kudu sehat, selalu ingetin Hesa saat Hesa lupa"
"Nenek juga selalu berdoa untuk bisa mastiin kamu aman dulu baru nenek tenang pergi, ya Allah nak, nenek gak mau kamu sendirian nantinya. Nenek mau ada yang selalu disamping kamu menggantikan nenek" Kalimatnya terjeda, beliau menangis tak tega pada cucunya.
"Resmiin hubunganmu sama Ajeng ya Sa, mumpung nenek masih ada"
Jujur hati Mahesa takut luar biasa, sekuat tenaga dia menyembunyikan air mata nya agar neneknya tak semakin memandangnya penuh iba, tapi dia belum bisa.
Untuk menjawab pertanyaan nenek pun lidahnya kelu, "Ajeng bisa ada disamping kamu, menemani kamu, nenek sebelumnya tak pernah meminta sesuatu, tapi kali ini nenek harap kamu bisa wujudin, nenek juga tau kamu sayang sama dia"
"Nenek juga tidak bisa mendahului takdir, karena sejatinya nyawa juga milik Allah, nenek juga selalu berdoa agar bisa nemenin kamu, tapi nenek juga sadar itu gak akan selamanya, InsyaAllah, bisa ya Sa?" Lanjut beliau lalu dengan berat hati Mahesa mengangguk.
Diluar ruangan, tak disangka semua sahabat Mahesa berkumpul, ada Jaya, Jaka, Hanan, Wildan bersama ibu, juga Ajeng yang selesai membeli makanan.
Semua tatapan itu mengarah ke Ajeng "gimana Jeng?" Ucap Jaka spontan, Ajeng melirik ke dalam ruangan lagi, lalu mengangguk pelan "nanti diobrolin sama Mahesa dulu ya, InsyaAllah gue siap kok" Jawabnya.
"Ya Allah anak ibu" Ibu langsung mendekap putrinya "jangan takut, jangan ragu, ada ibu disini, kamu percaya kan sama Mahesa?"
"Ada Wildan juga" Sahut Wildan lalu ikut mendekap ibu juga kakaknya sekaligus.
Entah rencana besar apa yang esok bakal terjadi, yang pasti Mahesa selalu berdoa agar keadaan terus membaik, walaupun takdir bakal menuliskan ceritanya sendiri disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ STMJ ] Feat. Lee Heeseung ✔
General Fiction[LENGKAP] Jomblo itu pilihan, Pura-pura punya pacar itu pencitraan, pacaran beneran hukumnya haram. Tapi, kalau dijodohin mendadak gini bikin jantungan. _Ajeng Ayu Lestari_ ☘ Jodoh udah ada yang ngatur, bukan cuma cantik buat dijadiin tolok ukur...