kerabat keluarga

1.2K 300 40
                                    

Yang bacanya di skip², apa kalian gak bingung? 😭 niat double publish biar feelnya nyambung, eh taunya part keputusan final malah jomplang. tapi ora popo, sak karepmu wes, penting seneng. 👍

_______

Jingga menggantung dilangit sore ini, dan rumah masih belum sepi akan tamu. Tepat tujuh hari setelah nenek wafat, Mahesa mencoba berdiri tegak. Tangis pilu itu sudah ia tumpahkan semuanya dirumah sakit.

saat dirinya menyambut para takziah waktu itu, Mahesa sekuat hati menahan diri, sesekali wajahnya nampak sendu, tapi senyuman ramah menyambut para takziah juga tak luntur begitu saja.

Sekarang ada tangan Ajeng yang bisa ia genggam, menguatkan dirinya tanpa ada rasa sungkan.

Sesekali Ajeng melihat kearah Mahesa berada, laki-laki itu tengah sibuk menyiapkan acara tahlilan nanti malam. Dibantu Wildan dirinya sibuk mengatur kursi dan membersihkan halaman depan.

Beda halnya dengan Rifki, yang tadinya datang menawarkan diri ikut membantu, kini anak itu malah santai² duduk diatas tumpukan kursi sambil mengunyah makanan "mas Wildan" Ucapnya, saat Wildan sibuk menata kursi.

Yang dipanggil menoleh "aku bantu dengan do'a hehe" Katanya, dengan cengiran lebar. Wildan hanya terkekeh pelan, lalu setelah itu dirinya menghampiri, duduk dikursi sebelah Rifki "lah, baru aja disemangatin, dibantu dengan do'a, udah ngaso aja"

Wildan mengibas-ngibaskan kaosnya, merasa gerah "yeu, bantuin itu pake tenaga, kalo do'a ya nanti malem"

Mendengar obrolan Wildan juga Rifki, Mahesa yang tadinya sibuk bebersih juga ikut menghampiri. Sebelum itu dirinya membelokkan langkahnya kedalam, mengambil minuman dikulkas, lalu kembali keluar.

"Minum dulu" Menyodorkan botol minum itu, Wildan menyambutnya dengan senyuman "makasih mas" Lalu meneguk nya. Mahesa melihat Rifki, menyodorkan botol juga untuknya "Rifki haus juga gak?" Ucapnya, dengan polosnya anak itu malah terkekeh, antara sadar diri atau memang terlalu jujur "nggak hehe, orang aku bantunya lewat do'a, gak capek gak haus"

_________

Sebelum tahlilan itu digelar, satu persatu sahabat Mahesa terlebih dulu datang. Sesekali ikut sibuk menyiapkan apa yang diperlukan. Juga mengobrol singkat, berbaur dengan orang-orang disana.

"Ikhlaskan ya nak, nenekmu sudah tenang, Jangan terlalu sedih berlarut-larut"

Laki-laki paruh baya itu mengusap punggung Mahesa, seseorang yang Mahesa panggil pakde itu adalah kerabat jauhnya. Keluarganya baru datang sore tadi, salah satu alasannya karena tempat tinggal mereka yang jauh. Atau mungkin mereka baru ada waktu kosong untuk ber takziah.

Terkadang manusia memang terlalu sibuk dengan urusannya sendiri.

"Kamu itu memang dari dulu anak laki-laki yang bisa diandalkan, setiap nenekmu itu berkumpul dengan keluarga besarnya. Yang diomongin itu kamu"

Mendengar itu Mahesa turut menyunggingkan senyum "perkara ikhlas itu memang gak mudah, tapi meratapi terus kepergian seseorang juga gak baik" pakde tersenyum.

"walaupun rumahnya pakde jauh, tapi pakde ini juga keluargamu, jangan sungkan ya, bilang dan hubungin pakde jika perlu sesuatu" Mahesa mengangguk.

"iya mas, bilang aja gausah sungkan" Sahut seorang perempuan yang dari tadi ikut menyimak perbincangan itu.

Dengan senyum manis, gadis itu menatap Mahesa dengan lembut "mas masih nyimpen nomornya laras kan?" Katanya, Mahesa terkekeh "masih kok" Jawabnya.

"Bapak itu tau betul bagaimana sifatnya nak Mahesa, andai kalian bapak jodohin gimana? Cocok loh"

Uhuk-uhukk...

Bukan Mahesa yang terbatuk, tapi Jaya yang duduk tak jauh dari mereka, sejak tadi turut mendengar. Begitu juga dengan Ajeng yang sedari tadi sibuk menata hidangan di piring dekat dengan Jaya seketika melotot "sabar dulu" Bisik Jaya.

dengan senyum malu-malu gadis yang bernama laras itu terlihat salah tingkah, Mahesa malah terkekeh "laras udah saya anggap adek sendiri, lebih baik dia tuntaskan dulu pendidikan kuliahnya" Katanya begitu sopan.

"Kamu mau nunggu dia lulus dulu, begitu nak Hesa?" Sahut pakde kekeuh.

Diseberang sana, Ajeng yang kepanasan melihat Mahesa dengan santainya tersenyum.

"Maaf, saya belum sempat kasih tau sebelumnya. Saat sore itu nenek terakhir kali dirumah sakit. Sebelumnya beliau berpesan jika ingin melihat Mahesa menikah. Dan dihari yang sama ijab qobul itu terlaksana. dengan perempuan pilihan Mahesa sendiri"

Pakde yang semula menyandarkan punggung nya kini duduk tegap "loh, berarti semua nya serba mendadak. Mana istrimu nak?"

Sedangkan laras hampir menjatuhkan rahangnya, wajah yang semula tersipu malu kini berubah kecewa.

Mahesa melihat kearah Ajeng, dengan anggukan kecil Ajeng berjalan kearah mereka, mengucapkan salam disana yang dibalas tatapan garang dari laras.

Mahesa menepuk tempat di sampingnya, lalu Ajeng duduk "Dia istri saya, namanya Ajeng. Perempuan pilihan Mahesa sendiri"

Dengan senyuman mengembang pakde malah menitihkan airmata nya disana "MasyaAllah, maaf ya nak pakde belum tau. Semoga kalian menjadi keluarga yang sakinah. Pakde ikut seneng"

"Laras biar nyelesaiin pendidikan nya dulu ya, InsyaAllah nanti urusan jodoh juga bakal nyusul" Lanjut pakde saat melirik anaknya yang berubah merengut.

Setelah perbincangan itu, satu persatu tamu datang untuk acara tahlilan malam ini.

________

Rumah yang seminggu terakhir ini ramai, besok bakal balik seperti semula. sosok yang biasanya selalu menyunggingkan senyum saat Mahesa lelah, kini hanya tinggal bayangan nya yang masih memenuhi hati juga kepala.

Tutur lembut itu, nasehat juga kasih sayang yang setiap kali Mahesa ingat membuatnya kembali menyentuh dadanya. Rasanya begitu nyeri disana, sekuat apapun dirinya mencoba tegar, namun saat dirinya sendiri dikerubuti rasa sepi, tangisnya bakal pecah juga.

Saat para tetangganya sudah berlalu pulang, perbincangan hangat masih berlanjut disana. Jaya, Jaka, Hanan masih stay. Sesekali mereka bercanda dengan mewawancarai Rifki juga Wildan soal bagaimana sekolahnya

"Rasa kehilangan udah pasti ada, kita semuanya juga kehilangan. Tapi jangan pernah berpikir kini dan kedepannya bakal kesepian, mereka semua ada buat kamu"

Ajeng duduk di sebelah Mahesa, yang diajak bicara itu otomatis menoleh. Membuat manik keduanya bertemu "ada aku juga" Lanjutnya dengan senyuman tipis

Senyuman tulus itu terbit juga pada akhirnya "terimakasih" Ajeng menyipitkan matanya "buat?" Mahesa terkekeh "semuanya" Lalu Mahesa malah bergerak gelisah

"Kenapa?" Sahut Ajeng yang bingung dengan tingkah Mahesa, dengan wajah mengerjap lucu Mahesa berucap "mau megang tapi masih awkward" Mendengar itu, membuat mimik wajah Ajeng juga ikut tak terkondisikan "sama" Jawabnya, membuat keduanya sontak sama-sama terkekeh sendiri.

[ STMJ ] Feat. Lee Heeseung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang